Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Identitas Jakarta Lewat Sebuah “Skyline”

23 Maret 2016   12:40 Diperbarui: 23 Maret 2016   14:12 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="www.property-report.com"]

[/caption]Mendesain memang tidak ada yang salah atau benar. Mendesain itu lebih kepada “seni”, mencari yang tercantik dari semua yang cantik. Tetapi mendesain juga bukan sekedar “mencari sesuatu yang cantik” saja, tetapi sangat bergantung kepada siapa yang menikmatinya. Itu pun sangat subyektif!

Memang, mendesain itu susah-suah gampang!

Sehingga dalam ilmu mendesain,bisa dikatagorikan sebagai “seni”, tetapi mampu memenuhi kebutuhan lingkungan. Dan itu selaras dengan keinginan lingkungan, termasuk pada manusianya.

Berbeda dengan mendesain perkotaan. Karena mendesain perkotaan, sangat berhubungan dengan keselarasan sebuah tempat tinggal warga kota. Dimana mendesain perkottan sangat berhubungagn dengan kenyamanan hidup, dengan zoning-zoning2 yang sesuai dengan kesehatan, kenyaman, lingkungan, dan sebagainya.

Termasuk juga mendesain perkotaan, berhubungan dengan ‘skyline’. Yang dimaksud dengan ‘skyline’ perkotaan adalah sekumpulan bangunan yang dilatar-belakangi oleh langit, dimana keseluruan atau sebagian titik pandang kota yang terdiri dari gedung2 dan bangunan2 berbagai ornament kota, merupakan latar depan dari langit perkotaan.

Dengan kata lain, ‘skyline’ perkotaan dapat menjadi artificial garis langit, yang dibentuk dari keseluruan ornaen sebuah kota.

‘Skyline’ memiliki fungsi sebuah ‘sidik jari’ bagi sebuah kota, sehingga tidak pernah ada 2 atau lebih, yang memiliki ciri yang sama dalam hal titik pandang. Dimana alasan inilah yng membut banyak acara televise, menggunakan ‘skyline’ perkottan, untuk memberikan gambaran mengenai latar belakang lokasi.

Lalu, apa maksud dari artikel ini?

Ketika kita memandangskyline perkotaan, dalam hal ini adalah kota Jakarta, berarti kita berada dalam ranah local budaya dan ciri khas kota Jakarta. Itu intinya, dimana masing2 kota akan membuat skyline nya sendiri2. Dan ternyata, ketika kita melihat skyline Jakarta, ternyata mungkin kita tidak bisa melihat sebuah ciri khas perkotaan, karena semuanya sangat SAMA sebagai Jakarta Metropolitan! Tanpa perbedaan! Alhasil, mungkin saja warga negara Indonesia sendiri yang tinggal di Indonesia bagian barat atau bagian timur, sama sekali tidak tahu bahwa skyline itu adalah skyline Jakarta! Mengapa? Ya … karena tidak meninggalkan ciri khas sebagai skyline Jakarta! Yang ada adalah skyline Jakarta,

TANPA IDENTITAS!

Karena aku berkecimpung dengan dunia konstruksi dan membangun sejak 22 tahun lebih aku bekerja, dan aku bekerja di berbagai pengembang dan kontraktor, aku sangat tahu bahwa mega proyek2 tempat aku bekerja, memakai konsultan asing yang sama, dari beberapa negara sahabat, dimana desain2 bangunan tersebut juga di bangun di negara2 sahabat itu. Kalau tidak pun, konsep desainnya relative hampir sama! Sehingga, jika kita melihat  skyline Jakarta, akan terbayang skyline2 negara2 tetangga ……

Tidak sama persis, memang! Tetapi akan menjadi ‘relatif sama’, jika pembangunan di Jakarta ini, terus dan terus tidak menanamkan kepedulian tentang identitas budaya dan bangsa …..

***

Dari sebuah skyline, tentu saja kita harus berpikir, bagaimana skyline Jakarta beridentitas. Bagaimana membangun Jakarta, sesuai dengan identitas lewat ciri khas dan budaya local. Tentu tidak gampang untuk membangun bagunan2 besar dengan detail budaya local, karena detail2 seperti itu tidak murah.

Misalnya, untuk membuat detail kolom besar dan tinggi dengan konsep budaya local (misalnya, Budaya Betawi), akan mengahiskan material kayu ukir khas Betawi. Belum lagi ukirannya sesuai dengan detail cantiknya. Bisa dibayangkan, betapa si empunya bangunan harus mengeluarkan banyak uang, DIBANDINGKAN dengan kolom beton tanpa detail!

Itu sangat  disadari. Tetapi sebuah gedung tinggi dengan menyerap budaya local , TIDAK HARUS memberikan detail dalam keseluruhan bangunan,  tetapi bisa lewat detail2 yang diekspos. Misalnya saja, Kedutaan Besar China di kompleks Mega Kuningan.

[caption caption="Kedutaan Besar Republik Rakyat China – dari Google Maps"]

[/caption]Gedung Kedutaan Besar China ini, mampu “berbicara” tentang negaranya. Diantara gedung2 megah modern di Jakarta, justru gedung ini eksis. Dan ciri khas nya gampang dikenali.

Gedung ini mampu membawa nama Kedutaan Besar China, dengan detail atapnya seperti atap rumah2 tradisional, walaupun detail materialnya bukan tradisional. Materialnya dari beton, yang di eksekusi lewat tangan2 seniman China untuk menjadikan atap rumah tradisional China berada di Kedutaan Besar China dengan banyak lantai …..

Atau bangunan2 diatas 3 lantai denan menampilkan atap rumah tradisionl bangsa korea, di Seoul ini. Ketika aku mengunjungi Seoul tahun 2009, banyak sekali bangunan2  “muncul” disela gedung tinggi atau di sela2 kerumunan pepohonan ……

 [caption caption="Dokumen pribadi di Seoul, Korea"]

[/caption]

[caption caption="Dokumen pribadi di Seoul, Korea"]

[/caption]Bisa dibayangkan, kan? Ketika Indonesia membangun gedung bertingkat, dengan desain2 unik khas Indonesia, di kota2 besar, khususnya Jakarta sebagai ibukota? Seperti, misanya, atap Joglo khas Jawa Tengah untuk sebuah perkantoran. Atau atap Minangkabau yang artistic.

Tetapi, jangankan untuk gedung tinggi. Untuk gedung2 dibawah 3 lantai pun aku belum menemukannya, kecuali Rumah Makanan “Sederhana” dengan dekorasi tampak depannya memakai detail atau Minangkabau …..

Di beberapa negara di Asia, mereka sudah banyak mendesain gedung2 tinggi nya dengan detail artistic khas negara tersebut. Dan juga di kota2 besar mereka, justru bangunan2 tua mereka (terutama yang tradisional), justru memberikan nuansa yang unik dan cantik. Wisata Kotatua mereka, justru mengasilkan devisa yang luar biasa, dari wisatawan2 asing, yang memang ingin melihat kota2 mereka.

Tokyo, Seoul, Beijing, adalah contoh kota2 di Asia. Dimana negara mereka sangat maju, tetapi tetap memberikan akses kota2 mereka untuk wisata kotatua nya. Apalagi di negara2 Eropa, yang justru sebagian besar kotanya merupakan “wisata kotatua”, dan yang ingin mendesain secara modern, berada di luar kota nya. Bahkan untuk di Belanda, jika arsitek local ingin mendesain secara modern, kota Rotterdam lah yang menampung desain2 modern mereka …..

Lihat tulisanku Rotterdam, Holland : Kota Seribu Wajah

Jakarta menjadi kota metropolitan itu benar sekali, karena memang Indonesia adalah negara yang besar, bertumbuh dan berkembang. Tetapi janganlah Indonesia, khususnya Jakaarta sebagai ibukota, melupakan ciri khas bangsa dan negara. Ketika semakin banyak negara menganggap ciki khas negaranya menjadi symbol kebanggaan, tetapi justru ciri khas Indonesia, khususnya Jakarta, ditinggalkan, dianak-tirikan dan di sia-sia …..

Mari lihat beberapa tulisan2ku tentang wisata Jakarta, yang mungkin bisa menginspirasi, sebagai “latar belakang” budaya Jakarta dan Indonesia, dengagn titik tolak “Skyline Jakarta” :

1.      'Multi-Culture' : Betawi, China Town dan Dutch Town untuk Tujuan Wisata Jakarta : Konsep Dariku, Mungkinkah? 

2.      Potensi Wisata Jakarta : Wisata Budaya dan Kota Lama vs Wisata ‘Great Sale ?’

3.    Potensi Wisata Jakarta: Wisata Budaya dan Kota Lama Vs. Wisata 'Great Sale'?

4.      ‘Ga Etis Menonjolkan Etnis Bangsa Lain untuk Jakarta? Bagaimana tentang Sejarahnya? Ah ...

***

Ketika sekarang ini, dunia semakin peduli dengan “kekuatan” bangsa dan negaranya lewat banyak hal, tidak salah jika Indonesia berusaha untuk semakin peduli dengan kekuatan negara kita lewat ciri khas bangsanya. Dunia tahu, bahwa Indonesia merupakan negara yang luar biasa indah, dimana semua turis mancanegara ingin menikmati Indonesia lewat ciri khas dan multi-cultural bangsa kita.

Jika kita melewatkan kesempatan luar biasanya, jangan heran jika ciri khas bangs kita “direbut” oleh negara lain, karena justru mereka peduli. Dan kita hanya bisa gigit jari atau berkoar2, tanpa ada kelanjutannya.

Artinya, bukan hanya untuk Batik saja yang sudah “direbut” oleh bangsa lain dan kita hanya bisa koar2, tetapi tetap belum ada kemajuan untuk anak bangsa (terutama untuk generasi mudanya), untuk melestarikan Batik. Yang ada, justru Batik2 yang berkualitas tinggi, dipasarkan kepada kalangan berduit, dan pasar local yang biasa2 saja, mendapatkan sisanya.

Begitu juga yang berhubungan dengan “latar belakang” SKYLINE untuk bangunan2 di Indonesia, hususnya Jakarta. Seharusnyalah, pemerintah kuhususnya pemda, mulai merevisi tentang arsitektur perkotaan. Bukan dalam rangka untuk “mengebiri” kota menjadi Kota Metropolitan, tetapi seyogya nya lah, pemda memberikan solusi tentang arsitekur2 si empunya proyek.

Mungkin dengan desain dan detail sekian persen dengan ciri khas masing2 kota, sekian persen membubung dengan konsep ‘metropolitan’nya, dan sekian persen dengan material2 yang disesuaikan dengan bangunan2 berciri khas tropis. Karena jangan sampai bangunan2 di Jakarta menjadi pemicu banyak masalah, sehingga membuat warga was-was. Seperti cerita tentang ini di artikelku :

“Wah ... Silau Banget, ya?”. Cerita Tentang ‘Glassy Building’

Tidak gampang memang, warga kota yang “dimanjakan” oleh  kemodernan (tetapi lupa kepada “rai mana kita berasal”). Termasuk arsitek2nya. Dengan mudah mencari referensi arstektur modern untuk mendesain bangunan di Jakarta, tetapi memang agak sulit untuk menggali arsitektur local.

Dan jika generasi muda terus termotivasi untuk sebuah “kemodernan” yang justru membawa kesia-siaan, tidak akan heran, jika ratusan bahkan ribuan ciri khas Indonesia akan “direbut” oleh pasar dunia, dan generasi penerus Indonesia hanya memiliki bagian kecil dari keunikan dan keindahan Indoneisa lewat arsitektur kota nya …..

Semoga tidak demikian adanya !

Dari aku, seorang arsitek humanis yang sangat sedih melihat Jakarta ku berubah menjadi kota yang tidak lebih cantik dari kota2 metropolitan dunia, dengan kemodernan nya, tanpa identitas ……

By Christie Damayanti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun