Bunuh diri secara ekologis ini, justru karena PEMBANGUNAN FISIK KOTA YANG MEMBABI BUTA.Tidak ada jeda untuk lingkungan. Tidak ada ruang hijau terbuka, yang ada hanya sisa-sisa yang hanya sekedar basa basi.
Izin membangun di Jakarta, sepertinya tidak lagi sesuai dengan pembangunan yang berkesinambungan untuk Jakarta yang lebih baik. Hanya dengan desain cantik dari luar negeri, atau desain yang ‘sepertinya’ sudah berwawasan lingkungan, izin dikeluarkan, tanpa ada pendalaman pemikiran tentang dampaknya.
Bukan hanya sekedar analisa dampak lingkungannya saja, tetapi juga analisa perekonomian, sosial serta keberlanjutan kependudukan kota. Apakah desain itu memang ditujukan untuk kesejahteraan warga kota, atau hanya untuk kalangan terbatas??
Lalu kran di Jakarta harus ditutup dari barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan oleh kota. Seperti misalnya, kran-kran mobil dan motor yang tidak diperhitungkan dengan luas jalanan kota, sehingga, apapun yang dilakukan oleh pemprov, kemacetan pasti terjadi, JIKA KRAN-KRAN KENDARAAN BERMOTOR TIDAK DITUTUP, ATAU HARUS DIPERHITUNGKAN DENGAN SEKSAMA, yang harus berbanding lurus dengan penambahan jalanan ibukota.
Keruwetan lalu lintas. Keruwetan dan kejenuhan ‘pasar’. Karena pada kenyataannya, ‘pasar’ itu cenderung hanya dibangun untuk menengah ke atas sementara menengah kebawah semakin merangsek ke daerah slum. Padahal, ‘kekuatan pasar’ Jakarta ada ditangan mereka. Dan Jakarta semakin bingung untuk menghalangi ‘benda-benda yang tidak terlalu berguna’ bagi kota.
Urbanisasi juga merupakan kecenderungan Jakarta untuk bunuh diri! Kepadatan penduduk kota yang semakin lama semakin tidak terbendung. Dampaknya adalah kesenjangan ekonomi antar warga, kecemburuan sosial sampai meningkatnya kejahatan!
Penyelamatan Jakarta ini, sebenarnya harus memulai dari awal, yaitu MANUSIA Jakarta. Sumber daya manusia Jakarta. Tetapi keunggulan SDM Jakarta pun bukah hanya sekedar pendidikan dan skill ya saja. SDM yang berkualitas justru lebih kepada sense atau kepedulian nya untuk berbuat yang terbaik, berkepribadiannya, keuletannya bahkan kejujurannya untuk melayani sesama, yaitu warga kota.
Penyelamatan kota secara berkesinambungan akan membuat kota kita terbangun dari kepedulian warga kota. Reformasi kota, menjadi sebuah tatanan kehidupan warga kota.
***
Pembangunan fisik kota (khususnya Jakarta) yang sangat mengerikan, yang seharusnya dihindarkan oleh pemprov adalah pembangunan segala hal yang identik dengan ‘MENCAPLOK’ kenyamanan kota yang seharusnya. Seperti pembangunan mix-used di Jakarta, yang berkibar di seantero kota, berdesak-desakan, sehingga timbul kejenuhan pasar, dan membuat kaum urban dari pedesaan silau datang ke Jakarta, tanpa mempunyai bekal hidup disana.
Ketika mix-used serta apartemen mewah tega memindahkan warga kota karena sudah tidak ada lagi tempat murah yang nyaman di dalam Jakarta, mereka pun berbondong-bondong mengungsi ke pinggiran kota, yang hasilnya PEMEKARAN KOTA yang tidak terbendung.