Jika aku sehat dan bisa berjalan normal, aku tidak akan mengajak anak2 menyusuri Sein di sisi jalan, karena Sein tidak terlihat romantis. Tetapi jujur, justru aku waktu itu bisa menikmati Paris dari sisi yang lain. Melihat cowo2 Paris yang keren (karena dulu, aku full melihat Paris sebagai kota wisatanya), berbelanja di Sein dan menikmati cafe kecil yang romantis ini.
Aku juga membayangkan, dimana aku belum pernah menikmati Paris bersama orang2 yang aku cintai. Pertama tahun 1991, dengan keluarga, orang tua dan adik2ku, tidak ada sisi romantisnya sama sekali. Kedua dan ketiga tahun 2000 dan 2006, aku datang sendiri sebulan penuh, tugas pekerjaan.
Walau sisi2 romantisme Paris hanya aku sendiri yang merasakan, aku tetap tidak bisa menikmatinya secara fisik bersandar di dada bidang seseorang yang mencintaiku, atau bergandengan tangan, selfie, dengan latar belakang Paris yang romantis. Dan sekarang ini, justru aku menjadi guide dan tumpuan bagi anak2ku.
Â
Hahaha ... aku sepertinya memang 'ditakdirkan' untul tidak hidup dalam romantisme semu ..... dan ‘romantisme’ku adalah menjadi tumpuan hidup bagi anak2ku .....
Anganku buyar ketika anak2ku mulai mengeluh 'kapan hujan berhenti'. Aku pun tidak tahu kapan hujan akan berhenti. Tetapi, setelah kami membayar, hujan pun tiba2 berhenti.
Oya, sejak permasahanku tentang cash Euro dan kartu kredit Indonesia yang belum di lengkapi dengan PIN transaksi (lihat tulisanku Ketika Mukjizat Tuhan Datang Tepat Pada Waktunya ….. ), aku sudah tidak terlalu was was lagi, karena di Paris tidak / belum memperhatikan apakah konsumen punya PIN transaksi atau menandatangani nya. Tetapi tetap saja aku kehabisan cash Euro. Hanya tinggal sekitar 150 Euro saja, karena taxi di Paris banyak yang tidak bisa (atau tidak mau) melayani konsumen dengan kartu kredit, dan harus membayar dengan cash Euro.
Walau masih gerimis 'shower', kami melanjutkan perjalanan. Pedestrian cukup becek, di beberapa titik, air menggenang walau hanya sesaat dan air mengalir. Anakku sedikit 'bekerja' lebih keras untuk mendorong kursi rodaku, karena air. Suasana Paris sehabis hujan, sungguh sangat amat romantis .....
Aku tersenuym membayangkan ada seseorang yang bisa menjadi tumpuan harapanku, bisa menjadi tempat aku menyenderkan kepalaku jika aku cape. Tetapi, lagi2 anganku buyar ketika Michelle terus bertanya2 tentang apapun, sambil tertawa2 diganggu kakaknya. Ah ......Â
***
Ketika kami melewati Le Louvre Musee, hujan terun lagi, sehingga kami berlari dan mendorong kursi rodaku masuk ke lingkungan Le Louvre, dan mrnjadi tempat untuk berteduh. Lumayan, walau tidak bisa menikmati museum ini dan tidak bisa ber-selfi dengan 'piramid kaca'nya, kami bisa berteduh dan mencoba mengeksplore bangunan utamanya, tempat kami berteduh.
Â