Â
By Christie Damayanti
 www.merdeka.com
Sebelumnya : Jakarta yang ‘Terluka’ dan ‘Bernanah’
Aku pernah membaca di sebuah referensi tentang perkotaan. Bahwa kota merupakan lading pertempuran ekonomi, dimana siapa yang mempunyai uang dan kuasa, dia atau mereka lah yang menentukan nasib kota tersebut, termasuk bagaimana wajah kota.
Itu yang aku tuliskan di artikelku tentang Jakarta yag ‘Terluka’ dan ‘Bernanah’. Untuk Jakarta sendiri, telah terluka dan bernanah. Dengan pertempuran yang semena2 antara kaum berduit yang ‘ingin mengubah Jakarta’ sesuai dengan kemauannya, mengobrak abrik siapapun yang menghalangi. Misalnya, ketika ada TPU yang menghalangi jalannya untuk membangun perumahan, padaham TPU itu sendiri memang sesuai dengan peruntukkannya, pun diterjangnya, dan TPU mengalah ke pinggiran kota.
Mungkin ketika pinggiran kota semakin padat, dan kaum berduit ingin membangun perumahan yang baru, pastilah TPU itu juga akan di terjangnya. Masuk akan, kan?
Sebenarnya, sebagai urban planner, semuanya akan mengarah kepada kenyamanan kota untuk tempat tinggal, dengan pakem2 yang memang sesuai dengan banyak study kasus di banyak negara. Semuanya mencakup keseimbangan ekologis, kenyamanan warga kota, etika pembangunan, social kemanusiaan (termasuk untuk kaum disabilitas, keadilan sosial, kehidupan, pekerjaan, dll), kepedulian pemerintah serta konservasi energy dan estetika lingkungan.
Bayangkan, ketika Jakarta digambarkan sebagai kota yang ramah terhadap social kemanusiaan, dengan segala kepeduliannya lewat keseimbangan ekologi, etika pembangunan serta kepedulian pemerintah, Â tentu lah Jakarta layak disebut sebagai kota yang nyaman bertempat tinggal. Pasti demikian, bukan?
Konsep Jakarta Kota Metropolitan bahkan beberapa pakar sudah mencanangkan Jakarta Kota Megapolitan, benarkah demikian? Mungkinkan justru bukan Jakarta yang demikian, tetapi menjadi Jakarta yang menyengsarakan? Jakarta yang tidak nyaman untuk tempat tinggal? Jakarta yang hanya nyaman bagi beberapa orang saja karena mereka bisa melakukan apa saja di Jakarta, sementara orang lain harus kembang kempis untuk hidup?
Di Jakarta sendiri, banyak ‘peperangan’ antara sebuah ‘kekuatan’ yang ingin mengobrak abrik sejarah perkotaan Jakarta dengan yang peduli dengan rupa dan wajah Jakarta sejak jaman Batavia Lama. ‘Kekuatan’ itu sudah ada sejak lama, dan sudah berhasil untuk merobohkan beberapa bangunan tua, yang notebene merupakan salah satu peninggalan sejarah kota kita ini. Jika kita ingat bangunan tua di Harmoni Lama, yang disulap menjadi gedung baru (Sekretariat Negara), yang memang juga untuk kepemerintahan. Tetapi, tidak kah bisa duduk bersama untuk mengulas dan berdiskusi demi hasil yang terbaik? Tidak harus merobohkan bangunan lama, tetapi bisa dipugar dan dibangun ‘anak2 bangunan’ induk di sekeliling bangunan lama? Kupikir, itu akan menjadi jalan yang terbaik. Win-win solution ….. Â