Â
By Christie Damayanti
 Â
Perlahan kami mendaki Eiffel Tower sampai lantai ke-2, dengan mengendarai lift kami. Jika wisatawan yang tidak naik lift, kadang bukan hanya mau menghemat atau memang ingin 'olah raga', tetapi mereka juga untuk menghindari antrian panjang yang mengular, seperti yang aku tuliskan sebelumnya.
Lihat tulisanku Sejuta Cerita di Eiffle Tower
Ketika kami sampai ke lantai-2, pintu lift di kedua sisi terbuka. Petugas memberkan ruang dan wakru untukku. Michelle mendorong kursi rodaku dan Dennis menjaga kami dari belakang. Dan setelah aku dirasa 'aman' dari kerumunan dan berdesak2an, barulah si petugas membuarkan wisatawan2 itu keluar ..... cool .....Â
Kadang, aku merasa 'beruntung' sebagai disabled person. BERUNTUNG ??
Mungkin semuanya tidak ada yang mengerti, tetapi 5,5 tahun aku hidup dalam keterbatasan dan 1/2 tubuh lumpuh sebelah kananku, aku tahu bahWa Tuhan sangat mengasihiku. Walau aku cacat, ternyata di saat2 yang tepat, tidak ada yang bisa menyamaiku sebagai disabled person, dalam banyak kegiatan.
Misalnya, jika ke luar negeri, disabled person sangat dihormati. Tidak akan ada antrian, fasilitas2 terbaik yang tidak bisa dinikmati oleh wisatawan2 lainnya, diskon2 yang menguntungkan bahkan gratis (seperti yang aku alami di beberapa tempat di Singapore ), dan airport memberikan ruang dan waktu khusus untukku dan pengantarku. Tidak adq antrian, termaduk periksa pasport dan cek bagasi ......
***
Aku tersentak, ketika Dennis membuka pintu ke luar lantai 2 itu. Angin berhembus cukup dingin, agak mendung. Sambil tersenyum aku menyambut anak2ku yang sangat excited. Jadi, aku persilahkan mereka berkeliling, berfoto atau mengeksplor semuanya yang mereka inginkan, di lantai itu. Bahkan Dennis naik ke lantai 2 mezzanine, tempat lebih tinggi untuk bisa meng-'capture' tanpa ada besi2 railing, yang menghalangi padangan kita, di lantai 2 itu.Â