Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ancaman ‘Raksasa Jakarta’

31 Mei 2016   11:55 Diperbarui: 31 Mei 2016   12:10 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Infobank.com - tribunnews.com - Jakartanewstoday.wordpress.com

By Christie Damayanti


Kota megapolis (raksasa): ‘ancaman’ bagi ibukota

Aku sangat yakin, banyak sekali perencana kota Jakarta, dan banyak yg pintar2. Mereka banyak mengadakan riset dengan mendatangi kota2 di negara2 maju. Dan konsep2nya banyak yg diakui oleh banyak orang. Konsep2 Jakarta pun, yang ada di RUTR / BWK / RTRW sejak dulu 2005 sampai tahun 2030, disesuaikan dengan perkembangan kota Jakarta saat ini.

Tetapi, apakah pernah kita bayangkan, bahwa bila perencana2 kota Jakarta itu (mungkin) hanya menata Jakarta secara fisik ( kotanya dan warganya ), apakah Jakarta bisa benar2 berkembang sesuai visi dan misinya ? UntukJakarta akan menjadi kota yg berkarakter ?

Jakarta bisa berkembang menjadi Jakarta yg kita idam2kan semua, bila kita menatanya dengan perencanaan yang matang.

Tetapi kelihatannya, karena mereka masih ‘terkejut’ dengan arus deras globalisasi. Banyak dari mereka sering berkelana ke luar negri dan mereka terpesona dengan keadaaan disana, dan ingin ‘memasukkan’ konsep2 itu ke Jakarta, TANPA melihat kondisi Jakarta yg sebenarnya.

Pembangunan seperti ini (yang memasukkan banyak unsur dari luar yang mungkin tidak sesuai dengan jakarta), bukan melulu membangun dengan cara yang lembek, bukan juga membangun dengan kehati2an yang sangat, yang menjadikan Jakarta akan sangat lamban. Bukan. Membangun dengan perencaan dengan seksama, menurutku adalah bagaimana kita semua melakukan pembangunan yang tidak asal2an, dan tidak grasa-grusu. Banyak pertimbangan bahkan penuh pertimbangan, dengan analisa2 yang mendukungnya.

Membangun seperti ini adalah membangun dengan ‘sense’ atau ‘perasaan memiliki’, bahwa kita mencintai Jakarta untuk membuat Jakarta lebih baik!

Misalnya, tentang pemukiman warga kota, bukan hanya sekedar tempat tinggal yang nyaman saja, tetapi juga tentang pemukiman adalah jantung keluarga.Mungkin bisa disebut dengan‘lingkungan kehidupannya’, yaitu dengan lingkungan warga kota, dengagn manusianya, alamnya dengan hubungan antar warga serta networkingnya.

Dan untuk mendapatkan lingkungan kehidupan Jakarta yang nyaman ( Jakarta yg megapolis ), warga Jakarta harus tetap memakai ‘hati’, atau sense atau perasaan memiliki, sehinggakita akan berusaha keras karena ingin terus memiliki tempat yang nyaman untuk rumahnya …..

Banyak dari mereka ingin ‘mengubah’ wajah Jakarta, tetapi belum melihat dan belum membuat ‘feasibility study’ atau membuat riset tentang Jakarta.

Misalnya lagi, Kota Batavia Lama, banyak dari antara mereka, dianggap mempunyai ‘reputasi buruk’ (karena daerah itu semrawut, kotor dan ‘unused area’). Dan mereka menganggap, justru wajah ibu kota Jakarta adalah di daerah poros Thamrin - Sudirman. Padahal, menurutku, justru Kota Batavia Lama-lah yg disebut “Jakarta yang berkarakter”. Dengan sejarahnya.

Pengertian tentang kota Megapolis adalah dimana terdapat hubungan interintegrasi antara kota (suburb) yang kota2 itu menjadi suatu wilayah yang sangat besar. Besar itu bukan hanya diartikan dari fisiknya saja, tetapi juga populasi tinggi, transportasi yg kompleks, ekonomi yg padat dan masif serta sikat2 perkotaan lainnya.

Lalu, dimana letak ‘ancamannya?’

Hubungan antara gedung2 tinggi, manufaktur dan lingkungan harus seimbang, apalagi bila Jakarta ingin membuat kota megapolitan yg sebenarnya bisa menjadikan kota Jakarta bagian dari warga dunia di era globalisasi sekarang ini. Walau untuk itu, tantang warga Jakarta sangat besar kalau tidak mau mendapat ‘ancaman2′ …..

Karena semakin besar Jakarta dan menjadi Megapolitan, akan semakin kompleks permasalahannya. Jika masalah Jakarta sekarang ini belum bisa diatasi, bagaimana dengan masalah2 yang lebih besar?

556820310423bd5e778b4569-574d1907c2afbda405e014aa.jpeg
556820310423bd5e778b4569-574d1907c2afbda405e014aa.jpeg
556820320423bd5e778b456a-574d1911d67a61e104145060.jpeg
556820320423bd5e778b456a-574d1911d67a61e104145060.jpeg
Jakarta dengan kota2 satelitnya ( Dejabotabek ), bisa menjadi ‘kekuatan’ untuk menjadi ‘kota raksasa’, dan hubungan antara kota2 satelit ini. Jakarta memulai proses ‘evolusi’ menjadi kota raksasa. Tetapi jika kota raksasa ini tidak mengandalkan riset dan feasibility study yang komprehensif, megapolitan Jakarta tidak akan berkembang dengan baik, justr malah akan ada ancman2 yg mengganggu kehidupan warga Jakarta …..

Bisa dilihat, Jakarta dikepung oleh beberapa kota yang ini bisa menjadikan megapolitan Jakarta. Kota2 disekitar Jakarta itu, mau tidak mau akan menjadi bagian dari Jakarta, dimana kota2 tersebut mempunyai tempat untuk membangun fasilitas2 dari warga Jakarta, dimana Jakarta tidak bisa memenuhi fasilitas2 itu karena sudah terlalu penuh …..

Dengan berubahnya batas2 kota, menjadikan kota megapolis membuat dan membuka jalur2 transpotasi2 baru, komunikasi baru, ekonomi dan budaya baru, dan sebagainya, sehingga kebutuhan warga suatu kota itu menjadi sangat ‘dilematis’.

Efek tersebut ditinjau dari sisi positif dan negatifnya. Untuk sisi positifnya adalah Jakarta menjadi bagian dari dunia. Era globalisasi, menjadikan Jakarta membentuk kota yg sangat ‘modern’, bukan hanya modern dari segi fisik Jakartanya saja, tapi modern dari segi ‘hati’ warga Jakarta. Megapolitan Jakarta, adalah tempat warga Jakarta menjadi bagian dari warga dunia yg modern dan bersama2 menuju masa depan ……

Bagaimana dengan sisi negatifnya ?

Megapolitan Jakarta, ( ini tentu aku tinjau dari segi fisik Jakarta). Pendekatan ku tentang fisik Jakarta adalah deri perspektif lingkungan ( ekologi ) dan arsitektur. Bahwa Jakarta Megapolitan, membuat factor arsitektur lingkungan ‘dikorbankan’ untuk proses megapolitanisasi.

Karena kota Jakarta yg megapolis adalah sebuah “kota raksasa” pasti akan menyumbang kerusakan arsitektur lingkungan serta ‘kerusakan’ manusianya, warga Jakaarta.

Misalnya, sekarang Jakarta masih sebagai kota metropolitan, sudah menumbang masalah sampah, ekspolitasi air tanah yg berlebihan, polusi udara dan suara, pembebanan tanah dengan munculnya bangunan2 super tinggi yang tidak ada ‘feasibility study’nya, bermunculan daerah ’slum’ dan sebagainya. Bagaimana dengan jika Jakarta sebagai kota megapolitan?

Jadi, itulah sebabnya, banyak konsep2 Jakarta yg mengetengahkan tentang kearifan lokal dalam manajemen kota dan lingkungan. Konsep2 Jakarta yang ku buat, mungkin bisa menjadi konsep ’semangat untuk pembangunan yg berkelanjutan’ terhadap lingkungan fisik Jakarta, menjadikan Jakarta kota yg ‘berkarakter’.

Jakarta yg megapolis, berefek membawa Jakarta menuju krisis lingkungan, juga krisis  warga Jakarta. Beberapa barometer Jakarta menuju krisis lingkungan antara lain :

  • Polusi udara, air dan suara
  • Lingkungan fsik pemukiman
  • Ancaman banjir
  • Hilangnya lahan ruang terbuka hijau dan paru2 kota
  • Tidak terkontrol nya bangunan2 besar dan tinggi, serta pembangunan fisik yang menyelubungi Jakarta dengan beton

Untuk menjadikan megapolitan Jakarta yang tetap bisa menjadikan‘Jakarta kota megapolis yg berkarakter’, adalah ‘kebijakan lokal’ yg berperan sebagi solusi yg mendasar, yaitu kepedulian warga Jakarta.Jika warga Jakarta tetap tidak bisa menunjukkan kepeduliannya untuk bersama2 menuju visi dan misi Jakarta (dari masyarakat untuk masyarakat), akan ada ancaman, yaitu ancaman kehidupan kita di Jakarta, seperti diatas.

Pengembangan “sense of belonging” dari warga kota ini memang yang ingin kutekankan sebagai bagian dari reformasi mental untuk Jakarta. Karena untuk mengacu pada kepedulian warga kota, memang harus benar2 mengedepankan ‘suara hati’ .

Karena jika kita tetap mengeraskan hati kita untuk membangun kota, yang ada adalah, pembangunan yang egois, yang hanya mengacu kepada keuntungan pribadi atau kelompoknya, untuk dapat menikmati Jakarta yang sesuai dengan keinginannya sendiri atau golongan tertentu ….. bukan Jakarta sesuai dengan visi dan misi nya …..

Sebelumnya :

Bom Itu Tinggal Meledak Saja …..

Jakarta “Bunuh Diri?”

Pembodohan dalam “Cemetery View”

Sebuah “Mimpi Ilusi” untuk Jakarta

Jakarta yang “Over Weight”

Bertambah atau Berkurang’kah Luas Jalanan Jakarta?

Antara Kebutuhan dan Keinginan, Antara Kenyataan dan Mimpi [Kaum Hedonis]

‘Turunan’ dan Pasca Konsep MRT

“Pembodohan Diri” Lewat Polusi

Pembangunan Kota yang “Brutal” …..

Fenomena Kaum Urban dan ‘Penduduk Gelap’

Apa yang Tersisa dari ‘Landmark Jakarta?’

Mengeksplor Jakarta lewat ‘Misteri-Misteri’ di Dalamnya

“Pengebirian” Fasilitas Perkotaan, Menghasilkan Kota yang ‘Hilang Kendali’

Reformasi Jakarta? Mulailah dengan “Reformasi Mental Warga”

Keanekaragaman Jangan Sekali-Sekali Diseragamkan!

‘Peluang’ Jakarta Itu Ada dimana?

‘Pukulan’ bagi Pemukiman Jakarta

Reformasi ‘Identitas Kota’ untuk Jakarta

Siapa yang Memanipulasi Jakarta?

Sindrom ‘Mimpi untuk Jakarta’ : Metropolitan dan Kemewahan atau Kesejahteraan?

Jakarta yang ‘Terluka’ dan ‘Bernanah’

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun