Untung rintik hujan semakin menurun, sehingga kami bisa duduk dengan tenang di teras restaurant, menunggu ada meja untuk makan …..
Di depan restoran itu, ada seorang Perancis tua dan membawa seekor anjing Pug putih. Mataku langsung tertuju padanya dan mengelus2 anjing itu. Anjing itu diam saja dan manja, apalagi ketika Michelle mengelusnya juga. Kutersenyum kepada si pemiliknya, tetapi dia tidak mengerti Bahasa Inggris, sehingga kami hanya ‘berbicara’ dalam bahasa isyarat. Tetapi yang aku tahu, bahwa kami sama2 mencintai anjing …..
***
Mungkin sekitar 30 menit kami baru dipanggil masuk ke dalam. Suasana hiruk pikuk. Restauran Laos itu sangat kecil dan sempit. Khas resto2 di luar negeri, yang tidak dikatagorikan sebagai resto mahal. Tetapi tetap saja, 4 orang makan malam disana , kami harus membayar sekitar Euro 65. Ruangannya sangat sederhana dengan furniture yang fungsional. Tidak ada hiasan2nya, kecuali beberapa poster2 tentang makanan dan berbahasa Laos.
Deretan meja dan kursi pun sembarangan. Tidak diatur dengan baik, bahwa sangat sembarangan tanpa mengindahkan konsep berjalan atau dimensi manusia. Bahkan aku sangat kesulitan, ketika aku harus melangkah diantara kursi2 yng sangat sempit.
Tubuhku sih tidak besar, bahkan cenderung kurus. Tetapi karena aku lumpuh ½ tubuh, aku tidak bisa mengontrol tubuh kananku yang lumpuh, sehingga ketika tubuhku mamu ‘masuk’ diantara space yang kecil, tetapi tubuh kananku tidak bisa dikontrol, sehingga tubuh kananku harus ‘dilenturkan’ oleh orang lain (dalam hal ini adalah anakku), untuk bisa masuk ke space itu. Sehingga, untuk aku sampai ke pojok ruangan tersebut, aku harus mengeluarkan tenaga dan energy yang cukup lumayan …..
Kami memesan daging panggang garing dan merah. Dengan nasih dan mie. Tetapi kami juga memesan makanan pembuka yang luar biasa lezatnya!
Makanan pembuka itu adalah lumpia khas Laos dengan saos cabe asam. Lumpia itu berisi daging giling dan udang. Digoreng dengan bumbu2 khas Laos, dan dibaluri tepung roti. Tidak termali lama yang mengakibatkan gosong, dan ketika lumpia itu masuk ke dalam mulut kita, …… hmmmmmm, yummyyy …… rasanya lezaaaattt sekali, kulit lumpia nya ‘krius krius’  gurih dicocol saos sambal yang asam …… nikmat sekali!
Daging panggang nya pun sungguh lezat. Bumbunya tidak sama dengan daging panggang di Jakarta. Sepertinya baru dipanggang, karena ketika masuk mulut kami, dagingnya seperti ‘meleleh’ dari panas ….. waaaaaa …… enaknya ……