By Christie Damayanti
Dokumen pribadi : Alitalia
Dengan naik Alitalia, aku sudah merasa sampai di Roma. Pilot, pramugara dan pramugari nya benar2 mencerminkan “orang Italia banget”. Seragamnya tidak seerti seragam2 maskapai lainnya. Pesawatnya hanya pesawat kecil, dengan 6 baris untuk 1 deretnya, dengan lorong ditengah2nya. Dan senyum pramugara dan pramugarinya, sangat ramah, dan cukup membuat mataku terbuai, hihihi …..
Mereka sangat ramah, terutama untuk wisatawan2 asing. Ditambah kami dari Indonesia dimana hampir semuanya ‘bule’ atau Jepang dan China dengan wajah oriental, membua kami bertiga cukup menjadi ‘sensasi’. Terutama aku dengan kursi rodaku, yang selalu digandeng oleh seorang pramuga (emh ….. ), pasti sedikit banyak membuat beberapa wisatawan wanita muda ‘bule’, sedikit iri kepadaku ….. ahayyy …..
Ya ….. wajah eksotis khas Italia memang sangat spesifik. Pasti nya ganteng, bahkan cenderung khas playboy (menurutku). Sedikit terbuai ketika mereka semua berlomba untuk menjamu kami, terutama aku dengan pelayanan terbaik mereka.
Catatan :
Sejak di Jakarta aku memesan tiket keliling Eropa, aku mewanti2 temanku yang mempunyai biro dan travel untuk lebih setail dengan keadaanku. Posisiku di pesawat denga langsung memesan nomor kursi, makanan dan snack di pesawat, sampai mengantar dan menjemputku dengan kursi rodaku sendiri. Pelayanan itulah yang membuat aku serasa sangat istimewa.
Bayangkan saja …..
Mungkin untuk orang lain, stroke adalah malapetaka. Tetapi tidak untukku. Stroke bukan malapetaka untukku, bahkan justru dengan aku terserang stroke, Tuhan mau mengubah hidupku bahkan 180 derajat. Perlahan dan pasti, stroke membuat hidupku sangat lebih baik dari sebelum aku tersrang penyakit syaraf ini.
Dan yang jelas2 aku percya bahwa, semua yang Tuhan berikan padaku (dan pasti untuk semua orang), adalah yang terbaik, walapun mungkin itu yang terjelek untuk kita. Tuhan tidak pernah memberikan rancangan kecelakaan, tetapi justru damai sejahtera …..
Dari aku terserang stroke sampai sekarang, justr aku mendapatkan fasilitas2 kemudahan. Salah satunya jika aku dalam perjalanan, khususna ke luar negeri, seperti 1 bulan saat itu, berkeliling Eropa Barat dengan 2 orang ABG ku.
Begitu cek-in di Bandara Soekarno Hatta, aku dan anak2ku sudah diurus dengan baik. Bagasi2 bahkan pendorong kursi roda dari bandara dan maskapai yang kami pergunakan. Kami tidak pernah mengantri di pemeriksaan2 dokumen2 kami. Ada jalur khusus bagi disabled beserta keluarganya.
Lalu aku didorong oleh petugas bandara dan berganti kepada petugas maskapai sampai aku duduk dengan nyaman di pewasat. Anak2ku pun mengikuti dengan santai tanpa ‘grasa grusu’ mendengarkan pengumuman2 yang biasanya suaranya tertelan dengan kehebohan orang2 di bandara.
Apalagi jika memakai Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Dan belum lagi jika ada bahasa lain di bandara2 tertentu, yang pastinya juga diterjemahkan dengan Bahasa Inggris.
Lalu ketika kami sudah nyaman didalam pesawat dan pesawat sudah berada di atas awan, pramugara atau pramugari nya pun sangat memperhatikan aku dan anak2ku, mungkin harena anakku memang masih remaja. Waktu itu, Dennis baru saja berumur 18 tahun dan Michelle masih 15 tahun. Masih remaja dan bahkan Michelle masih dibawah umur.
Dengan keadaan aku sebagai orang tua penyandang disabilitas, mungkin itu yang membuat banyak orang sedikit tersentuh, selain pemerintah dari sebagian besar negara yang sangat peduli dengan kaum disabilitas, juga banyak orang akan tersentuh dengan keadaan kami.
Eh ….. bukan berarti kami sebagai penyandang disabilitas ‘memanfaatkan’ kelemahan ini, tetapi untukku sendiri aku tidak mau dikasihani. Aku berusaha melakukan yang terbaik dengan bantuan anak2ku, walau di beberapa sisi, aku memang benar2 membutuhkan bantuan orang lain diluar tanggung jawab kedua buah hatiku ……
Kembali waktu kami dipesawat Alitalia, dari Paris menuju kota Roma, Italia. Negara terakhir bersama Vatican (negara terkecil di dalam kota Roma), yang kami kunjungi, sebelum menuju pulang ke Indonesia. Sampai di Roma, kami dibantu petugas maskapai untuk membawa kami ke pengambilan bagasi, setelah membantu untuk pengurusan dokumen2 kami.
Baru setelah itu, kami diserahkankepada petugas bandara sampai kami mendapatkan taxi yang terbaik untuk kami menuju ke hotel kami di Roma ……
Sangt berbeda dengan bandara Charles de Gaulle di Paris. Sebuah bandara yang termasuk bandara tersibuk di dunia. Bandara Leonardo da Vinci, cenderung ‘sepi’. Bukan sepi seperti bandara di Indonesia, tetapi tidak seramai bandara Charles de Gaulle di Paris.
Suasananya cukup redup tidak hingar binger. Petugasnya pun lebih ramah dan santai. Bahkan mungkin petugas bandara yang membawa kami menuju taxi, adalah petugas cukup ‘tinggi’, dengan penampilan yang bak’ bintng film Italy.
Dan kami berhenti di penghentian taxi, sampai si petugas membantu kami memasukkan barang2 kami ke dalam taxi kami, TANPA MAU MENERIMA TIP dari kami ……
Seorang petugas bandara dengan sangat baik hatinya, melayani kami. Bahkan kami tidak harus repot2 mencari taxi, taxi sudah disediakan olehnya. Sebuah pemandangat yang cukup membuat hatiku berbunga dengan pelayanan dari negara2 yang kami kunjungi, dan sekaligus sedikit trenyuh ketika aku ingat tentang ketidak pedulian bandara Ngurah Rai Bali, yang tidak peduli dengan ku serta petugas itu mennggalkan aku di tengah2 bandara, tanpa mendorongku keluar dari bandara …. Boro2 mencarikan taxi ……
Indonesia memang harus berubah. Dan mengubah image dunia tentang sebuah kepedulian dan pelayanan bagi sesame, terutama tengang kaum disabilitas ……
Sebelumnya :
“Charles de Gaulle” : Bandara Utama Paris dengan Atap Kaca Melengkung
Selamat Tinggal Paris, Selamat Datang Roma …..
Bertemu dengan Mickey Mouse dan Teman-Temannya di Parade Disney
Dunia Mimpi Masa Lalu, Masa Sekarang dan Masa Depan, dan Dunia Mimpi Fantasi ……
“Istana Cinderella” itu Bukan Hanya Sekedar Istana Mainan Anak-Anak
Suatu Pagi di Euro Disney, Paris …..
City Walk Menuju “Dunia Disney”
Mengapa ‘Euro Disney Paris’ [bisa dikatakan] Sepi?
Bergerak Menuju ke ‘Euro Disney’, Dunia yang Penuh Kebahagiaan
Akhir Cerita di Kota Paris …..
Romantisme ‘Palais Garnier’, Tetap Menunggu …..
‘Dingin’ dan Syahdu lewat Sapaan Tuhan di Notre Dame Cathedral
Cerita “Pengadilan Terakhir”, Terekam Kuat pada Pintu Masuk Notre Dame Cathedral
Dari Trocadero dengan Taxi, Menyusuri Seine River, Menuju Notre Dame Cathedral
Romantisme Paris Justru dari Kacamata yang Berbeda
Cantiknya Place du Trocadero, “Terjajah” karena Eiffel Tower
‘Arc de Triomphe’ : Kisah Romantisme dan Kepahlawanan
Eiffel Tower ‘ala’ Disney di Champs Elysees
‘Artère commerçante’ [Shopping street] des Champs Elysées
Menunggu Teman vs ‘Menunggu’ Jawaban Tuhan …..
‘Bon Appétit’ : Pizza Mix Mozzarela ala Vesuvio Café di Champs Elysees
The New Eiffel Tower : Mari Kita ‘Melayang’ ……
Antara ‘Kepedulian’ dan ‘Ketidakpedulian’ di Paris
Indahnya Dunia dari ‘Kepakan Sayap Nya’ …..
‘Kemenangan’ Sebuah Teknologi di Eiffel Tower
Eiffel Tower dan [Toilet] Kaum Disabled
‘Lukisan’ Untuk Eiffel Tower…..
‘Romantisme’ Kota Paris [dan Jakarta] …..
‘The Pompidou Centre’ : Bangunan Unik karya Kenzo Piano, Arsitek Favoriteku
Le Fumoir Café yang “Istimewa”
Untuk Sekian Kalinya, Tuhan Menolongku …..
Hujan Deras, Kedinginan, Tidak Ada Taxi, Uang ‘Cash’ Menipis
‘Le Louvre Museum’ : Kolaborasi Klasik dan [Super] Modern
Sekilas Pandangan Mata Kota Paris
Paris yang Mendung dalam Romantisme …..
Romantisme tentang Paris, Tumbuh dan Berkembang Lewat ‘Jardin Notre-Dame’
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H