Dari aku terserang stroke sampai sekarang, justr aku mendapatkan fasilitas2 kemudahan. Salah satunya jika aku dalam perjalanan, khususna ke luar negeri, seperti 1 bulan saat itu, berkeliling Eropa Barat dengan 2 orang ABG ku.
Begitu cek-in di Bandara Soekarno Hatta, aku dan anak2ku sudah diurus dengan baik. Bagasi2 bahkan pendorong kursi roda dari bandara dan maskapai yang kami pergunakan. Kami tidak pernah mengantri di pemeriksaan2 dokumen2 kami. Ada jalur khusus bagi disabled beserta keluarganya.
Lalu aku didorong oleh petugas bandara dan berganti kepada petugas maskapai sampai aku duduk dengan nyaman di pewasat. Anak2ku pun mengikuti dengan santai tanpa ‘grasa grusu’ mendengarkan pengumuman2 yang biasanya suaranya tertelan dengan kehebohan orang2 di bandara.
Apalagi jika memakai Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Dan belum lagi jika ada bahasa lain di bandara2 tertentu, yang pastinya juga diterjemahkan dengan Bahasa Inggris.
Lalu ketika kami sudah nyaman didalam pesawat dan pesawat sudah berada di atas awan, pramugara atau pramugari nya pun sangat memperhatikan aku dan anak2ku, mungkin harena anakku memang masih remaja. Waktu itu, Dennis baru saja berumur 18 tahun dan Michelle masih 15 tahun. Masih remaja dan bahkan Michelle masih dibawah umur.
Dengan keadaan aku sebagai orang tua penyandang disabilitas, mungkin itu yang membuat banyak orang sedikit tersentuh, selain pemerintah dari sebagian besar negara yang sangat peduli dengan kaum disabilitas, juga banyak orang akan tersentuh dengan keadaan kami.
Eh ….. bukan berarti kami sebagai penyandang disabilitas ‘memanfaatkan’ kelemahan ini, tetapi untukku sendiri aku tidak mau dikasihani. Aku berusaha melakukan yang terbaik dengan bantuan anak2ku, walau di beberapa sisi, aku memang benar2 membutuhkan bantuan orang lain diluar tanggung jawab kedua buah hatiku ……
Kembali waktu kami dipesawat Alitalia, dari Paris menuju kota Roma, Italia. Negara terakhir bersama Vatican (negara terkecil di dalam kota Roma), yang kami kunjungi, sebelum menuju pulang ke Indonesia. Â Sampai di Roma, kami dibantu petugas maskapai untuk membawa kami ke pengambilan bagasi, setelah membantu untuk pengurusan dokumen2 kami.
Baru setelah itu, kami diserahkankepada petugas bandara sampai kami mendapatkan taxi yang terbaik untuk kami menuju ke hotel kami di Roma ……
Sangt berbeda dengan bandara Charles de Gaulle di Paris. Sebuah bandara yang termasuk bandara tersibuk di dunia. Bandara Leonardo da Vinci, cenderung ‘sepi’. Bukan sepi seperti bandara di Indonesia, tetapi tidak seramai bandara Charles de Gaulle di Paris.