Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pembodohan dalam “Cemetery View”

27 Mei 2016   14:14 Diperbarui: 27 Mei 2016   14:24 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.ctvnews.ca

Siapa yang mau tinggal di kuburan?

Pasti tidak ada yang mau. Tetapi kenyataannya, ratusan, bahkan puluhan warga Jakarta, justru warga berduit, mau2nya tinggal di kuburan!

Hahaha ….

“Pembodohan” warga Jakarta, terjadi ketika makam Menteng Pulo sebagian lahan kavling2 disana dijadikan apartemen mewah! Siapa lagi penghuninya?? Yaitu, warga Jakarta yang MAU dan MAMPU membeli unit2 disana.

Aku sebagai arsitek jika aku mendesain apartemen, lingkungan yang aku garap adalah minimal taman atau kolam renang. Jika apartemennya berada di dekat air, apa view yang terjadi adalah laut atau sungai. Wajar kan? Pemandangan utama itu justru sangat berpengaruh dengan harga2 yang ditawarkan ……

Sea View, atau Garden View, mungkin itu sangat cocok jika memberikan fasilitas pemandangan untuk harga jualnya, yang pasti lebih mahal daripada pemandangan hanya sekedar jalan raya.

Tetapi, mungkin kah “Cemetery View”, dijadikan konsep harga jual termahal, jika kita membeli unit2 di beberapa apartemen mewah di sepanjang Jakan Casablanca??

Tidak tahu pasti sih ….. tetapi yang jelas, si empunya unit2 apatemen2 mewah dan mahal disana itu, berarti mereka menempati kasur yang berada di atas lahan kuburan!

“Pembodohan” ini mungkin tidak ada yang menyadari. Ketika tanah dan lahan pemakaman kota Jakarta itu “diserobot” oleh pengembang, pernahkah terpikir bahwa sebenarnya lahan pemakaman adalahsalah satu lahan yang POTENSIAL untuk RTH (ruang terbuka hijau) dan penghijauan???

Potential untuk RTH dan penghijauan tersebut saja, pemerintah belum melakukan sesuatu. Yang ada pemakaman2 negara di Jakarta, masih hanya sekedar tanah pekuburan , bukan menjadikan lahan yang potensial bagi paru2 ibu kota.

Lihat tulisanku Boleh kan, Jika TPU Menjadi Program Rencana 30% RTH Jakarta?

Pemerintah belum melakukan apapun, sehingga justru lahan pemakaman Jakarta, penuh dengan kambing2 dan domba2, pedagang2 bunga, bahkan tempat tinggal gelandangan sampai tempat pelacuran2 karena gelap.

Ketidak-pedulian dan tidak-mautahuan ‘mereka’, menjadikan lahan pemakaman dianggap sebuah lahan yang bisa ‘dijadikan duit’. Toh, siapa sih yang mau datang ke kuburaan, kecuali disaat2 tertentu saja? Padahal lahan beberapa pemakaman memang berada di tempat2 strategis, dimana jika dijual nilainya pasti sangat mahal!

Contohnya adalah TPU Menteng Pulo.

Daerah lahan pemakaman disana sangat luas, sekitar 11.000 Ha. Ketika jalan raya Casablanca dibangun, TPU ini dibongkar dan ratusan kavilng dijadikan jalan. Mungkin kalau jalan raya ini dibangun, tentu sudah dilakukan survey yang mendalam sebelumnya. Tetapi setelah jalan Casablanca ada, semakin menariklah lahan2 di sisi jalan itu, untuk dijadikan bangunan2 umum, yang pastinya menjadi lahan mahal.

Lalu banyak pengembang yang tertarik untuk “membeli” lahan tersebut dan dijadikanlah apartemen2 mewah dengan “cemetery view” yang “indah menawan” ……

Untuk lahan pemakaman di pedesaan di Indonesia, merupakan lahan yang dikeramati. Tidak boleh pedagang, apalagi rumah. Tetapi di Jakarta, lahan pemakaman salah2 malah digusur, dijadikan apartemen atau mix-used. Sering kali, warga Jakarta justru ketakutan bahwa kuburan sanak saudara dibongkar atau dipindahkan. Dan issue yang berkembang, TPU Menteng Pulo sepertinya akan menjadi kenangan saja, nantinya …..

**Padahal makam papa dan kakakku sekarang berada di TPU Menteng Pulo …..**

Ketika pemerintah Jakarta mulai sadar tentang lahan pemakaman yang seharusnya menjadi lahan penghijauan, penyerapan dan RTH, mungkin sudah terlambat. Pengembang2 sudah mengambil alih lahan2 itu. Padahal dengan area sekitar 11.000 Ha, Jakarta akan mempunyai RTH, penyerapan dan lahan hijau sebagai paru2 kota yang cukup luas.

Kenyataan kebutuhan kota untuk penghijauan sebenarnya sangat mendesak. Dari kebutuhan minimal hijau sekitar 30% luas kota Jakarta, sekarang ini hanya mempunyai ruang hijau sekitar 9% sampai 11% saja. Sangat jauh!

Jauhnya lahan hijau kota, tentunya berdampak dengan tingkat stress warga kota. Ini hanya dari kebutuhan “menghirup udara segar” saja, akan menjadikan warga kota semakin stress.

Bayangkan, ketika kita bekerja keras tetapi kita tiak bisa menghirup udara segar, maka sesak nafaslah kita. Apalagi meang tidak ada harapan, berapa lama lagi kita bisa ‘bernafas’ dan menghembukan nafas dengan nyaman?

“Pembodohan” rumah di kuburan pun berlanjut, ketika Jakarta semakin serakah. Kenyamanan dan ketenangan yang sudah berpulang menghadap Tuhan, semakin tidak tenang dengan ketidak-pedulian pemerintah untuk mengedepankan TPU sebagai lahan pemakaman.

Seperti di tulisanku tentangCerita di TPU Menteng Pulo,  pengawasan yang menerus adalah yang memang dibutuhkan. Tidak salah jika penggembala melepaskan kambing2 dan domba2 mereka memakan rerumputan di lahan pemakaman, tetapi tidak seharusnya mereka membiarkan peliharaannya mengotori lahan iru.

Begitu juga, ketika wara sekitarnya berjualan dan mengotori lahan tersebut. Atau ketika pemerintah menanam Pohon Kurma, tetapi tidak diurus dan tidak dirawat, itu juga melambangkan keserakahan sebagai alat untuk egoism diri …..

Lihat tulisanku Kisah Pohon Kurma yang ‘Merana’ di Jakarta [Barisan Foto]

Reformasi Jakarta itu termasuk banyak jenis “pembodohan” warga. Tidak banyak yang sadar akan hal itu, tetapi kupikir semakin kesini akan semakin mengerti tentang sebuah KEPEDULIAN yang hakiki. Bukan hanya tentang lahan pemakaman ini saja, tetapi masih banyak yang lain, yang seharusnya Jakarta semakin peka, untuk merombak dirinya, lebih baik lagi …..

Sebelumnya :

Sebuah “Mimpi Ilusi” untuk Jakarta

Jakarta yang “Over Weight”

Bertambah atau Berkurang’kah Luas Jalanan Jakarta?

Antara Kebutuhan dan Keinginan, Antara Kenyataan dan Mimpi [Kaum Hedonis]

‘Turunan’ dan Pasca Konsep MRT

“Pembodohan Diri” Lewat Polusi

Pembangunan Kota yang “Brutal” …..

Fenomena Kaum Urban dan ‘Penduduk Gelap’

Apa yang Tersisa dari ‘Landmark Jakarta?’

Mengeksplor Jakarta lewat ‘Misteri-Misteri’ di Dalamnya

“Pengebirian” Fasilitas Perkotaan, Menghasilkan Kota yang ‘Hilang Kendali’

Reformasi Jakarta? Mulailah dengan “Reformasi Mental Warga”

Keanekaragaman Jangan Sekali-Sekali Diseragamkan!

‘Peluang’ Jakarta Itu Ada dimana?

‘Pukulan’ bagi Pemukiman Jakarta

Reformasi ‘Identitas Kota’ untuk Jakarta

Siapa yang Memanipulasi Jakarta?

Sindrom ‘Mimpi untuk Jakarta’ : Metropolitan dan Kemewahan atau Kesejahteraan?

Jakarta yang ‘Terluka’ dan ‘Bernanah’

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun