Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Romantisme ‘Tanjung Mas'...

27 November 2015   13:07 Diperbarui: 27 November 2015   13:36 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari, Tanjung Mas di siang hari .....

Mataku tertancap pada sebuah mercusuar megah, diantara kapal2 nelayan. Sebuah pemandangan yang biasa saja, di sebuah pantai yang sarat dengan kehidupan de gan perahu2nya. Tetapi, entah kenapa mataku bebar2 menancap erat disana. Ada apa?

Entahlah .......

Aku selalu melihat sesuatu lewat yang tidak dipikirkan oleh orang lain. 'Out of the box', kata seorang sahabatku yang terbaik. Aku melihat pelabuhan Tanjung Mas dengan mercusuarnya, menjadikan aku terkenang banyak hal. Pantai2 indah yang pernah kudatangi di seluruh dunia, kenangan manis bersama burung2 camar yang selalu mengerubungiku jika aku kesana karena mereka menginginkan remah2 biskuit yang selalu aku bawa, atau justru perbedaan2 yang aku lihat tentang perahu2 kayu nelayan disana dengan perahu2 kayu nelayan di Angke ......

Mercusuar di Tanjung Mas itu cukup terawat. Lingkungan dan jalan kendaraannya pun cukup bersih dari keguatan nelayan. Tidak tercium sama sekali, bau amis ikan dari tangkapan nelayan, tidak seperti di Angke Jakarta. Suasananya sepi, tidak seperti Tanjung Priok di Jakarta yang selalu ramai. Atau Tanjung Perak di Surabaya. Hanya mobil mba Rina yang aku tumpangi dengan mamaku dan sahabat2ku saja yang melintas, sehingga aku bebas memotret tanpa ad halangan.

Mercusuar di kejauhan ….. dari sisi berangkat dan pulangnya …..

Tanjung Mas adalah sebuah pelabuhan di Semarang, dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia III sejak tahun 1985. Dari yang aku baca di beberapa referensi, pelabuha ini berkembang sejak abad ke-16, mulai dari berada di Bukuit Simongan, dimana terdapat Kelenteng Sam Poo Kong.

Mengapa Tanjung Mas berpindah dari Bukit Simongan ke Tanjung Mas sekarang ini?

Secara geologis, di Bukit Simongan terlalu banyak endapan lumpur, sehingga sungai2 yang menghubungkan kota dan pelabukan tidak dapat dilayari. Sehingga untuk mengatasinya, pada tahun 1868, beberapa perusahaan mengeruk lumpur2 tersebut. Lalu dibangunlah pelabuhan baru bernama ‘Nieuwe Havenkanaal’, yang dibangun tahun 1872. Sehingga melalui kanal2 ini lah, perahu2 bisa berlayar sampai ke pusat kota. Setelah itu barulah kapal2 layar dari banyak negara bisa ke Semarang. Terciptalah perdagangan di Semarang untuk transaksi jual beli di sekitar Jawa Tengah.

Mercusuar Willem 3, adalah satu2 anya mercusuar di Jawa Tengah. Dibangun tahun 1884 oleh pemerintah colonial Belanda, dalam rangka menjadikan Semarang sebagai salah satu kota pelabuhan dan perdagangan di Indonesia. Dimana pada akhirnya, pelabuhan kota Semarang berkembang sebagai prasarana ekspor hasil bumi (terutama gula) oleh pemerintah Belanda. Dan menjelang akhir abaf ke-19, pulau Jawa sudah menjadi penghasil gula nomor dua di dunia, setelah Cuba …..

Hmmmmm …… cerita dan sejarah yang menarik, tentang asal muli Tanjung Mas!

***

Mendung memang sedang menyelimuti Semarang waktu itu. Aku cepat2 memotret apa saja yang terbentang disekelilingku sebelum hujan turun. Seakan tidak mau kehilangan momen2 'romantis' di Tanjung Mas ......

 

Perahu layar besar, merajai kanal Tanjung Mas, Semarang …..

Ya, romantisme Tanjung Mas benar2 melekat di benakku. Dengan awan mendung kelabu menggumpal disana sini, perahu2 kayu nelayan terombang ambing gelombang laut walau tidak keras, dan suasanya sepi dan mercusuar yang tegak berdiri kokoh, itu yang membuat hati dan mataku tertancap disana.

Perahu2 kayu nelayan kecil …..

Sepanjang jalan pelabuhan Tanjung Mas itu, di atas permukaan air berjajar perahu2 kayu nelayan, berwarna warni, khas perahu nelayan Indonesia. Beberapa perahu tidak dicat warna warni, melainkan warna natural kayu yang pulas 'glossy' dengan melamik natural. Beberapa perahu juga di desain sangat cantik. Entah, apalah itu termasuk perahu nelayan atau sebuah perahu dari si pemilik pribadi yang hanya untuk berlayar dan berlibur saja.

Kapal boat, disela2 perahu2 layar besar …..

Semarang adalah sebuah kota pesisir di Jawa Tengah, dimana pastinya banyak warga kota yang juga ingin berlibur dengan perahu2 pribadi. Aku tidak tahu, apalah ada pelabuhan khusus untuk warga yang mempunyai perahu atau kapal mewah. Jika tidak, Tanjung Mas mungkin juga untuk berlabuhnya perahu2 mereka.

Di Jakarta sendiri, Tanjung Priok adalah pelabuhan besar dan lebih banyak berlabuh kapal2 besar dari seluruh dunia. Untuk nelayan Jakarta, perahu2 kayu merela berlabuh di Angke, termasuk perkampungan mereka. Tapi ada lagi pelabuhan2 khusus untuk kapal2 mewah dari orang2 kaya Jakarta untul berlibur di laut. Ada yang di Ancol atau di dermaga2 pribadi mereka di Pantai Mutiara. Dan semuanya menjadikan Jakarta memang mempunyai kalangan2 dari yang tertinggi sampai yang terendah .....

Romantisme itu, terus menghunjam mataku …..

Mataku terus tertancap pada suasana romantis di Tanjung Mas. Aku teringat ketika aku memandang jauh ke perahu2 kayu nelayan di Angke. Suasana nya pun tidak terlalu rame. Mendung pun bergayut berat di langit Angke. Romantisme itu menjalari tubuhku. Bayang2 perahu kayu nelayan sebagai latar belakang, akan menyelimuti sepasang kekasih, anak2 dari nelayan tersebut. Pasti cantik sekali, jika ada kesempatan seperti itu, di pandangan mataku.

Perahu kayu nelayan di Angke, Jakarta …..

Hanya ada seekor burung camar terbang rendah di siang sore itu di Tanjung Mas. Tetapi ketika dia tidak menemukan sesuatu yang bisa dimakannya, burung canar itu terbang menjauh .....

Selama aku tinggal di Jakarta, aku tidak pernah melihat burung camar, bahkan ketika aku sering kali menginap di cottage2 di Ancol. Tidak ada seekor burung camarpun, pernah melintas di bayqngan mataku. Apakah karena memang Jakarta sudah terlalu 'rusak', sehingga burung2 camar tersebut enggan menghampiri kotaku?

Camar2 itu mengenaliku, dan aku pun mengenali mereka …..

 

Berbeda ketika aku berasa di pantai2 di kota2 yang aku singgahi di negeri lain. Dan sewaktu aku sempat tinggal di Perth, sebuah kota pesisir di Australia Barat selama beberapa tahun, aku mampu mengenal beberapa ekor burung2 camar disana dan mereka mampu mengenalku, ketika aku pasti berada di pantai Fremantle atau Lake Monger, sebuah danau yang akhirnya bermuara dari lautan di pesisir Australia Barat.

Romantisme kapal2 nelayan di Volendam, Belanda, tempat yang beberapa kali aku kunjungi  …..

Camar2 cantik itu pasti mengelilingiku. Mereka meminta remahan2 biskuit ku atau cacahan kentang goreng kalau aku memesan "Fish & Chip" di restoran kecil nan cantik di Fremantle .....

Hmmmmm ...... ingatan dan anganku terus berputar dengan romantisme Tanjung Mas. Aku terus tersenyum sementara sahabat2ku terus bercanda. Pikiranku bercabang2. Disisi satu kami terus bercanda. Di sisi2 yang lain di oltakku diisi oleh kenangan2 manis tentang pantai, laut, mercusuar dan burung2 camar. Ah ..... romantisme itu terus menjalar di hatiku .....

Ah ….., romantisme Tanjung Mas .....

By Christie Damayanti

*) Keterangan Gambar Utama: Tanjung Mas, selayang pandang …..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun