Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Jualan Bakpia di ‘Istana Eropa’

7 Oktober 2015   17:12 Diperbarui: 7 Oktober 2015   17:12 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

By Christie Damayanti

www.google.co.id

 

Sebelumnya :

Jika Yogyakarta ‘Menjadi’ Jakarta [Balada Hotel Berbintang 3]

Ketika ‘Eropa’ Pindah ke Yogyakarta

‘Wajah Yogyakarta’ ku Sekarang …..

Aku benar2 geregetan, ketika seorang teman memberikan foto diatas. Jualan bakpia koq dengan desain gedung Eropa?

Ketika aku ke Yogya beberapa hari lalu, ketika aku sempaat berjalan2 ke sebuah mall yang “katanya” bagus, aku pun sempat memotret bangunan Eropa yang acak kadut, tetapi tidak melihat (padahal plank nya besar sekali ya? Hihihi …..) merek nya, ini bangunan apa? Sehingga ketika temanku mengatakan ini yang selalu di gembar gemborkan tentang “Jualan bakpia koq pake bangunan Eropa”.

Semakin miris lah aku ….. huhuhuhu …..

Apakah si penjual bakpia ini tidak mengerti tentang ‘asal usul’ bakpia?

Sedikit ulasan tentang Bakpia, yang selalu dikaitkan dengan oleh2 khas Yogyakarta :

Bakpia pathok merupakan salah satu oleh-oleh yang wajib dibawa oleh wisatawan apabila berkunjung ke kota pelajar Yogyakarta. Bakpia adalah olahan makanan yang terbuat dari campuran kacang hijau dan gula yang dibalut dengan kulit yang terbuat dari tepung kemudian dipangggang. Bakpia sebenarnya berasal dari negeri Cina yang biasa dikenal dengan nama Tou Luk Pia, memiliki arti kue pia kacang hijau.

Bakpia yang cukup dikenal salah satunya berasal dari daerah Pathok (Pathuk), Yogyakarta. Daerah tersebut mulai memproduksi bakpia sejak tahun 1948 dan masih diperjualbelikan  secara eceran yang dikemas dengan menggunakan besek (kotak dari bambu). Peminatnya pun saat itu masih cukup terbatas, sehingga belum ada label tiap kotaknya.

Hingga pada tahun 1980, bakpia mulai menggunakan kemasan baru dengan merek sesuai dengan nomor rumah produsen. 12 tahun setelah itu, tepatnya tahun 1992 bakpia mulai terkenal dan menjadi ciri khas oleh-oleh kota Jogja. Saat ini telah hadir berbagai macam modifikasi rasa bakpia dengan merek yang berbeda.

Awalnya resep bakpia yang banyak bermunculan di Yogyakarta dibawa oleh pendatang asal Tiongkok, hanya saja pada mulanya isian dari bakpia adalah daging. Selanjutnya menyesuaikan dengan kultur setempat, akhirnya bakpia dibuat dengan isian kacang hijau dan dipanggang menggunakan tungku oven sederhana.

Sumber : dari beberapa referensi

Apapun yang terjadi, siapapun yang menciptakan bakpia, jelas semua orang akan mengakitkan dengan oleh2 khas Yogyakarta. Jika mau pun, bakpia bisa dikaitkan dengan asal negaranya, Tiongkok, TETAPI BUKAN EROPA!

“Bakpia Pathok (nomor rumah)” adalah bakpia yang asli se-asli2nya. Dulu, pertama aku ke Yogya ketika masih kecil sekali sekitar tahun 1970an awal, aku ingat papa ku selalu membeli bakpia tersebut. Seingatku, semua bakpia itu sama, mungkin ada sedikit perbedaan2nya, sesuai dengan yang membuatnya. Tetapi memang, Bakpia tersebut sangat terkenal, yang membuat wisatawan2 membeli Bakpia itu untuk dibawa pulang sebagai oleh2.

Seiring dengan waktu, Jalan Pathok Yogyakarta semakin berkembang dengan jualannya. Bahkan untuk grup2 ‘City Tour Yogyakarta’, bus tournya selalu membawa wisatawan2 ke Jalan Pathok tersebut untuk membeli Bakpia. Dan semakin ramai, sampai sekarang. Bahkan banyak toko2 cabang di seluruh penjuru Yogyakarta, juga sampai ke luar kota.

Aku tidak tahu, apakah Bakpia2 selain nomor itu, awalnya belajar dari si pemilik? Tetapi kita bisa mempelajari, jika jaman dahulu seseorang membuat Bakpia dengan ratusan pegawainya, kemudia sedikit demi sedikit pegawai2 itu keluar untuk membuat Bakpia sendiri, lama2 akan berkembang dengan sendirinya. Sangat wajar dan manusiawi.

Tetapi ketika keterkenalan dari sebuah produk, BIASANYA produk yang awalnya bagus, menjadi tidak bertambah bagus, seiring dengan ‘kesombongan’ yang seakan2 mereka merasa mereka lah yang terbaik, sehingga justru produk2 lain yang sejenis ‘menyusul’ kajayaan produk tersebut.

Aku tidak bicara tentang mutu produk Bakpia Pathok. Karena untukku, Bakpia adalah panganan wajib yang aku harus makan, karena aku memang  suka sekali, merek apapun, nomor berapa pun. Aku memang sangat mencintai Yogyakarta, termasuk kulinernya …..

Tetapi yang aku sayangkan, ketika di Jalan Magelang, si pemillik membangun toko besar yang menjual Bakpia dengan panganan2 yang link has Yogyakarta, dengan desain arsitektur dari Eropa. Pun Eropa nya tidak sesuai dengan jaman2nya!

Etika aku melihat bangunan ini (ini termasuk bangunan baru), sejenak aku terpengarah. Mengapa? Karena bangunan itu besar dengan kanan kirinya lebih rendah, dan desain yang ‘asing’ serta tidak mencerminkan Yogyakarta (apalagi Bakpia), benar2 membuat aku mersa ‘bingung’. Konsepnya amburadul, bercampur bahkan membuat orang2 agak ‘ngeri’.

Mengapa ngeri? Bahkan temanku pun yang tinggal di Yogya tetap ngeri untuk masuk kedalamnya!

Ya! Aku pn sedikit ‘ngeri’. Masuk ke bangunan ‘antah berantah’, walau jelas terbaca, ini toko yang menjual Bakpia! JIKA wisatawan yang baru pertama kali datang ke Yogyakarta, pasti lebih ‘ketakutan’ lagi. Karena disekeliling bangunan ini adalah bangunan2 standard dan biasa di Yogyakarta, tiba2 ada bangunan ‘aneh’ seperti bangunan ‘antah berantah’ berarsitektur Eropa. Mereka pasti merasa ‘ngeri’ dengan isi toko itu : Apakah itu? Mahalkah harganya?

“MAHAL” itu bisa masuk dalam beberapa sekmen. “Mahal” karena berada di bangunan Eropa ‘aneh’ dan mahal, atau “mahal” karena ‘tarik-menarik’ dengan bangunan2 disekitarnya! Seperti yang aku tuliskan di artikel2ku di link diatas, bahwa untuk mendesain bangunan itu harus melihat dari beberapa sisi. Salah satunya adalah sisi lingkungannya. Termasuk sisi arsitekturnya yang SELARAS dengan tradisi dan budaya Yogyakarta.

Dengan bangunan sebesar, ‘seaneh’ dan semahal ini, aku tidak tahu apakah Bakpia yang sudah terkenal di seluruh Indonesia beserta panganan2 lainnya, harganya semakin melambung, ataukah tidak, aku tidak tahu. Dibutuhkan sedikit riset untuk menambah wawasanku. Jika bakpia tersebut harganya sama, ya itu tdak masalah (yang masalah hanya bangunannya). Tetapi jika bakpia tersebut harganya lebih tinggi disbanding dengan yang di Pathok atau cabang2 yang lain, berarti justru bangunan itu menambah ‘beban’ konsumendan wisatawan ……

Ahhh ….. aku memang mencintai Yogyakarta. Dan aku ingin Yogyakarta ‘masih seperti dulu’. Yogyakarta semakin berkembang kearah yang lebih baik.

Karena Bakpia adalah kuliner Yogyakarta (walau awalnya dari Tiongkok), seharusnya lah Bakpia dijaga dengagn sebaik2nya. Kembangkanlah Bakpia sebagai panganan Yogyakarta, dan selalu menjaga citranya. Bukan hanya mutu dan kualitasnya saja, tetapi konsumen dan wisatawan tetap membutuhkan sebuah gerai atau toko, selain jalan utama Pathok nya, dengan cara yang sesuai dengan tradisi dan budaya Yogyakarta …..

Jualan Bakpia di rumah2 khas Yogyakarta aja deh ….. di desain sesuai dengan pemikiran arsitek yang peduli kota dan segala tetek-bengeknya, justru mampu bertahan lebih lama dibanding yang terlalu ‘neko-neko’ …..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun