Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

[Galeri foto] Menuju “Heidiland”, Impian Masa Kecilku …..

27 Juli 2015   14:05 Diperbarui: 11 Agustus 2015   20:45 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

By Christie Damayanti

Rapperswil merupakan kota terakhir sebelum sampai ke Heidiland (tujuan utama) dan ke luar negara Swiss menuju salah satu negara terkecil di dunia, Liechtenstein. Perjalanan dari Rapperswil tidak terlalu lama sampai ke Heidiland, sebuaj tempat yang sarat dengan cerita dan "legenda" dari Swiss. 

Perjalanan de desa 'Heidiland' memang sangat cantik! Terhampar hijau rerumputan dengan latar belakqng gunung yang puncaknya bersalju dan kesunyian yang merasuk sukma. Tidak banyak mobil yang mengarah ke Heidiland, karena tempat itu memang cukup terpencil, berada di kaki pegunungan Alpen, ditengah2 padang rumput hijau yang terhampar luas …..

Cerita Heidi sudah aku tahu sejak aku membacanya sekitar tahun 1979. Cerita Heidi yang membawa aku menpunyai mimpi dan angan2 untuk ke rumahnya. Aku baru sedikit mengerti bahwa cerita Heidi adalah hanya khayalan si pengarang cerita. Tetapi justru dengan cerita tentang Heidi, negara Swiss mempunyai tokoh fiktif menginspirasi bagi dunia, terutama anak2 yang waktu itu membutuhkan sosok idola seumuran mereka.

Tentang cerita Heidi, akan aku ceritakan di artikel selanjutnya .....

Pemandangan yang luar biasa cantik! Swiss memang menyajikan foto pemandangan alam yang membuat siapapun terpana. Hamparan hijau rerumputan dengan latar belakang biru langit serta pegunungan Alpen. Ditampah rumah2 kayu klasik khas Swiss akan nenambah cantik nya pemandangan dan suasana hati. Indah. Cantik. Damai. Sejahtera ....... seperti 'surga dunia', sesuai dengan mimpi2ku sejak kecil ......

 

Pemandangan khas Swiss (juga Indonesia) dan khas ‘lukisan anak2 masa kecilku’ …..

Kehidupan negara Swiss yang merupakan salah satu negara terkaya di dunia, menjadikan Swiss mampu menyuguhkan "foto" pemandangan alam dan lingkungan yang sebenar2nya. Bukan hanya ketika aku meng-"capture" semua pemandangan alam itu, tetapi lebih dari pada yang terlihat.  Aku dan pastinya semua orang yang mempunyai hati yang peduli akan lingkungan, akan bergetar dan merasakan kedamaian disana.

 

Dari jalan utama, bus kami berbelok ke kiri, mulai menanjak ke kaki pegunungan Alpen. Suasana pedesaan Swiss benar2 terasa. Sunyi, tentram dan sejahtera, dengan kicauan burung dan gemerisik angin sejuk semilir ……

Mimpiku benar2 terwujud, melihat dan merasakan tokoh idolaku masa kecil, Heidi ……

 

Semakin menanjak, walau tidak terjal …..

Bus wisata kami memang ber AC. Tetapi ketika aku membuka kaca jendela yang memang bisa dibuka, suasana sepi dan damai serentak menyeruak di pojok2 relung hatiku.

Bau khas rerumputan bercampur bau bunga2 ilalang,menyeruak dalam bus kami. Gemerisik padang rerumputan dan gesekan2 dedaunan, terhempas lewat desauan semilir angin sejuk. Walau waktu itu adalah musim panas, dan matahari memancarkan sinar yang cukup terik, tetapi kelembaban yang rendah dan semilir angin sejuk membuat udara diluar bus cukup dingin. Termometer raksasa di beberapa titik di tepi jalan, menunjukkan sekitar dibawah 12 derajat Celcius. Cukup dingin, ditambah jika angin bertiup cukup kencang …..

Kicauan burung2 pun membahana, disela2 suara mobil yang melewati tempat ini, yang sangat sedikit. Tidak ada  seorang pun terlihat berjalan disana. Seperti tidak ada kehidupan. Tetapi dengan adanya rumah2 kayu khas Swiss, adalah bukti disana memang ada kehidupan ......

Bukan aku terus memuji2 Swiss dan melupakan Indonesia, kita memang harus berkaca. Negara Indonesia sebenarnya mampu menyuguhkan "foto" pemandangan alam yang liar biasa cantik! Tuhan sudah menciptakan semuanya untuk Indonesia. Tetapi, kita harus banyak belajar untuk membuat Indonesia lebih memikat serta di kenal ke seluruh dunia. Ya ..... kita memang harus banyak belajar dengan negara lain .....

Berbelok dari jalan utama dari kota terdekat Mainfield, suasana desa semakin terasa. Dari kesunyian sebelumnya, semakin sunyi menuji kaki pegunungan Alpen, menuju rumah Heidi. Kicauan burung berganti dengan suara2 jangkrik bersaut2n. Walau cerita Heidi memang khalayan, tetapi karena cerita ini sangat populer bahkan di filmkan beberapa kali, jadilah dibangun sebuah 'desa Heidi' disana. Rumahnya bersama kakeknya, rumah2 tetangganya serta rumah Peter, sahabatnya yang selalu bersama menggembalakan kambing2 mereka di padang rerumputan.

 

Mulai memasuki hutan pinus, sambil menanjak menuju tempat impian …..

 

Hutan pinus tanpa lampu. Hijau … hijau …hijau …

Jalan semakin mengecil sampai permukaan jalan hanya bebatuan. Pohon2 semakin merapat sampai seperti hutan dan kami semakin terpana, tidak tahu endingnya sampai dimana. Dan warna hijau pepohonan dan rerumputan pun, semakin pekat karena pepohonan benar2 menutupi sinar matahari dari langit ......

 

 

Tetapi semakin tiba kesana, lama kelamaan pepohonan merenggang kembali, dan sinar matahari berpendar lagi. Jalanan di aspal lagi dan tiba2 kami disuguhkan sebuah pemandangan mimpi2ku. Rumah cantik yang digunakan sebagai cafe mungil ditengah2 hijau dan pegunungan Alpen! Dengan suasana has Swiss dan desain café canti dan payung2 diluar, jika mau kongkow diluar.

‘Heididorf’, itu nama café cantik itu …..

Ini tempat pemberhentian terakhir sebelum sampai ke rumah Heidi. Dan itu kesana kita harus mendaki gunung dan tidak ada fasilitas kursi roda / disabled, untuk menjaga keaslian alam, lingkungan dan cerita nya. Jadilah, aku harus 'ditinggal' di cafe mungil itu, sementara anak2ku dan teman2 wisatawan di bus kami, berjalan kaki mendaki gunung menuju rumah Heidi.

Ah ..... sebenarnya sungguh aku kecewa. Tetapi ketika aku memang tidak mampu melakukannya, kekecewaanku terobati. Apalagi aku berhasil membawa anak2ku untuk 'menyelami' dunia masa kecilku, cerita Heidi. Aku menunggu mereka kerumah Heidi, berjalan kaki mendagi gunung. Dan aku disuguhkan kenyamanan cafe cantik terpencil dikaki pegunungan Alpen.

Pemandangan alam yang sungguh cantik semakin mengobati kekecewaanku. 'Mata lapar' ku, aku puas2kan untuk melohat dan mengabadikan sebanyak2nya. Decak kagum ku tidak berhenti. Dan bersama secangkir 'chamomile tea' khas di pegunungan, aku menikmati pemandangan alam yang sangat cantik sambil menyeruput hangatnya teh ku .... Aaahhh …… sangat nikmat ……

 

 Pemandangan hijau khas Swiss dengan latar belakang langit biru serta pegunungan Alpen yang luar biasa indah!

Karena 1 jam mereka ke rumah Heidi, lama kelamaan aku merasa bosan karena tidak ada orang yang bisa menemaniku. Di semua meja bahkan pelayan café itu, sibuk. Lalu aku mulai berkeliling melihat2 café mungil itu. Suasana café cantik itu memang romantic. Sekelebat, muncul rasa kesepian dalam diriku, ketika aku hanya sendirian di sebuah café cantik di kaki pegunungan Alpen …… aahhh …..

Ketika aku berhasil membawa mimpi masa kecilku ke alam nyata tahun 2014 lalu untuk ‘bertemu’ dengan tokoh idola jaman dulu di rumah dan desa Heidi, aku hanya bisa sekedar duduk sendiri di café cantik, sesaat pemberhentian terakhir menuju mimpiku. Tetapi ketia aku segera sadar bahwa semuanya  sudah diberikan oleh Tuhan untukku, seketika iku mengucap tu juga aku mengucap syukur yang tak terhingga, bahwa mimpi2ku berhasil aku wujudkan dengan perkenan Tuhan, walau dengan keadaanku yang serba terbatas ……

Terima kasih Tuhan Yesus ……

Sebelumnya :

Cerita Cinta tentang ‘Kebun 1000 Mawar’

Ketika 1000 Mawar Menghampiriku …..

Menuju ke ‘Perut Bumi’ : Terowong di Swiss

Hari Terakhir di Swiss, Menuju ke Liechtenstein …..

‘Zurich Hauptbahnhof’ : Stasiun Kereta Tersibuk di Dunia

‘Kesombongan’ Mereka Itu Membuat Aku Terkesima …..

Melihat Kehidupan di Kota-Kota Kecil dan Desa-Desa Swiss

Pesona dan Keindahan Danau Luzern [Vierwaldstättersee]

‘Luzern, Swiss ‘ : Kota Kecil Berpotensi Besar

Belanja Jam dan Coklat di ‘Shopping Street’ Grendelstrasse, Schwanenplatz, Luzern

[Engelberg] ‘Kota Malaikat’ : Salah Satu Kota Tercantik di Dunia yang tidak ter-‘Blow Up’

Tidak Bisa Bermain Salju di Titlis karena Hujan? Berfoto Saja, Yuuukkk …..

‘Glacier Cave’ : Cerita Gua Es dan Mimpi

Sensasi Makan Siang di Puncak Gunung Titlis, dan Harganya?? Wooww …..

Keindahan Salju di Titlis, Berbalut dengan ‘Kengerian’ …..

Menuju Puncak Titlis [ 2.238 Meter dari Permukaan Laut ] dengan ‘Cable Car’

Dari Alpnachstad, Menuju Puncak ‘Mount Pilatus’ …..

Pemandangan Swiss, Cantik? Indonesia juga! Tetapi …..

Jangan Pernah Berkata “Mahal” Jika Berniat Wisata ke Luar Negeri …..

“Sendiri” di Limmatstrasse Garden, Zurich City

Inspirasi dari ‘Zurich City’ untuk Tempat Tinggal yang Nyaman Bagi Warganya

‘Zurich City’ : Kota Metropolitan yang Peduli Kepada Warganya

‘Zurich Lake’ : Pemukiman Mahal untuk Sebuah Gaya Hidup

Indahnya ‘Zurich Lake’ [ Zurichsee ] …..

Kota Tua Zurich: Mengadaptasikan Konsep Modern Kota Dunia

Berkeliling di Kota Tua Zurich, di Swiss

Hari Kedua di Zurich : Hidup Itu Sangat Singkat

Ketika Mukjizat Tuhan Datang Tepat Pada Waktunya …..

Selamat Datang di Swiss, Selamat Tinggal Belanda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun