By Christie Damayanti
Sebelumnya :
Permintaan Manusia untuk Kebutuhan Hewani? ‘Lebay’ dan Ga Masuk Akal!
Mengapa Nyamuk “Menyerang” Manusia?
Wisata Alam ‘Hutan Mangrove’, Pantai Indah Kapur, Jakarta
Manusia, Hewan, Tumbuhan dan Gaya Hidup
Cicak Itu Makan Nasi? So What?
*****
Ekosistim yang berubah
Ketika sebuah lahan ditelantarkan tanpa perawaran, lahan atau tanah tersebut akan cepat ditumbuhi ilalang serta lumut-lumut di bebatuan. Jamur-jamur juga tumbuh dan hewan-jamur kecil menjadikan lahan kosong itu sebagai 'rumah baru' mereka.
Lama kelamaan, tanaman-tanaman yang lebih tinggi akan muncul menutupi rumput dan banyak species-species baru bermunculan, mengambil alih sejalan dengan ekosistim baru tersebut berkembang. Suksesi terus berkembang. Suksesi adalah tahap saat kehidupan baru masuk ke dalam auatu tempat atau habitat fan bergabung dalam sebuah ekosistim.
Pengamatanku memang demikian adanya. Ketika lahan kami di Cipayung sekarang ini tidak cukup terawat karena sekarang tidak ada yang merawatnya, tiba-tiba awalnya lahan kami tersebut merupakan kebun dan tempat memelihara beberapa hewan ternak (seperti kambing, ayam dan ikan mas), menjadi lahan 'antah berantah', penuh ditumbuhi ilalang dan banyak tanaman 'aneh'. Tetapi terlihat mereka menyukai lahan tak terpelihara tersebut......
Ketika beberapa saat yang lalu setelah papa dipanggil Tuhan, kebun rumah kami di depan dan samping yang cukup besar tidak tertata dengan baik karena mama ku masih berkabung (mama adalah seorang yang merawat dan mendesain taman kami dengan sangat luar biasa!), cepat sekali tanaman liar tumbuh di sela-sela tanaman utama. Sehingga taman kami sangat berantakan.
Setelah mama siap untul membuka diri lagi untuk hidup yang lebih baik, dengan cepat mama memperbaiki taman-tamannya. Banyak tanaman-tanaman utama sudah dewasa, dan analnya ditanam kembali atau di tanam di pot untuk menghiasi dinding2 carport atau dibagikan keluarga yang bertandang ke rumah kami.
Memperbaharui habitat
Aku juga melihat dan mengamati ketika mama memperbaharui habitat. Mungkin bukan sebuah habitat besar apalagi dalam skala dunia. Tetapi habitat2 kecil yang mamaku lakukan, merupakan awal dari sebuah kepedulian untuk kehidupan dan 'penghijauan' lingkungan.
Taman samping rumah kami
Anak-anakan tanaman di pindah ke pot-pot kecil untuk dibagikan. Membuat habitat baru memang buuh ketelatenan, seperti mamaku. Dan jika habitat bari ini sukses, hasilnya aka nada tanaman baru, dengan hewan-hewan kecil yang mengiringnya, serta setidaknya oksigen di lingkungan rumahku bertambah..
Tanaman lama yang sempat mati karena tidak ada yang merawat, diganti tanaman-tanaman baru. Dan anak tanaman lama dipindah ke pot atau di titik taman yang lain. Dan aku sangat yakin, species-species baru bermunculan dan hewan-hewan kecil pun datang yang baru.
Ada beberapa ulat kecil yang aku belum pernah melihat di taman kami, ketika mamaku selesai dengan pemindahan-pemindahan tanaman lama berganti dengan tanaman baru. Aku tidak terlalu mempelajari tentang jenis ulat di kebun kami, tetapi karena aku memang peduli dengan lingkunganku, teruyama juga yang ada disekelilingku, aku sangat yakin bahwa ulat itu datang dari tanaman-tanaman baru yang di tanam mamaku.
Mama sering membuat habitat baru di tamannya. Bahkan di akuarium nya. Ketika beberapa tahun lalu, di taman samping ada banyak pot besar untuk tanaman Sikas, tetapi sekarang ini mama banyak membuat pot-pot berisi tamanan Kamboja Jepang. Anak-anak Kamboja Jepang di pindah ke pot2 kecil dan Sikas nya, mati karena sempat tidak ada yang merawat.
Di taman akuarium mamaku, sering berganti habitat. Karena akuarium membutuhkan keahlian khusus, membuat tanaman dan ikan-ikannya sering mendadak mati. Petugas yang memelihara akuarium kami hanya datang 2x sebulan, sehingga ketika suatu saat tanaman dan ikan-ikan di akuarium mati karena terserang bakteri, atau apapun namanya, terlihat kuarium tumbuh ganggang air tawar serta lumut-lumut dan keong2 kecil pemakan daun ganggang.
Dari pengamatan kecil di lingkunganku, aku banyak berpikir tentang sebuah lahan yang sebenarnya baru.
Karena ketika kota Jakarta kian bertumbuh, sedikit membabi buta tanpa kepedulian warganya, mahkluk hidup (hewan dan tumbuhan) pun seharusnya semakin berkembang. Dan perkembangan mahkluk hidup yang lain ini sejalan dengan manusia, untuk saling membutuhkan (simbiosis mutualisma).
Tetapi ketika mahkluk hidup yang lain itu tidak bisa berkembang karena egoism manusia, apakah yang akan terjadi? Konsep simbiosis mutualisma itu tidak terjadi, dimana manusia pasti yang msyoritas. Dengan tidak berkembangnya mahkluk hidup yang lain, pada suatu saat justru manusia lah yang akan mendapatkan ganjaran setimpal.
Tidak kah ada yang tepikir bahwa banjir badang, atau sakit penyakit atau musibah yang lain, merupakan salah satu hasil dari tidak terjadinya “saling membutuhkan?”
- Hutan mangrove tersingkir, “Green Belt” hilang, pengikisan serta abrasi pulau semakin besar. Lama kelamaan, pulau-pulau semakin kecil, walau reklamasi terus berjalan. Karena reklamasi sangat baik jika hutan mangrove sehat.
Artinya, saling membutuhkan antara manusia dengan tumbuhan semakin ada dinding tebal, dimana suatu saat manusia memenuhi dunia TANPA berdampingan dengan tumbuhan, yang mengakibatkan kurangnya oksigen (karena hijau daun menipis) dan semakin ‘panas’.
- Semakin sedikitnya pepohonan berganti dengan ‘pohon pencakar langit’, membuat semakin sedikitnya cacing untuk menggemburkan tanah. Cacing sedikit, makanan sehat ayam kampung semakin langka. Bahkan ayam kampung berganti dengan ayam-ayam broiler dengan vitamin yang tidak sesuai dengan tubuh manusia, yang menjadikan ayam gemuk tapi tidak sehat.
Artinya, mausia dipaksa untuk memakan ‘racun’, sehingga penyakit baru bermunculan (misalnya, mencetuskan kanker), karena ketidak-seimbangan alam.
Manusia memang berkuasa untuk menjadikan alam ini berkembang baik bagi sesama manusia dan makhluk, atau menjadikan bumi dikuasai oleh manusia sendiri dalam keegoisan. Tetapi jangan lupa, semakin manusia egois untuk mengeruk keuntungan demi diri sendiri, semakin manusia akan merasakan sendiri balasan yang setimpal.
Dan balasan alam ini, menjadikan masa depan bumi bukan menjadi tempat tinggal yang nyaman untuk keturunan kita.
*****
Membuat habitat baru dipekarangan dan lingkungan sendiri seperti yang selalu dikerjakan mamaku, mungkin bisa menjadi sedikit kepedulian kita untuk bumi ini, karena bumi kita ini memang harus diselamatkan…
Tidak harus dengan lahan-lahan yang luas, tetapi pekarangan kecil rumah kita yang hanya 21m2 saja, dengan menanam pohon di pot-po kecil gantung atau pot-pot dari botol-botol bekas air mineral, setidaknya bukan hanya ‘recycle’ nya yang terjadi, tetapi dengan menanam pohon dengan hijau daun itu akan menambah oksigen di lingkungan kita, walau hanya kecil..
Mari selamatkan bumi..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H