Artinya, bukan hanya untuk Batik saja yang sudah “direbut” oleh bangsa lain dan kita hanya bisa koar2, tetapi tetap belum ada kemajuan untuk anak bangsa (terutama untuk generasi mudanya), untuk melestarikan Batik. Yang ada, justru Batik2 yang berkualitas tinggi, dipasarkan kepada kalangan berduit, dan pasar local yang biasa2 saja, mendapatkan sisanya.
Begitu juga yang berhubungan dengan “latar belakang” SKYLINE untuk bangunan2 di Indonesia, hususnya Jakarta. Seharusnyalah, pemerintah kuhususnya pemda, mulai merevisi tentang arsitektur perkotaan. Bukan dalam rangka untuk “mengebiri” kota menjadi Kota Metropolitan, tetapi seyogya nya lah, pemda memberikan solusi tentang arsitekur2 si empunya proyek.
Mungkin dengan desain dan detail sekian persen dengan ciri khas masing2 kota, sekian persen membubung dengan konsep ‘metropolitan’nya, dan sekian persen dengan material2 yang disesuaikan dengan bangunan2 berciri khas tropis. Karena jangan sampai bangunan2 di Jakarta menjadi pemicu banyak masalah, sehingga membuat warga was-was. Seperti cerita tentang ini di artikelku :
“Wah ... Silau Banget, ya?”. Cerita Tentang ‘Glassy Building’
Tidak gampang memang, warga kota yang “dimanjakan” oleh kemodernan (tetapi lupa kepada “rai mana kita berasal”). Termasuk arsitek2nya. Dengan mudah mencari referensi arstektur modern untuk mendesain bangunan di Jakarta, tetapi memang agak sulit untuk menggali arsitektur local.
Dan jika generasi muda terus termotivasi untuk sebuah “kemodernan” yang justru membawa kesia-siaan, tidak akan heran, jika ratusan bahkan ribuan ciri khas Indonesia akan “direbut” oleh pasar dunia, dan generasi penerus Indonesia hanya memiliki bagian kecil dari keunikan dan keindahan Indoneisa lewat arsitektur kota nya …..
Semoga tidak demikian adanya !
Dari aku, seorang arsitek humanis yang sangat sedih melihat Jakarta ku berubah menjadi kota yang tidak lebih cantik dari kota2 metropolitan dunia, dengan kemodernan nya, tanpa identitas ……
By Christie Damayanti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H