By Christie Damayanti
Aku dan Kompas …..
Umurku ga jauh beda dengan Kompas. Kompas beberapa tahun diatasku. Aku tidak tahu, dari tahun berapa keluargaku berlangganan Kompas. Tetapi yang jelas, Kompas merupakan bacaan utama keluargaku sejak aku kecil, selain beberapa Koran lagi karena papa harus memonitor banyak hal berhubungan dengan pekerjaannya sebagai pejabat Pemda, waktu itu .....
Dulu, papaku mengajarkan aku membaca koran hanya judul2 berita saja, karena aku belum tertarik membaca koran waktu aku masih duduk di bangku SD. Setiap hari, aku membaca judul2nya saja, ditemani papaku. Sekali2 aku membaca isi berita jika aku tertarik dengan judulnya. Dan jika aku membaca isi berita, papaku mengawalku untuk menerangkan isi berita itu. Maklum, kata2 sebuah koran sangat "tinggi" untuk ku waktu itu, sebagai pelajar SD.
Seiring dengan umurku dan ketelatenan papa membimbingku untuk membaca koran, Kompas sudah semakin nyata sebagai duniaku. Aku memang tidak pernah tertarik tentang berita politik. Untukku, politik "jahat" luar biasa. Aku mulai menyukai berita2 tentang alam dan lingkungan, arsitektur dan bangunan serta properti.
Ketika papa pensiun tahun 1995 lalu, papa beralih sebagai wiraswasta di bidang konstruksi, dan langganan koran dihentikan KECUALI Kompas. Dan beralih dengan majalah2 konstruksi dan properti. Dan Kompas adalah tetap bacaan utama papa setelah jalan pagi dan juga bacaanku utama sebelum berangkat berkegiatan.
Papa selalu menggunting berita2 yang aku suka atau berita2 yang dibutuhkan untuk keluarga, sampai beliau dipanggil Tuhan tahun 2013 lalu. Misalnya, kesehatan atau berita2 update tentang kejahatan yang sedang booming (supaya kami semua behati2). Guntingan2 berita itu selalu diberikan padaku, mamaku atau anak2ku setiap malam. Dan jika adik2ku datang pas liburan dari Amerika dan Bali, papa juga memberikan guntingan2 berita yang sesuai dengan kebutuhannya.
Guntingan2 berita Kompas yang papa guntingkan untukku, yang belum sempat aku kliping ……
Banyak berita2 Kompas aku kliping. Selain memang hasil guntingan2 berita dari papa, aku pun selalu menggunting berita untuk yang aku butuhkan, terutama kebutuhan risetku sebagai dosen dan urban planner. Dan aku menikmatinya, sampai pada suatu saat .....
Aku terserang stroke, Januari 2010. Aku tidak bisa membaca selama 2 bulan karena otakku tidak bisa mencerna artinya, dan sampai sekarang aku tetap susah membaca karena syaraf mataku mengalami kelainan setelah stroke. Apalagi membaca tulisan2 kecil di kolom2 Kompas. Dan aku "kehilangan" bacaan wajibku, koran Kompas, tetapi aku mendapat bacaan lain yaitu Kompas.com, karena jika membaca di iPad aku bisa membesar tulisan sesuai dengan kebutuhanku. Tetapi papa tetap menggunting2 berita yang emang aku butuhkan untuk kliping, walau susah membaca. Papa membacakan untukku, ketika aku memang haus berita itu, atau papa bawa loop (kata pembesar milik mamaku) .....
Tahun 2013, bulan Maret Tuhan memanggil papa. Aku sempat terpuruk tetapi aku cepat juga bangkit. Duniaku berubah, yang berhubungan dengan Kompas. Tidak ada guntungan2 berita2 yang diberikan padaku, dan tidak ada lagi tangan2ku untuk menggunting berita karena tangan kananku / tubuh kananku lumpuh. Sementara mama memang berbeda. Dan tidak bisa menggantikan posisi papa, yang berhubungan dengan Kompas, atau berita.
Mama adalah "seniman". Melukis, menggambar, bercocok tanam serta mendesain taman adalah yang digemarinya. Dan mama tidak suka membaca apalagi membaca koran. Mama tidak mau tahu tentang berita apapun, apalagi yang update dan sedang booming. Karena memang papa sangat melindungi beliau, tanpa harus beliau merasa sesuatu yang tidak beres. Beliau mendengar berita lewat TV sambil melukis saja .....
Kami sepakat untuk menghentikan berlanggan Kompas karena tidak ada yang membaca. Selama 6 bulan setelah papa meninggal, tumpukan koran Kompas teronggok di meja khusus tempat dulu papa membaca. Aku sungguh sedih. Aku tidak mampu menggunting berita, juga susah membaca. Dan anak2ku tidak mau membaca koran. Mereka hanya update berita lewat internet saja, itupun apa yang mereka butuhkan saja. Jadi sekitar akhir tahun 2013, kami berhenti berlangganan Kompas.
Selamat tinggal Kompas (cetak) .....
Tetapi Tuhan merencanakan yang lain. Silaturahmi ku dengan Kompas tetap tersambung. Ya ...... karena justru sekarang aku selalu menulis di Kompasiana! Sejak 12 November 2010, seorang wartawan Kompas teman SMP ku mengajak aku menulis karena dia tahu betapa aku bete dengan keadaanmu yang terkukung dengan terbatasan.
Waktu aku “4 Tahun di Kompasiana” November 2014
Dan "kekuatan menulis" melalui Kompas(iana) lah yang membuat aku seperti sekarang ini. Mulai menjadi penulis tetap di Kompas(iana) sampai dipanggil 3x wawancara di Kompas TV dalam acara 'Kompas Pagi' dan 'Kata Kita'.
Talk-show di “Kompas TV”, bersama kang Pepih (November 2012) dan Direktur Telematika (Kemen Kominfo), Ibu Mariam Barata
Silaturahmi ku dengan keluarga besar Kompas tetap terjaga. Aku tetap membaca Kompas.com setiap hari, seperti yang papa ajarkan padaku, membaca judul nya saja jika memang aku tidak tertarik membaca berita politik, tetapi aku selalu membaca berita2 tentang Jakarta yang berhubungan dengan rencana dan konsep, tentang binatang, lingkungan serta hal2 yang menarik.
Ketika Kompas(iana) sempat down beberapa saat lalu dan aku sempat tidal bisa memposting artikel2ku, dan teman2ku mengajak aku untuk "pindah rumah", aku tetap tidak mau.
"Mengapa?", kata teman2ku.
Ya! Aku tidak akan meninggalkan keluarga Kompas, karena aku 'lahir' di Kompas cetak, belajar membaca koran di Kompas cetak, kliping2ku dari Kompas cetak, pengetahuanku bertambah karena Kompas, aku menjadi 'penulis' dan menghasilkan 3 buku ku sendiri dan menjadikan tulisan2ku sebagai referenai di banyak orang tentang Jakarta, stroke dan filateli, serta membuat aku cukup terkenal di media lewat Kompas(iana).
Dan aku adalah salah satu 'anak' dan 'murid' Kompas. Dimana semua sahabat-sahabatku yang bekerja dalam Kompas merupakan salah satu sahabat-sahabat terbaikku, yang selalu terbuka, mendukung dan membantuku dalam pemulihanku sebagai insan pasca stroke, untuk terus menulis ….. menulis ….. dan ….. menulis ….. lewat KOMPAS (iana & .com) .....
Selamat Ulang Tahun Kompas ke-50, semoga semua yang kalian berika untuk Indonesia, selalu dan terus menjadi berkat bagi kita semua ……
Tuhan berkati!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H