Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jika Yogyakarta ‘Menjadi’ Jakarta [Balada Hotel Berbintang 3]

7 Oktober 2015   15:09 Diperbarui: 7 Oktober 2015   15:09 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

By Christie Damayanti

Id.hotels.com

Sebelumnya :

‘Wajah Yogyakarta’ ku Sekarang …..

Ketika ‘Eropa’ Pindah ke Yogyakarta

Di artikelku sebelumnya, aku menuliskan tentang sebuah mall bergaya arsitektur klasik tetapi mengambil langgam yang bertabrakan. Antara jaman Romawi dan Yunani kuno, Baroque, Renaissance bahkan kontemporer. Dan masing2 ditonjolkan sekali, sehingga membuat mataku mengernyit ……

Lokasi mall itu sangat central dan masiv, dan bangunan itu sangat ‘bebeng’ (terlalu berat dan besar, tanpa pemikiran tentang estetika sama sekali. Belum lagi, ketidak pedulian sang developer dan sang arsitek, dengan tatanan sebuah tradisi unik di kota Yogyakarta.

Artikel sekarang ini, aku ingin menyoroti hotel2 kelas Bintang 3 kebawah, yang sangat berkembang pesat di Yogya. Hotel2 bintang 3 keatas pun terus menyeruak, menjadikan akomodasi di Yogyakarta lebih mudah mencarinya. Pilihan banyak, dari model dan harga, sesuai dengan kantong masing2.

Untukku sendiri, walaupun aku mempunyai rumah keluarga peninggalan eyang Probo di Surokarsan, aku selalu memilih tinggal di hotel, karena rumah tersebut memang kecil dan fasilitasnya tidak memadahi untuk aku yang cacat ini. Toh, aku selalu datang kesana untuk mengenang sebuah kehidupan masa kecilku yang selalu berada di dalam dekapan eyang Probo.

Jika aku ke Yogya, pilihanku untuk menginap adalah di hotel Bintang 3 kebawah, dan bukan hotel2 baru dengan desain dan fasilitas bak’ di Jakarta. Aku datang ke Yogyakarta, adalah ingin berwisata khas Yogyakarta. Kulinernya, bahkan akomodasinya. Aku tidak mencari kuliner yang ada di Jakarta, dan aku tidak mencari hotel mewah ala Jakarta. Aku hanya ingin bernostalgia tentang Yogyakarta, kota tempat tinggal nenek moyangku.

Aku senang sekali di hotel2 kelas melati di sepanjang Jalan Dagen. Atau hotel2 tua disepanjang jalan di kota itu. Hotel2 itu murah dan nyaman, walau masih mempunyai halaman parkir mobil. Fasilitasnya pun tidak kalah. Pagi2 justru aku tidak memerlukan makan pagi dari hotel, tetapi biasanya kami ‘mbecak (naik becak) ke Plengkung untuk makan gudeg. Atau hanya berjalan di sepanjang Jalan Dagen, untuk makan pecel dengan gorengan ….. yummy …..

Tetapi di Jalan Dagen pun sudah banyak sekali bangunan2 baru sebagai hotel kelas ‘melati’, tetapi sangat disayangkan bahwa hotel2 baru tersebut, atau renovasinya, justru berganti wajah. Tidak mencermikan suasana Dagen dahulu, malah seperti Jakarta …… #miris

 

 

www.agoda.com

Hotel2 berbintang di Jalan Dagen, sungguh membuat aku miris ……

 

allseason.com

 

 

tipswisatamurah.com

Ditambah lagi, mengapa harus membawa2 nama ‘kebarat2an?’. Jika hotel2 tersebut memang dioperasikan oleh hotel2 franchise dari luar negeri, kupikir tetap bisa memberikan nama local, khas Yogyakarta.

Seperti Hotel Indonesia Jakarta, yang sekarang dikelola oleh Kempinski, tetap membawa nama HOTEL INDONESIA, untuk menghormati desain Ir. Soekarno, juga untuk menghargai nama local Indonesia!

Tetapi sekarang, Yogyakarta dibayang2i oleh ‘limpahan sampah kemodernan’ dari Jakarta. Mulai dari bangunan2 modern, mall, bahkan hotel2, yang sebenarnya tidak sesuai dengan kebutuhan arsitektur di Yogyakarta. Khusus untuk kebutuhan hotel, kemungkinan besar Yogyakarta memang membutuhkan banyak hotel, seiring dengan meningkatnya kedatangan wisatawan2 ke Yogyakarta.

Tetapi untuk membangun kebutuhan hotel ini, bukan sekedar membangunnya. Membangun itu seharusnya mempunyai konsep2 sesuai dengan keunikan kota tersebut. Bukan hanya membangun bangunan (hotel), persegi, di desain seenaknya saja tanpa peduli lingkungannya.

Membangun hotel, harus mempunyai konsep. Kupikir, disetiap kota mempunyai aturan2 khusus. Tetapi tentang lokasi dan kebutuhan kota (mungkin), ada persamaannya. Bahwa di satu titik di kota itu,memang peruntukannya adalah hotel, karena untuk menjaring wisatawan2. Di titik lain, peruntukannya adalah daerah wisata atau perkantoran bahkan perdagangan, dimana hotel2 itu pasti tetap mempunyai fungsi, tetapi tidak menjadi bangunan dengan fungsi utama.

Itu baru tentang lokasi peruntukkan hotel. Disebut zoning. Lalu juga, untuk mendesain hotel (atau bangunan apapun), desainer harus melihat lingkungannya. Apakah lingkungan tersebut merupakan lingkungan ‘kota tua’ atau tradisional. Atau juga lingkungannya sesuai dengan ‘kelas’nya. Jika disekitarnya merupakan wisata tradisional dengan pasar adalah wisatawan berkantong tipis, sangat tidak elok jika disana dibangun hotel ber-Bintang 5.

Lalu juga, desainer harus mampu memikirkan tentang ‘sky-line’ lingkungan. Jika lingkungannya adalah bangunan2 1 atau 2 lantai, janganlah didirikan bangunan diatas 5 lantai. Dan ini pun berhubungan dengan KDB dan KLB, sesuai peraturan kita.

Dan yang tidak kalah penting adalah desain ARSITEKTUR yang harus menjadi titik tolak bagi kota sekelas Yogyakarta. Karena Yogyakarta mempunyai ciri khas tersendiri yang mempunyai citra internasional sebagai KOTA WISATA Daerah Istimewa Yogyakarta!

 

www.1001malam.com

www.wisatayogya.com

Beberapa hotel2 cantik berbintang, di Yogyakarta, dengan desain (minimal) sesuai dengan arsitektur Jawa. Joglo Jawa yang diselerasikan dengan kemodernan khas Yogyakarta.

 

 

yogyahotel.com & www.tipswisatamurah.com

Pilih mana? Di sebelah kiri atas, lobby hotel dengan full modern tetapi sangat membosankan tanoa ciri khas tertentu, dengan lobby hotel dengan lantai ubin khas kuno, serta interior lawas (walau bukan full interior Jawa)? Kalau aku, pilih yang kedua ….. (untuk hotel di Jawa / Yogyakarta lho!)

Namanya aja “Daerah Istimewa Yogyakarta”, harusnya selalu istimewa. Baik dari kotanya, budayanya, tradisinya, termasuk arsitekturnya. Ini kata2 yang jelas sekali. Sebuah konsep yang hakiki dan pakem, bahwa DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, harus mempunyai nilai lebih dari kota2 yang lain.

Tetapi jika pemda atau orang2 dibelakar layar, yang tidak peduli dengan semua itu, akan menjadikan Yogyakarta semakin buruk. Penempatan dan peruntukkan bangunan2 tertentu, lingkungan yang tidak sesuai serta arsitektur langgam Jawa has Yogyakarta, haruslah sesuai dengan apa yang dicita2kan dari yang peduli dengan kata2 “Daerah Istimewa Yogyakarta”.

 

www.pegipegi.com

bookpanorama.com

Pilih mana, resto hotel se-modern di foto kiri atas, atau resto hotel dengan konsep Joglo dan plafod seperti plafod Keraton Yogyakarta dengan lampu2 kuno? Tata mejanya boleh ‘modern’, tetapi setidaknya ada ciri khas Jawa atau Yogyakarta nya!

 

www.klilhotel.com

www.pegipegi.com

Pilih mana, konsep hotel 2 lantai yang didesain seperti rumah2 gaya Jawa (walau bukan kuno) dengan ciri khas yang cenderung ‘ngangeni’, disbanding dengan lobby hotel dengan ciri khas yang cukup membosankan?

2 hari dalam minggu lalu, aku sempat ke Yogya untuk suatu acara keluarga. Aku tinggal di Hotel Wisanti, sebuah hotel lama di Taman Siswa, karena dekat dengan tempat acara keluargaku. Untuk aku diinapkan di hotel itu, padahal disekitarnya ada hotel2 baru dan cukup mewah. Aku tidak mau untuk tinggaldisana, dan keluargaku tahu tentang itu.

Aku sempat berkeliling kota dengan mobil kami, dan melihat bangunan2 baru (yang notebene : hotel), dengan desai super modern. Benar2 mengajak kita melihat suasana Jakarta! Ckckck …… padahal aku ingin melihat suasana Yogyakarta!

Jangankan di Jalan Dagen yang memang sepertinya peruntukan bangunannya adalah untuk akomodasi (hotel) dan fasilitas2nya, yang sarat hotel2 baru berdesain modern, di jalan2 sepanjang kota ini pun, banyak sekali bagunan2 baru dengan desain modern, tanpa menggali tradisi Yogyakarta. Aku semakin kecewa ……

Mungkin, developer2 atau arsitek2 Yogya sangat ingin kotanya seperti Jakarta. Tentang kemodernan, itu memang harus difasilitasi. Tetapi kemodernan tidak berujung kepada bangunan2 modern, percakar langit, bahkan berorientasi kepada desain2 ‘barat’. Masing2 negara mempunyai tradisi dan adat sendiri2. Dan untuk Indonesia, Yogyakarta adalah salah “tiang punggung” negara, sebagai kota yang berciri khas khusus.

Bisa dibayangkan, ketika wisatawan Jakarta atau manca negara yang ingin mencicipi kehidupan Yogyakarta yang digembar gemborkan sebagai kota yang ‘istimewa’, ternyata kota ini SAMA SAJA dengan Jakarta, bahkan desain arsitekturnya sangat membosankan seperti negara2 mereka. Modern, dan tanpa penghayatan tradisi dan budaya Jawa …..

Oke lah ….. jika Yogyakarta ingin membangun bangunan modern nya sendiri, tetapi paling tidak tolong jangan sama sekali meninggalkan ciri khas Yogyakarta! Setidaknya, ada titik2 di bangunan2 tersebut yang mempunyai ciri khas kota Yogyakarta!

 

prontonpoksi.co

www.agoda.com

Sebuah hotel modern dengan ciri ‘Bali’, tetapi ada sebuah ‘titik’ Jawa nya : Pesinden dengan music dan yang mengiringi. Cukup baik menarik. Atau resepsionis dengan detail ukiran Jawa beserta wayang nya. Pas untuk hotel di Yogyakarta.

Kampung Sosrowijayan

Jika aku sangat menggemari Jalan Dagen untuk bermalam di Yogya, tetapi karena Jalan Dagen ini sudah sibuk dengan kemodernannya, masih ada Kampung Sosrowijayan, dengan hotel2 dan fasilitas2 bagi wisatawan ‘back-packers’.

Tidak salah, jika kita tetap menanamkan rasa cinta budaya. Tetapi sangat menyedihkan, ketika justru wisatawan2 manca negara yang memang berkantung tebal, tetapi tidak bisa menyelami kehidupan “Yogya banget” di Kampung Sosrowijayan, HANYA KARENA tempat itu sudah ‘dicap’ untuk wisatawan berkantung tipis ……#mirislagi …..

 

www.njogja.co.id

Dengan men-cap tempat ini seakan ‘tidak layak’ untuk wisatawan berkantung tebal, membuat mereka justru tidak mempunyai kesempatan untuk mencicipi Yogya yang sesungguhnya …..

Banyak sungguh, yang aku ingin tuliskan tentang ‘balada hotel berbinta Yogyakarta’. Sungguh sebuah ironi yang menyedihkan, ketika banyak negara justru berusaha mencintakan kota ‘layak turis’ (maksudnya, kota tersebut semakin diminati karena tradisi, budaya serta arsitekturnya), justu Yogyakarta berlomba untuk menampung ‘sampah kemodernan’ serta berusaha ‘membuang’ sisa2 tradisi dan budaya Jaya, dengan membangun bangunan2 modern TANPA diiringi oleh ciri khas unik kota ……

Mari membangun “Pesona Indonesia”, yang benar2 mempesona …..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun