Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Tanpa Revolusi Mental, Jakarta bisa “Bunuh Diri?”

30 Mei 2016   11:51 Diperbarui: 30 Mei 2016   16:42 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang aku tuliskan beberapa saat lalu, untuk mereformasi Jakarta, sebenarnya sangat perlu sekali mereformasi warga kota nya dulu. Mengapa?

Karena ketika pemprov Jakarta sudah sangat baik untuk mereformasi kota, tetapi tidak dibarengi dengan reformasi mental penduduk Jakarta, sama saja bohong. 

Misalnya, ketika pedestrian Jakarta sudah dibangun sedemikian dan tidak boleh motor masuk di sana, tetapi pengendara motor tetap naik ke pedestrian walau mereka tau merak salah, karena menghindari kemacetan, apa yang harus kita lakukan? Karena sepertinya, untuk mereka “peraturan itu untuk dilanggar!”

Reformasi Jakarta mungkin hanya sekadar “hangat hangat kotoran ayam,” jika warga kota belum mereformasi dirinya, untuk yang lebuh baik. Walau tidak mudah, kita harus segera sadar bahwa  jika kita ingin Jakarta lebih baik, marilah kita berusaha untuk mendukung Jakarta. 

Untuk reformasi kota, atau mungkin banyak orang berkata tentang PENYELAMATAN KOTA, ada 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

  • Tata kepemerintahan kota
  • Perencanaan fisik yang realistis

Tentang tata kepemerintahan kota, aku tidak bisa berada di sana, karena aku tidak paham tentang itu. Aku adalah seorang arsitek dan perencana kota secara fisik, sehingga aku hanya bisa berkata tentang perencanaan fisik Jakarta yang realistis, disesuaikan dengan keadaan dan kondisi kota kita.

Apa yang ada di Jakarta sekarang ini, memang sudah terlalu ruwet. Kita harus memilah apa yang harus segera ditangani dan apa yang bisa sedikit bersabar menunggu. Tetapi yang ada ternyata semua arus segera ditangani!

Bagaimana?

Yang harus segera dilakukan adalah berusaha untuk tidak melakukan “BUNUH DIRI”. Apa maknanya? Jakarta sudah ‘depresi’. Jika Jakarta diibaratkan manusia, Jakarta cenderung akan bunuh diri, karena sepertinya tidak ada jalan, untuk hidup!

Ketika pembangunan Jakarta itu terus menerus tanpa peduli dengan analisa dampak lingkungan, ketika fisik Jakarta dirusak dengan gedung-gedung dan beton-beton tanpa mengindahkan ekologis dan makhluk hidupnya, dan ketika Jakarta terus diserang oleh kaum urban dan koar-koar kecil atau pedesaan serta ketika Jakarta tidak menutup kran barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan bagi kota, Jakarta semakin kewalahan!

Jakarta tidak mampu menampung kesemuanya itu, dan beban Jakarta semakin berat! Artinya apa? Jelas, Jakarta semakin terpuruk, Jakarta semakin depresi dan Jakarta cenderung semakin ingin bunuh diri!

Bunuh diri secara ekologis ini, justru karena PEMBANGUNAN FISIK KOTA YANG MEMBABI BUTA.Tidak ada jeda untuk lingkungan. Tidak ada ruang hijau terbuka, yang ada hanya sisa-sisa yang hanya sekedar basa basi.

Izin membangun di Jakarta, sepertinya tidak lagi sesuai dengan pembangunan yang berkesinambungan untuk Jakarta yang lebih baik. Hanya dengan desain cantik dari luar negeri, atau desain yang ‘sepertinya’ sudah berwawasan lingkungan, izin dikeluarkan, tanpa ada pendalaman pemikiran tentang dampaknya.

Bukan hanya sekedar analisa dampak lingkungannya saja, tetapi juga analisa perekonomian, sosial serta keberlanjutan kependudukan kota. Apakah desain itu memang ditujukan untuk kesejahteraan warga kota, atau hanya untuk kalangan terbatas??

Lalu kran di Jakarta harus ditutup dari barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan oleh kota. Seperti misalnya, kran-kran mobil dan motor yang tidak diperhitungkan dengan luas jalanan kota, sehingga, apapun yang dilakukan oleh pemprov, kemacetan pasti terjadi, JIKA KRAN-KRAN KENDARAAN BERMOTOR TIDAK DITUTUP, ATAU HARUS DIPERHITUNGKAN DENGAN SEKSAMA, yang harus berbanding lurus dengan penambahan jalanan ibukota.

Keruwetan lalu lintas. Keruwetan dan kejenuhan ‘pasar’. Karena pada kenyataannya, ‘pasar’ itu cenderung hanya dibangun untuk menengah ke atas sementara menengah kebawah semakin merangsek ke daerah slum. Padahal, ‘kekuatan pasar’ Jakarta ada ditangan mereka. Dan Jakarta semakin bingung untuk menghalangi ‘benda-benda yang tidak terlalu berguna’ bagi kota.

Urbanisasi juga merupakan kecenderungan Jakarta untuk bunuh diri! Kepadatan penduduk kota yang semakin lama semakin tidak terbendung. Dampaknya adalah kesenjangan ekonomi antar warga, kecemburuan sosial sampai meningkatnya kejahatan!

Penyelamatan Jakarta ini, sebenarnya harus memulai dari awal, yaitu MANUSIA Jakarta. Sumber daya manusia Jakarta. Tetapi keunggulan SDM Jakarta pun bukah hanya sekedar pendidikan dan skill ya saja. SDM yang berkualitas justru lebih kepada sense atau kepedulian nya untuk berbuat yang terbaik, berkepribadiannya, keuletannya bahkan kejujurannya untuk melayani sesama, yaitu warga kota.

Penyelamatan kota secara berkesinambungan akan membuat kota kita terbangun dari kepedulian warga kota. Reformasi kota, menjadi sebuah tatanan kehidupan warga kota.

***

Pembangunan fisik kota (khususnya Jakarta) yang sangat mengerikan, yang seharusnya dihindarkan oleh pemprov adalah pembangunan segala hal yang identik dengan ‘MENCAPLOK’ kenyamanan kota yang seharusnya. Seperti pembangunan mix-used di Jakarta, yang berkibar di seantero kota, berdesak-desakan, sehingga timbul kejenuhan pasar, dan membuat kaum urban dari pedesaan silau datang ke Jakarta, tanpa mempunyai bekal hidup disana.

Ketika mix-used serta apartemen mewah tega memindahkan warga kota karena sudah tidak ada lagi tempat murah yang nyaman di dalam Jakarta, mereka pun berbondong-bondong mengungsi ke pinggiran kota, yang hasilnya PEMEKARAN KOTA yang tidak terbendung.

Hasilnya?

Ya ….. inilah Jakarta sekarang ini ……

By Christie Damayanti

Sebelumnya :

Pembodohan dalam “Cemetery View”

Sebuah “Mimpi Ilusi” untuk Jakarta

Jakarta yang “Over Weight”

Bertambah atau Berkurang’kah Luas Jalanan Jakarta?

Antara Kebutuhan dan Keinginan, Antara Kenyataan dan Mimpi [Kaum Hedonis]

‘Turunan’ dan Pasca Konsep MRT

“Pembodohan Diri” Lewat Polusi

Pembangunan Kota yang “Brutal” …..

Fenomena Kaum Urban dan ‘Penduduk Gelap’

Apa yang Tersisa dari ‘Landmark Jakarta?’

Mengeksplor Jakarta lewat ‘Misteri-Misteri’ di Dalamnya

“Pengebirian” Fasilitas Perkotaan, Menghasilkan Kota yang ‘Hilang Kendali’

Reformasi Jakarta? Mulailah dengan “Reformasi Mental Warga”

Keanekaragaman Jangan Sekali-Sekali Diseragamkan!

‘Peluang’ Jakarta Itu Ada dimana?

‘Pukulan’ bagi Pemukiman Jakarta

Reformasi ‘Identitas Kota’ untuk Jakarta

Siapa yang Memanipulasi Jakarta?

Sindrom ‘Mimpi untuk Jakarta’ : Metropolitan dan Kemewahan atau Kesejahteraan?

Jakarta yang ‘Terluka’ dan ‘Bernanah’

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun