Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Jakarta yang ‘Terluka’ dan ‘Bernanah’

20 April 2016   11:53 Diperbarui: 20 April 2016   12:06 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

[caption caption="wall.alphacoders.com'][/caption]Semakin kesini, aku sebagai warga kota yang mengamati ruang perkotaan (khususnya Jakarta), dan yang peduli tentang 'bagaimana kita nyaman di tempat tinggal kita', merasakan Jakarta semakin lama semakin menjadi "hutan". Dimana terdapat sesuatu sebagai "raja hutan", siapa yang kuat dia adalah penguasa dan Jakarta berada dalam genggamannya.

Aku tidak mau masuk ke ranah 'manusia'nya, supaya jangan rancu karena aku tidak mau berada dalam konflik yang berkepanjangan. Tetapi aku selalu berada dalam ranah pengetahuanku, sebagai arsitek dan urban planner, tentang fisik Jakarta, yang semakin lama memang semakin pincang.

Pada kenyataanya, pembangunan kota khususnya di Indonesia, terlebih kota Jakarta sebagai ibukota negara, sangat bersifat sporadis. Kota membangun dan terus membangun tanpa mengindahkan apa yang baik atau apa yang tidak baik. Bagi siapa tang mempunyai ide dan dana, mereka langsung membangun. Segera. Apapun itu.

Terlihat contoh kecil saja di sebuah perumahan. Ketika seseorang mempunyai rumah disana dan merasa bosan atau rumah nya butuh perbaikan, tanpa ba bi bu dia langsung merenovasi rumahnya, ditinggikan sampai 1 atau 2 meter dari permukaan jalan di depannya ( katanya supaya tidak banjir), menambah 1 lantai lagi dan ..... voilaaaaa ..... jadilah sebuah tumah mentereng, setinggi 3x rumah2 di sekelilingnya dengan arsitektur amburadul walaupun materialnya (terlihat) mewah .....

Itu ternyata "menular". Ketika tetangganya menyulap rumahnya menjadi "wah dan mewah", yang punya uang pun langsung melakukan hal yang sama, bahkan kalau bisa lebih "mewah" lagi dibanding pendahulunya, supaya lebih terlihat kaya atau alasan2 yang lain. Dan itu berulang terus. Penyakit menular ini sampai ke tetangga perumahan hingga akhirnya mengubah perkotaan semakin amburadul.

Belum lagi bangunan2 lainnya. Skala kecil saja. Skala manusia. Bukan bangunan2 perkotaan yang besar2 dan raksasa. 'Human scale', tetapi justru manusia2 ini akan 'menggigit' dan mencabik perkotaan seperti semut2, kecoak2 tau tikus2 yang biasanya berada di titik terendah dalam kehidupan. Dan berakibat perkotaan tercabik, terlukai mungkin sampai bernanah, bahkan sampai "terbunuh" .....

Lebay? Tidak!

Mungkin tidak banyak yang tahu dan mau tahu sebuah ketergantungan antar satu titik ke titik yang lain. Bahwa jika titik A berubah, maka titik B pun pasti berubah. Mungkin tidak langsung tetapi suatu saat bukan hanya titik A atau titik B saja yang berubah, bahkan titik C, D, E .... bahkan sampai AA', AAA' sampai seterusnya, tergantung bagaimana dan kapan alam meresponnya.

"Membunuh" perkotaan itu selalu terjadi, terutama di negara2 maju. Dimana warga negara tersebut merasa gerah dan "tertular" dari negara maju dan ingin SEGERA dan SEGERA membangun negara mereka, tanpa mengindahkan kepedulian lingkungan, tanpa mengindahkan peraturan (peraturan disini sudah ada tetapi ditelikung menjadi abu2), dan tanpa peduli tentang apapun. Semangat membangun negara menjadi semangat menjadi 'raja yang berkuasa', karena itu adalah titik yang terberat! Perbedaan antara “membangun” dan “egois” adalah sangat tipis .....

Bukan hanya Indonesia dengan Jakarta nya saja, tetapi di negata2 berkembang yang lain pun tidak jauh berbeda. Ketidaknyamanan kita sebagai warga kota semakin bertambah dengan hasil pembangunan yang ternyata tidak sesuai dengan yang diinginkan semuanya.

Balik lagi ke contoh rumah2 yang sudah tidak sesuai dengan perencanaan kota.

Rumah2 yang sudah di renovasi tanpa mengindahkan lingkungan. Rumah2 yang sudah di alih fungsikan menjadi resto, cafe bahkan taman kanak2, dengan dalih 'kebutuhan'. Padahal kota sendiri sudah mempunyai zone2 sesuai dengan kebutuhan dengan perhitungan2 dan pakem2 nya. Dan "dalih" itu juga yang menambah antrian yang akan bisa memggerogoti, mencabik dan membunuh perkotaan dengan skala yang berbeda .....

Lalu hasilnya apa?

Di perumahan yang berubah menjadi "hutan rimba", ternyata justru membuat warga resah karena berbgai macam polusi. Polusi suara (karena ada resto, cafe, toko kelontong atau TK), polusi bau (kareba sampah resto atau asap mobil yang senakin banyak) atau polusi kekacauan dan polusi parkir. Semuanya mengganggu warga di sekelingnya. Terlebih jika warga tersebut tidak mempunyai uang lebih dan mereka menjadi haters karena kecemburuan yang memicu kekacauan dan kejahatan.

Akhirnya apa?

Perumahan tersebut semakin menjadi "hutan rimba" dan menular ke perumahan yang lain. Sampai dititik perkotaan yang 'bernanah', bahkan akan bisa 'terbunuh' .....

Jangan lupa, contoh diatas hanya 1 masalah saja dan hanya 1 titik saja. Masih banyak titik2 yang ada. Mungkin ratusan titik bahkan ribuan. Dan 'penyakit menular' ini alan semakin menggerogoti perkotaan. Menular ke kota2 lain sampai dititik kehidupan bernegara.

Kota yang tidak nyaman untuk tempat tinggal, cenderung tidak menjadikan kota itu 'maju'. Bahkan semakin ‘tertutup’ dan amburadul, yang mengakibatkan frustasi dan keputusasaan bagi warganya.

Misalnya, permasalahan tentang jalan yang tidak bertambah sementara kendaraan bermotor justru semakin meningkat, merupakan salah satu yang menggerogoti perkotaan.

Akibatnya kekecewaan warga dengan membabi buta dalam kemacetan yang tidak terurai, bahkan warga pejalan kaki kecewa karena motor menempati trotoar mereka, adakah yang mau membayangkan betapa perkotaan memang sedang dalam taraf frustasi???

Kemudian tentang sanksi.

Kita kembali dengan contoh di perumahan. Bahwa perumahan itu memang peruntukkannya adalah untuk tempat tinggal, bukan untuk berdagang. Tetapi tidak demikian dengan kenyataannya.

Aku yakin bahwa pemda "tahu" hal tersebut, bahwa ada warga yang nakal dengan dalih2 beraneka ragam. Seharusnya sanksi dilakukan tetapi tidak dilakukan. Seperti konsep "penyakit menular", jika penyakit itu tidak diobati, akibatnya penyakit itu menyeruak kemana2. Ber-metastase. Seperti kanker.

Jadi,

Awalnya, dari seorang warga yang merenovasi dengan tidak peduli tentang lingkungan, menular kepada warga yang lain, menular kepada perumahan lain, kota lain. Lalu juga si pemberi sanksi pura2 tidak tahu atau tidak peduli, menular ke masalah yang lebih besar. Dan bersama2 pentakir menular yang berbeda itu terys ber-metastase, sampai kota bahkan negata ketularan, penyakit semakin berat, sampai bernanah ...... dan selanjutnya, dan selanjutnya, dan selanjutnya ....

***

“Pembunuhan” atau mungkin lebih tepat dikatakan bukan pembunuhan, tetapi “bunuh diri” (?) perkotaan, sebenarnya bukan salah kota – nya, tetapi warga kota, skala manusia, yang cenderung “buas”, sebagai “raja rimba”,yang melakukan “bunuh diri berencana”, tanpa mereka pun sadar bahwa hasil dari pembangunan mereka itu, merupakan “rancanganan bunuh diri”. Kalau “pembunuhan” perkotaan, berarti ada orang lain atau sesuatu yang melakukannya, di pihak ke-3. Ya ….. mungkin lebih tepat dikatakan “bunuh diri” ……

Dan semakin penyakit menular tidak bisa tertangani dan semakin hasil pembangunan menjadikan alam “marah” serta perkotaan menjadi frustasi, hasilnya adalah kota berada dalam “hutan rimba”, siapa yang kuat dialah yang menang. Akbatnya, warga kota yang biasa2 saja bahkan yang berada di bawah, akan semakin tersingkir, tersisih, terbuang dan menghilang entah kemana …..

Sekali lagi aku Tanya, apakah pengandaian tulisanku ini lebay? Lebay kah?

Semua tergantung pada yang membaca.

Tetapi sebagai aku yang sangat peduli dengan perkembangan Jakarta, pengandaianku sama sekali tidak lebay. Bahkan aku menyatakan prediksi, entah kapan ini terjadi. Bukan hanya tentang fisik kota, tetapi juga fisik alam (misalnya tentang air, penghijauan atau bahkan udara. Semuanya tergantung pada respon alam (fisik kota). Dan alam sendiri tidak bisa menahan jika ‘dia’ ingin bergejolak …..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun