By Christie Damayanti
Awalnya, aku meragukan tentang sebuah fasilitas disabled, termasuk di kawasan wisata Eiffel Tower. Aplagi setelah 3 hari di Paris, aku sebagai 'disabled person', tidak mendapatkan sambutan yang ramah, bahkan cenderung tidak ada kepedulian. Warga Paris, tanpa mngindahkan aku diatas kursi roda, ketika Michelle mendorong kursi rodaku menyeruak menuju Notre Dame Cathedral, mereka pun justru berebut untuk mendahuluiku, sehingga kami sama sekali tidak bisa maju …..
Ketika aku beberapa kali ke Paris, aku adalah seorang yang sehat, kuat dan mobile sekali. Bisa semuanya dan bisa seadanya. Aku belum memikirkan tentang kepedulian sosial, karena aku pun berada di dalam lingkaran manusia2 yang super egois. Yang bekerja jungkir balik tanpa lelah, sehingga tidak peduli dengan sesama, walaupun aku tetap menjalankan hidupku sebagai orang tua tunggal bagi kedua anak2 remjaku. Yang sibuk dengan diri sendiri, walau jika ada yang meminta tolong kepadaku dan adq 'disabled person' di lingkunganku, aku tetap mrmbantu dan menyingkir untuk membuat mereka lebih nyaman. Tetapi tidak memikirkan mereka.
Aku tidak berpikir tentang mereka, bagaimana mereka menjalankan hidupnya. Aku tidak berpikir tentang fasilitas2 untuk mereka. Ya, aku memang seorang arsitek. Aku juga mendesain fasilitas2 untuk disabled dan juga 'bertempur' untuk pengadaan fasilitas, dengan konsultan untuk mereka, dalam proyek2ku, besar ataupun kecil. Dan hasilnya ada, dan sesuai dengan kebutuhan mereka serta terpakai.
Tetapi sekarang berbeda. Aku justru 'pelaku' nya. Disabled person. Dimana aku yang memakai fasilitasnya. Dan ternyata, lingkungan wisata Eiffel Tower memang benar2 memberi fasilitas yang terbaik untuk disabled. Walau warga Paris adalah orang2 yang 'keras' dan jutek, tetapi untuk fasilitas disabled memang luar biasa .....
Ketika aku ingin ke toilet, aku agak bingung. Karena tempat itu adq di basement kaki Eiffel, tetapi tidak adq ramp untuk kesana. Lift pun tidak ada. Apakah aku harus turun tangga yang memang sudah disediakan? Ah ... masa sih?
Toilet disabled memang agak jauh, berbeda dengan yoilet umum, dimana beberapa tahun lalu aku kesana memang aku belum mencari toilet disabled. Konsepnya, bahwa jika disabled memakai kursi roda diharuskan antri untuk ke toilet, tidak demikian dengan toilet disabled yang ini.
Difoto ke-2, belok kiri adalah bangunan lift kaca,, untuk turun ke lantai basement. Sangat ‘tersembunyi’, tetapi justru membuat aku, sebagai disabled person’, merasa nyaman tidak antri di toilet umum, yang tempatnya di seberang kaki Eiffel Tower ini.
Jalan menuju kesana pun luas. Dengan tanah keras diselimuti batuan putih dan bersisian dengan taman hijau segar, toilet disabled ini mampu bersaing sebagai fasilitas umum ( disabled ), yang luar biasa!
Mengapa luar biasa?
Tiba2 anakku menunjukan logo 'disabled' dan diminta kita mengikutinya. Dan ternyata ada lift kaca, transparan, kecil dan hanya setinggi sekitar 1 meter, khusus untul turun ke toilet! Lift kaca cantik! Mrnarik memberikan fasilitas seperti ini dengan arsitektural yang cukup modern, di tengah2 Eiffel Tower yang klasik. Walau aku menganggapnya Eiffel Tower adalah menara klasik dalam kemodernan, lift kaca ini menambah sisi2 modern di ke-klasik-an dan ke-modern-an .....
Lift kaca ini hanya untuk naik turun 1 lantai menuju toilet. Sebuah investasi yang luar biasa, demi mempersembahkan fasilitas disabled disana. Aku semakin berdecak kagum dengan ide lift kaca. Karena sebenarnya mereka bisa saja mrmbuat ramp untuk kesana. Biayanya pasti jauh lebih murah. Atau mungkin di titik itu sebenarnya tidak bisa dibangun ramp, sehingga hanya bisa dibangun lift. Ya … kita tidak pernah tahu, bukan?
Ya benar! Fasilitas toilet disabled dengan sebuah lift kaca mungil dan cantik, serta posisinya bersisian denan taman yang hijau dan segar lah, yang membuat toilet ini luarbiasa! Jelas, manajemen Eiffel Tower sangat memperhatian kaum disabled, bahkan kaum disabled sangat dihormati …..
Lift ini hanya muat 1 kursi roda, jadi jika aku atau kaum disabled yang lain kesana, hanya diantar sampi masuk ke lift, dan si pengantar turun lewat tangga disebelahnya. Kemudia si pengantar menunggu lift sampai terbuka, mengarik kursi roda, lalu langsung masuk ke toilet. Begitu juga jika sudah selesai, kembali ke tempat menunggu …..
Lalu aku duduk kembali di tempat semula. Anak2ku sibuk dengan mengeksplore setiap sudut yang menarik hatinya. Aku senang dengan foto2 buatanku, detail2 Eiffel Tower, yang akan aku eksplore untuk artikel2ku. Juga foto2 lingkungan, termasuk burung2 merpati yang mulai datang, ketika ada beberapa wisatawan menyebarkan remahan biscuit …..
Saat itu, memang musim panas, tetapi musim panas yang aneh ….. kami masih sangat kedinginan, apalagi jika angin cukup kencang bertiup. Aku merapatkan syal pink yang aku pakai, untuk menahan dingin. Sambil menenunggu, hatiku senang. Mulutku bersenandung, mata dan bibirku tersenyum serta pikiranku melayang2 darahku semakin excited, untuk ,enunjukkan pada anak2ku, keindahan kota Paris dari puncak Eiffel Tower.
Sebelumnya :
Eiffel Tower yang ‘Cukup’ Bersahabat …..
‘Romantisme’ Kota Paris [dan Jakarta] …..
‘The Pompidou Centre’ : Bangunan Unik karya Kenzo Piano, Arsitek Favoriteku
Le Fumoir Café yang “Istimewa”
Untuk Sekian Kalinya, Tuhan Menolongku …..
Hujan Deras, Kedinginan, Tidak Ada Taxi, Uang ‘Cash’ Menipis
‘Le Louvre Museum’ : Kolaborasi Klasik dan [Super] Modern
Sekilas Pandangan Mata Kota Paris
Paris yang Mendung dalam Romantisme …..
Romantisme tentang Paris, Tumbuh dan Berkembang Lewat ‘Jardin Notre-Dame’
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H