By Christie Damayanti
Ketika kita diturunkan di tengah2 kota Zurich, waktu itu jam pulang kantor,sekitar jam 6 sore. Matahari masih berinar dengan cerah, cukup hangat di tubuh kami, walau angin mendesau semilir. Langit biru cemerlang, dan awan putih terus berarak sejalan dengan hembusan angin .....
Jalan2 dan pedestrian padat warga kota. Banyak yang berjalan terburu2 menuju stasiun untuk naik kereta menuju rumah mereka. Atau juga berjalan terburu2 hanya berjalan menuju sebuah tempat, sambil mengunyah sandwich, atau sibuk berbicara dengan gadgetnya,atau juga sambil menekan2 tombol gadgetnya, entah tentang apa. Ada juga eksekutif2 tua dan muda bergerombol membicarakan sesuatu dalam berbagai bahasa. Ada yang berbahasa German, bahasa Perancis, bahkan ada kelompok2 eksekutif muda berbahasa India dan Arab. Justru tidak terdengar mereka yang berbahasa Inggris .....
Kadang aku berpikir, mungkin Bahasa Inggris sudah bukan menjadi bahasa Internasional. Ketika eksekutif India atau Arab itu, memakai bahasa 'ibu' mereka dan berbicara dengan 'bule' Jerman atau Perancis, jangan2 mereka itu bisa berbicara di banyak bahasa, dimana justru mereka tidak memakai Bahasa Inggis.
Yang aku tahu di hampir semua negara Eropa dengan pengalaman2ku beberapa kali kesana, mereka sangat bangga dengan bahasa mereka, dan sering kali tidak peduli dengan turis2 yang hanya berbahasa Inggris. Jika ditanya, mereka hanya menggelengkan kepalanya jika mereka tidak mengerti. Kadang2 membuat kami jengkel, tetapi pada kenyataannya, mereka tidak memerlukan turis atau  wistawan asing untuk pendapatan mereka, karena bangsa Eropa adalah bangsa yang 'kaya', tanpa mencari turis untuk pendapatan mereka .....
Suasana cukup gaduh di sekeliling kami. Michelle mendorong kursi rodaku, sementara Dennis membuka gadgetnya untuk GPS, mencari jalan terdekat menuju hotel kami di Limmastrasse. Kami memang tidak bergegas. Justru kami ingin sediki berjalan2 di pusat kota. Dan kami tidak ingin naik taksi. Cukup berjalan2 dengan kursi roda, di dorong Michelle sambil bercanda dengan Dennis.
Trem2 listrik memenuhi rel2 mereka,tetapi mobil sangat menghormati trem. Walaupun kadang2 tidak ada lampu lalu lintas, mobil akan berhenti untuk melihat apakah trem akan lewat atau tidak. Dan tanpa palang pintu!
Kendaraan juga cukup semrawut,banyak taksi lalu lalang menaikan dan menurunkan penumpang. Klakson cukup keras dan berisik, sementara peluit kereta juga sering terdengar. Kereta sebagai angkutan massal, merupakan alternative utama mereka untuk transportasi, jika rumah mereka sedikit agak keluar kota, di kota2 penyangga. Sedangkan jika mereka tinggal di dalam kota agak kepinggir, atau justru di apartemen2 mewah di tengah2 kota, sebagian besar mereka mengendarai trem listrik yang hilir mudik melintasi jalur2 rel khusus, dan sebagian kecil dari mereka mengendarai mobil mewah mereka.
Di Zurich dan kota2 besar di Swiss tidak memakai sepeda sebagai kendaraan utama mereka untuk berkegiatan, seperti di Amsterdam, atau di kota2 besar di Belanda. Memang, sepeda tetap dipakai sebagaian warga kota untuk berkegiatan, tetapi bukan untuk transportasi missal mereka. Tetapi toh mereka tetap tidak menggunakan mobil2 pribadi mereka untuk transportasi mereka, khususnya di pusat2 kota. Konsep kota mereka adalah untuk mengurangi kepadatan dan kesemrawutan, juga supaya polusi udara lebih berkurang .....