[caption caption="Dokumentasi pribadi"][/caption]Sebenarnya, jam 12 memang jam makan, tetapi tanggung jika kami menghentikan pengamatan ini. Karena aku merasa sangat menarik dan mendapatkan inspirasi2 baru. Jadi kami mulai melangkah kan kaki kami ke ruangan yang lain.
Ada ruangan seperti kamar di sebelah dapur. Itu adalah ‘laboratorium mini’ untuk mereka belajar membereskan tempat tidur mereka, juga mereka membereskan kamar mereka. Tidak ada seorang pun disana, sehingga kami lasung masuk ke auditorium mereka, dimana ada beberapa ruangan. Ruang music, ada gamelan dan angklung, ruangan untuk mengerjakan sablon dan ruangan menjahit.
Bu Ulfah, salah satu pengurus Asih Budi membawa kami masuk ke ruangan sablon. Suasanya sungguh ramai. Semuanya adalah siswa lelaki dan didampingi oleh guru mereka. Siswa2 itu melakukan nya mulai melipat2 kertas karton. Per bagian, dan masing2 siswa berada di tempat tugasnya masing2.
Ada yang menggunting. Ada yang meng-lem. Dan sebagainya. Dan sesuai dengan kemampuan masing2 siswa, aku mengamati mereka dan gurunya pun pasti melakukan pembagian tugas sesuai dengan kemampuan masing2 dari mereka.
Aku hanya bisa mengamati di 1 sisi saja karena ruangannya cukup sempit, dan aku susah berjalan. Aku berada di antara 2 orang siswa yang bertugas untuk melipat2 kertas karton dan mengelemnya.
Aku sungguh trenyuh. Rizki berumur 23 tahun. Mengeja namanya sendiri pun susah. Dan ketika aku ingin berkomunikasi dengannya lebih dalam, dia sedikit menghindar. Aku hanya memberikan beberapa kertas karton untuk dilipat2 oleh Rizki. Dan memandang Rizki trenyuh …..
Entah apa yang ada di hatiku, melihat keterbatasan mereka. Sungguh, aku ingin membantu mereka, walau tidak tahu apa yang bisa aku perbuat. Aku tetap berjuang untuk kaum disabilitas, dengan apapun yang aku bisa lakukan.
Lalu seorang pengurus memperlihatkan hasil karya mereka. Kertas2 karton itu untuk membuat map untuk file. Lalu juga membuat kantong kertas serta tas2 serbaguna. Kesemuanya di sablon dengan nama “Asih Budi”. Cukup cantik untuk ukuran mereka dalam keterbatasan …..
***
Dari ruangan sablon, kami digiring ke ruangan menjahit, berdekatan dengan ruang sablon. Suasana di ruang menjahi lebih ramai disbanding di ruangan sablon. Di ruang menjahit ternyata tidak semua siswi tetapi separuh siswa. Mereka belajar dan bekerja dengan gembira. Bercanda dan tertawa2.
Ya ….. mereka didalam keterbatasannya, adalah orang2 yang selalu berbahagia. Mengapa? Karena mereka dengan intelegensia yang rendah dan jauh di bawah rata2 normal, menjadikan mereka tidak mengerti apa2. Jika mereka tidak mengerti apa2, berarti mereka tidak pernah mempunyai permasalahan sama sekali. Alhasil, mereka selalu riang rembira. Jika mereka tidak pernah mempuyai masalah, karena mereka memang tidak mengerti, berarti sangat wajar, jika mereka selalu berbahagia …..
Siswa siswi di ruang menjahit sangat terbuka, berbeda dengan di ruangan sablon. Ketika kami masuk ke ruang menjahit, mereka berteriak dan tertawa2 dengan menguccapkan kata2 yang tidak terlalu jelas. Tetapi wajah2 mereka sangat terluhat bahagia. Jad membuat aku terus tersenyum dan ikut tertawa.
Aku berkeliling di antara meja mesin jahit, satu demi satu aku sambangi mereka. Aku ingin mendekatkan diriku untuk berkomunikasi dengan mereka. Beberapa meja aku bisa berkomunikasi cukup baik, tetapi tidak di beberapa meja. Tidak apa apa, karena mereka memang tidak bisa di paksa ….. aku hanya terus tersenyum, yang membuat mata mereka memancarkan sinar bahagia.
Ada seorang siswa di meja mesin jahit. Kata pengurus, dia adalah ‘bintang’. Dia pe-basket dan pernah ke Amerika untuk sebuah kompetisi. Dan dia pun seorang penyanyi. Katanya suaranya bagus, tetapi ketika kaami ingin mendengar suaranya, dia tidak mau …..
Lihat wajahnya, juga lihat wajah siswi di belakangnya. Wajah yang ‘bersih’ dan segar serta bahagia. Kedua siswa siswi tunagrahita ini tergolong tunagrahita ringan, tanpa wajah khas seorang tunagrahita. Tetapi mereka memang dalam keterbatasan dan tidak sama dengagn kecerdasana orang lain yang dibawah rata2. Dan mereka hidup berbahagia di tengah2 orang dan yayasan yang mengasihi mereka …..
Aku berjalan lagi di meja mesin jahit. Siswa itu belum cukup bisa untuk sekedar memasukkan jarum untuk menjahit. Sehingga dia masih harus dibantu oleh guru menjahitnya. Dan dia seorang yang pemalu. Bicaranya pun agak susah, dan aku susah untuk menagkap kata2ku.
Siswa ini sangat pendiam. Wajahnya tenang, tetapi ketika aku bertanya siapa namanya, dia menjawab dengagn tegas. Tetapi karena kata2nya susah untuk dimengerti, aduh ….. aku tidak bisa menangkapnya. Dan ketika aku mendekatkan diriku karena diminta berfoto bersama, dia tidak malu berpose dengan ku …..
Aku berpindah lagi di meja mesin jahit dengan seorang siswi yang memang sudah pintar untuk menjahit, menikuti garis2 kain batiknya, untuk membuat sarung bantal.
Satu inspirasi yang aku dapatkan lagi di sana. Di ruang sablon dan di ruang jahit. Benar2 sebuah inspirasi yang luar biasa. Mungkin tidak seperti inspirasi2 jika kita berwisata di tempat2 wisata yang cantik. Inspirasi disini berasal justru dari orang2 yang mungkin tidak dipikirkan ADA oleh orang lain, tetapi MEREKA ADA …..
Dan inspirasi ini membawa aku bersemangat untuk terus berjuang bagi kaum disabilitas, kaum yang tidak banyak dipedulikan oleh orang2 lain, dan kaum yang mengundang banyak inspirasi …..
Bersambung ……
Sebelumnya :
‘Mereka’ adalah Inspirasi yang Terpendam …..
“Sahabat Christie” dalam Komunitas http://charity.christiesuharto.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H