By Christie Damayanti
www.mobileconcreteplant.com
Sebuah negara (apalagi negara berkembang seperti Indonesia), pasti tidak lepas dengan ‘dunia membangun’. Bangunan-bangunan besar dan kecil terus menutupi lahan dataran kota, setiap hari. Bahkan jika negara tersebut ‘lepas kontrol’ dalam membangun, negara akan berubah menjadi ‘hutan beton’, dan lingkungan hidup hanya manusia, yang berkuasa atas segalanya, berkuasa atas makhluk-makhluk hidup lainnya, yaitu tumbuhan dan hewan.
Jakarta adalah ibu kota Indonesia, yang sedang membangun, dan pembangunan Jakarta sedikit ‘lepas kontrol’ dengan banyak pembangunan-pembangunan yang tidak semestinya. Jakarta memang kota yang energik, dengan profesional-profesional andal untuk bisa mengubah Jakarta dengan apa pun yang mereka mau.
Pembangunan Jakarta yang semakin tidak terkontrol membuat Jakarta juga semakin amburadul. Kehidupan Jakarta yang hedonis semakin membuat warga Jakarta semakin tidak peduli satu sama lain, termasuk antara sesama manusia, apalagi dengan lingkungan, termasuk tumbuhan dan hewan yang menjadi sasaran kekejaman Jakarta.
Untuk membangun Jakarta, bukan hanya manusianya, justru pembangunan secara riil konstruksilah yang semakin membuat Jakarta tidak mempunyai lahan untuk penyerapan. Dan hutan beton Jakarta mampu mengalahkan akal sehat untuk mengeruk untung sebanyak-banyaknya dalam mencari uang……
***
Bisa dibilang, di tiap jengkal tanah Jakarta muncul pembangunan. Dari pusat kota sampai pinggiran kota, di mana akhirnya pinggiran kota menjadi ‘penyeimbang’ warga Jakarta untuk bertempat tinggal. Jika berada di pinggiran kota, pembangunannya memang lebih mudah dengan truk-truk pengangkut material. Dan di pinggiran kota kemungkinan besar bisa membangun ‘batching plan’ untuk mengaduk beton ‘ready mix’, daripada beton yang dicampur secara manual. Dan dari situlah, permasalahan terjadi.
Sebuah ‘pabrik beton’, atau batching plant adalah tempat yang menggabungkan berbagai bahan material untuk membentuk beton: pasir, air, agregat (batu, kerikil), fly ash, kalium dan semen. Lalu dicampur dengan mixer, dan ‘kolektor debu (untuk meminimalkan pencemaran lingkungan).
Jadi, terbayang bahwa batching plant atau pabrik beton itu sangat mencemari lingkungan dengan debu-debu. Jika di sana sedang mencampur semua material dengan mixer, dari batu-batu besar terkikis menjadi satu dengan pasir, semen, air serta yang lainnya, berapa besar pencemaran lingkungan di sekitarnya? Sehingga pabrik beton atau batching plant benar-benar harus terisolasi jauh dari pusat kota dan permukiman.
Pencemaran lingkungan berupa debu benar-benar akan mengganggu kesehatan kita. Ketika aku masih berkutat sebagai arsitek proyek, yang keluar-masuk proyek dan pabrik beton seperti itu, dan produksi beton terus terjadi, mataku semakin buram melihat jauh ke depan karena kabut debu.
Ditambah paru-paruku merasa ‘berat’ untuk bernapas, walau aku selalu memakai penutup mulut dan hidung, untuk meminimalisasi pencemaran dalam tubuhku. Jika lama-lama aku berada di batching plant, aku semakin ‘berat’ untuk bernapas! Jadi, bayangkan bagi pekerja-pekerja di batching plant atau penduduk di sekitarnya. Karena kabut debu itu bisa melayang-layang jauh di udara. Aku tidak tahu, sampai radius berapa kabut debu itu berkelana, tetapi pastinya cukup jauh, apalagi angin berhembus kencang.
Jadi jelaslah, menurutku batching plant TIDAK DIPERKENANKAN UNTUK BERADA DI DALAM KOTA! Dan batching plant harus ditempatkan di daerah yang bukan pemukiman.....
Tetapi apa yang terjadi di Jakarta, kota tercinta ini?
Sebuah pabrik beton atau batching plant dibangun tepat di antara TPU Menteng Pulo arah Jalan Sudirman, dan pom bensin Pertamina, di mana aku sering membeli bensin di sana. Mungkin sudah beberapa bulan pabrik beton itu dibangun. Dan selama ini, aku merasa sangat terganggu dengan kabut debu serta pencemaran-pencemaran yang ada di sekitarnya:
- Jika aku membeli bensin di sana, pasti jendela sedikit dibuka supaya ada aliran angin. Dan hasilnya, aku batuk-batuk keras karena aku memang semakin alergi terhadap debu, setelah serangan stroke yang melandaku 5,5 tahun lalu. Dari situ aku tahu, betapa pencemaran lingkungan semakin parah.
- Jika kami datang ke makam papa di TPU Menteng Pulo, kami usapkan tangan kami di nisan papa, debu tebal menempel dan rerumputan di sekitar TPU semakin layu.
- Jalanan dari baching plant, tertutup debu putih (kalium), dan jika hujan, semua menjadi kotor dan licin. Dan tidak ada satu pun petugas yang membersihkannya, sehingga roda-roda mobil kami menjadi kotor, serasa masuk lumpur.
- Debu-debu itu pasti masuk ke pembuangan selokan di sekelilingnya. Akhirnya atak menjadi kerak, menyumbat air yang harus mengalir di selokan itu.
- Dan gorong-gorong besar pun pastinya akan tersumbat, karena pasti tidak ada yang peduli untuk membersihkannya.
- Dan masih banyak lagi.
Aku tidak tahu aturan tentang ini di Jakarta. Tetapi aku berbicara dan menulis dalam konteks sebagai warga Jakarta yang terganggu dengan batching plant, terutama di tempat-tempat yang aku sering lewati.
Mengapa batching plant ada di tengah Jakarta? Apalagi batching plant yang berada di jalan protokol, Jalan Casablanca Jakarta! Kulihat memang banyak pembangunan di sana sehingga kemungkinan besar antar proyek bekerja sama untuk membangun batching plant. Atau mungkin justru perusahaan beton itu sendirilah yang berinisiatif untuk membangun batching plant di tengah-tengah kota!
Pepohonan akan semakin merana, dengan debu-debu tebal dari hasil ‘menggiling’ campuran material menjadi beton, makhluk hidup kecil yang berada di tanah, got atau sampah-sampah akan semakin menghilang, di mana itu berarti ekosistem sekecil apa pun akan rusak!
Jika ekosistim rusak, keseimbangan alam semakin terganggu, dan semakin lama dampak besar akan melanda manusia sebagai warga Jakarta.
Sekali lagi, aku tidak terlalu mengerti tentang aturan-aturan tentang pabrik beton atau batching plant ini. Tetapi yang aku tahu, kabut debu karena apa pun itu, akan mengganggu kita. Kesehatannya, pandangannya bahkan mungkin lama-lama tidak bisa melihat karena mata semakin pedas, jika terus menerus berada di lingkungan seperti itu……
Bapak Ahok, bagaimana dengan peraturan untuk membangun batching plant?
MARI SELAMATKAN BUMI …..
Sebelumnya :
Kisah Pohon Kurma yang ‘Merana’ di Jakarta [Barisan Foto]
Percayakah Bahwa Suatu Saat, Manusia Menjadi ‘Santapan’ Hewan?
Ketika Pameranku Dihadiri oleh 2 Kementerian RI dan PT Pos Indonesia dan Diwartakan oleh DAAI TV
“HIJAU Jakartaku, HIJAU Indonesiaku, juga Bumiku dalam Filateli Kreatif”
Gerakan “Hijau” dari Seorang Ibu
‘Remeh Temeh’ tentang Kebutuhan Air
Permintaan Manusia untuk Kebutuhan Hewani? ‘Lebay’ dan Ga Masuk Akal!
Mengapa Nyamuk “Menyerang” Manusia?
Wisata Alam ‘Hutan Mangrove’, Pantai Indah Kapuk, Jakarta
Manusia, Hewan, Tumbuhan dan Gaya Hidup
Cicak Itu Makan Nasi? So What?
Mewujudkan ‘Ruang Hijau Pribadi’ Jakarta, Mungkinkah?
Pemanasan Global Bumi, Perubahan Pola Hidup dan Sisi Pantai, Penyakit, sampai RTH untuk Jakarta
Adakah yang Peduli, Jika Penurunan Muka Tanah Jakarta Setinggi 6,6 Meter Tahun 2030?
Menuju Jakarta 30% RTH [Dari yang Sekarang 11% Saja], Mungkinkah?
Boleh kan, Jika TPU Menjadi Program Rencana 30% RTH Jakarta?
Taman Kota : Bagi Kesehatan Warga Dunia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H