Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Reformasi ‘Identitas Kota’ untuk Jakarta

16 Mei 2016   11:21 Diperbarui: 16 Mei 2016   12:52 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti


Pertanyaannya adalah : Bagaimana identitas Jakarta, sebagai ibukota Indonesia?

Sebelumnya :

Siapa yang Memanipulasi Jakarta?

Sindrom ‘Mimpi untuk Jakarta’ : Metropolitan dan Kemewahan atau Kesejahteraan?

Jakarta yang ‘Terluka’ dan ‘Bernanah’

Kembali lagi tentang kota tercinta kita, Jakarta. Pembangunan Jakarta yang menggebu-gebu, ternyata bukan hanya membuat Jakarta semakin tidak terarah. Konsep pembangunan Jakarta itu memang sudah lama, mulai jaman colonial Belanda. Jakarta ingin diubahnya sebagai ‘Amsterdam’ kecil di Asia, dengan  banyaknya sungai-sungai Jakarta. Konsep Jakarta ala Belanda.

Pada saat Jakarta menjadi kota merdeka serta hidup sebagai ibukota Negara Indonesia, tidak salah jika kita tetap mengacu awal mula konsep Jakarta tersebut, karena ketika Indonesia merdeka dan Jakarta juga merdeka, konsep Jakarta itu sudah “terlanjur” jadi, dimana sangat tidak salah mengikuti awal mula konsep tersebut.

Tetapi keadaan ‘berbalik’, ketika sebagian warga Jakarta merasa ingin menjadikan Jakarta sebagai ‘Indonesia’, BUKAN Belanda. Padahal, sejarah merupakan cikal bakal semuanya! Dan sejarah justru merupakan awal dari budaya sebagai kota yang bermartabat. Jakarta yang pernah di duduki Belanda, dengan budaya lokal Betawi dan kota lama Batavia, apakah yang diharapkan, ketika semuanya itu musnah?

Mengapa aku katakan demikian, tentang sebagian warga untuk “menghilangkan” sejarah?

Hatiku miris, ketika kita menapaki Kota Lama Jakarta atau Batavia Lama, di daerah Kota Jakaarta Barat. Dari awal ujung jalan Gajah Mada di Harmoni, sampai ke pelabuhan Sunda Kelapa, berapa banyak bangunan2 sejarah Batavia Lama yang masih berdiri DENGAN KONDISI YANG LAYAK?

Dan berapa banyak bangunan-bangunan lama di seluruh penjuru Jakarta peninggalan sejarah, yang masih di perhatikan oleh pemerintah atau si empunya bangunan?

Bahkan, Gedung Harmoni lama yang sekarang sudah almarhum, merupakan saksi egois pemerintah Jakarta, yang hanya ingin membangun yang baru tanpa mengindahkan sejarah!

“Gedung Harmoni” adalah gedung Belanda yang dulu terletak di ujung jalan Veteran dan Majapahit, kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Gedung ini mulai dikerjakan tahun 1810 dan digunakan sebagai tempat perkumpulan (societeit) dan pesta orang Belanda. Pendirian gedung itu diprakarsai oleh Gubernur JendralReinier de Klerk tahun 1776. Gedung ini kemudian dirobohkan pada bulan Maret 1985, karena pertimbangan perluasan jalan. (Wikipedia).

“Pertmbangan Peluasan Jalan?” Hmmmmm ……

Ketika aku sering melakukan survei perkotaan dimana kota-kota dunia ternyata sangat peduli dan mampu untuk “mengalahkan” kepentingan dan egoistis warga, miris hatiku semakin bertambah! Coba perhatikan foto dibahawh ini:

20072009-013-aaaaa-57395fec45afbd3b0726fd28.jpg
20072009-013-aaaaa-57395fec45afbd3b0726fd28.jpg
Seoul di ibukota Korea Selatan adalah salah satu kota dunia yang mampu “mengalahkan” keegoisan warganya. Coba lihat! Bangunan sejarah ini berada di tengah-tengah kota, dimana seharusnya untuk perluasan jalan umum, tetapi justru bangunan ini sebagai salah satu ‘point of interest’ bagi ibu kota Korea selatang ini...

Dan aku sangat pasti, jika ada banguan peninggalan sejarah di tengah2 kota, warga atau bahkan pemerintah kota, akan sangat senang jika bangunan ini di hancurkan...

Lihat juga tentang beberapa foto di kota Tua Jakarta dan Pecinan di Glodog, Jakarta :

kotatua2-5739600c0f97736110592521.jpg
kotatua2-5739600c0f97736110592521.jpg
Ini adalah salah satu bangunan peninggalan kolonial Belanda yang tidak terawat, bahkan menjadi ‘sarah hantu’. Bahkan di foto kiri atas, sepertinya mulai ingin ditempati sebuah kgiatar “Old City”, tetapi terlihat semakin kabur dengan sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan kegiatan itu...

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Pecinan di Glodog ini sangat ramai. Si empunya bangunan peninggalan sejarah kaum pedagang dari China zaman kolonial Belanda, sepertinya sangat sibuk mengurus bisnisnya, sehingga “lupa” untuk menjaga dan merawat rumah mereka.

Dan pemerintah pun belum terusik untuk mengajak mereka untuk peduli dengan rumah mereka sebagai budaya lama dan bisa menjadi saksi sejarah Jakarta sampai masa depan...

Menjamurnya pembangunan Jakarta tanpa mengindahkan konsep Jakarta yang harusnya peduli dengan perkembangan sejarah Jakarta dengan banyak unsur kebudayaan dunia (Belanda, China dan tradisional Betawi), menambah miris hatiku.

Semuanya ingin dijadikan “Jakarta Modern”. Padahal justru identitas Jakarta itu adalah dari SEJARAH nya! Bahwa Jakarta yang pernah diduduki bangsa asing, dengan pedagang2 China yang mencari rempah2, serta budaya local Betawi, akan semakin memberikan ICON dunia! Karena jika hanya kita membangun Jakarta Modern, lama2 siapa wisatawan yang akan tertarik ke Jakarta?

Karena Jakarta Modern hanya sebuah kota metropolitan (atau nanti sebagai kota megapolitan), HANYA SAMA SAJA DENGAN KOTA2 METROPOLITAN DUNIA yang lain, TANPA IDENTITAS Indonesia sebagai bangsa yang mempunyai budaya dan sejarah yang luar biasa!

Pembangunan yang gegap gempita mewarnai semua unsur ibu kota, dan lupa bahwa untuk membangun Jakarta, kita harus peduli dengan lingkungannya, peduli dengan dampak2 yang terjadi secara social dan budayanya, bahkan harus peduli dengan estetis kotanya...

Unsur sejarah kota (Jakarta) ini adalah salah satu paradox, yang menambah panjang permasalahan ibukota. Inilah yang merupakan tugas para perencana kota serta pemerintah kota, untuk menentukan kebijakkan2 demi sebuah kota yang mempunyai identitas serta peduli dengan kebutuhan warganya.

Bukan sekedar membangun kota tanpa aturan, yang penting kota kita mewah, ‘hidup’, modern dan pusat kota metropolitan saja!

Bukan hanya sekedar merasa bahwa “Jakarta adalah kota yang merdeka dan tidak mau di domplengi sejarah suramnya” saja!

Dan bukan hanya sekedar ‘merayakan’ dan berhura2 membangun Jakarta sebagai kota penuh dengan kegembiraan saja …..

Jadi, siapa yang bilang bahwa menjabat di pemerintahan kota itu menyenangkan? Siapa bilang? Karena Jakarta mempunyai tanggung jawab besar, untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara ber-identitas dan sebagai salah satu icon dunia...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun