Mimpiku benar2 terwujud, melihat dan merasakan tokoh idolaku masa kecil, Heidi ……
Â
Bus wisata kami memang ber AC. Tetapi ketika aku membuka kaca jendela yang memang bisa dibuka, suasana sepi dan damai serentak menyeruak di pojok2 relung hatiku.
Bau khas rerumputan bercampur bau bunga2 ilalang,menyeruak dalam bus kami. Gemerisik padang rerumputan dan gesekan2 dedaunan, terhempas lewat desauan semilir angin sejuk. Walau waktu itu adalah musim panas, dan matahari memancarkan sinar yang cukup terik, tetapi kelembaban yang rendah dan semilir angin sejuk membuat udara diluar bus cukup dingin. Termometer raksasa di beberapa titik di tepi jalan, menunjukkan sekitar dibawah 12 derajat Celcius. Cukup dingin, ditambah jika angin bertiup cukup kencang …..
Kicauan burung2 pun membahana, disela2 suara mobil yang melewati tempat ini, yang sangat sedikit. Tidak ada seorang pun terlihat berjalan disana. Seperti tidak ada kehidupan. Tetapi dengan adanya rumah2 kayu khas Swiss, adalah bukti disana memang ada kehidupan ......
Bukan aku terus memuji2 Swiss dan melupakan Indonesia, kita memang harus berkaca. Negara Indonesia sebenarnya mampu menyuguhkan "foto" pemandangan alam yang liar biasa cantik! Tuhan sudah menciptakan semuanya untuk Indonesia. Tetapi, kita harus banyak belajar untuk membuat Indonesia lebih memikat serta di kenal ke seluruh dunia. Ya ..... kita memang harus banyak belajar dengan negara lain .....
Berbelok dari jalan utama dari kota terdekat Mainfield, suasana desa semakin terasa. Dari kesunyian sebelumnya, semakin sunyi menuji kaki pegunungan Alpen, menuju rumah Heidi. Kicauan burung berganti dengan suara2 jangkrik bersaut2n. Walau cerita Heidi memang khalayan, tetapi karena cerita ini sangat populer bahkan di filmkan beberapa kali, jadilah dibangun sebuah 'desa Heidi' disana. Rumahnya bersama kakeknya, rumah2 tetangganya serta rumah Peter, sahabatnya yang selalu bersama menggembalakan kambing2 mereka di padang rerumputan.
Â
Â
Hutan pinus tanpa lampu. Hijau … hijau …hijau …