Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Aku dan Kompas

30 Juni 2015   11:18 Diperbarui: 30 Juni 2015   11:25 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku terserang stroke, Januari 2010. Aku tidak bisa membaca selama 2 bulan karena otakku tidak bisa mencerna artinya, dan sampai sekarang aku tetap susah membaca karena syaraf mataku mengalami kelainan setelah stroke. Apalagi membaca tulisan2 kecil di kolom2 Kompas. Dan aku "kehilangan" bacaan wajibku, koran Kompas, tetapi aku mendapat bacaan lain yaitu Kompas.com, karena jika membaca di iPad aku bisa membesar tulisan sesuai dengan kebutuhanku. Tetapi papa tetap menggunting2 berita yang  emang aku butuhkan untuk kliping, walau susah membaca. Papa membacakan untukku, ketika aku memang haus berita itu, atau papa bawa loop (kata pembesar milik mamaku) .....

Tahun 2013, bulan Maret Tuhan memanggil papa. Aku sempat terpuruk tetapi aku cepat juga bangkit. Duniaku berubah, yang berhubungan dengan Kompas. Tidak ada guntungan2 berita2 yang diberikan padaku, dan tidak ada lagi tangan2ku untuk menggunting berita karena tangan kananku / tubuh kananku lumpuh. Sementara mama memang berbeda. Dan tidak bisa menggantikan posisi papa, yang berhubungan dengan Kompas, atau berita.

Mama adalah "seniman". Melukis, menggambar, bercocok tanam serta mendesain taman adalah yang digemarinya. Dan mama tidak suka membaca apalagi membaca koran. Mama tidak mau tahu tentang berita apapun, apalagi yang update dan sedang booming. Karena memang papa sangat melindungi beliau, tanpa harus beliau merasa sesuatu yang tidak beres. Beliau mendengar berita lewat TV sambil melukis saja .....

Kami sepakat untuk menghentikan berlanggan Kompas karena tidak ada yang membaca. Selama 6 bulan setelah papa meninggal, tumpukan koran Kompas teronggok di meja khusus tempat dulu papa membaca. Aku sungguh sedih. Aku tidak mampu menggunting berita, juga susah membaca. Dan anak2ku tidak mau membaca koran. Mereka hanya update berita lewat internet saja, itupun apa yang mereka butuhkan saja. Jadi sekitar akhir tahun 2013, kami berhenti berlangganan Kompas.

 

Selamat tinggal Kompas (cetak) .....

Tetapi Tuhan merencanakan yang lain. Silaturahmi ku dengan Kompas tetap tersambung. Ya ...... karena justru sekarang aku selalu menulis di Kompasiana! Sejak 12 November 2010, seorang wartawan Kompas teman SMP ku mengajak aku menulis karena dia tahu betapa aku bete dengan keadaanmu yang terkukung dengan terbatasan.

 

 

Waktu aku “4 Tahun di Kompasiana” November 2014

 

Dan "kekuatan menulis" melalui Kompas(iana) lah yang membuat aku seperti sekarang ini. Mulai menjadi penulis tetap di Kompas(iana) sampai dipanggil 3x wawancara di Kompas TV dalam acara 'Kompas Pagi' dan 'Kata Kita'. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun