Peter Steinmann, tour guide kami menyarankan untuk berfoto di studio di lantai atas. Dengan pemandangan khas Swiss. Benar juga! Kemarin aku berfoto dengan anak2ku di Volendam, mengapa kami tidak berfoto di puncak Titlis? Cepat2 kami kearah lift untuk mencari studio foto.
Di lantai 3, foto studio itu ternyata cukup banyak peminatnya. Ada 2 counter. Pertama adalah counter foto yang merekoba mengikuti tour naik cable car terbuka. Sebenarnya kami pun sangat ingin mencobanya. Tapi mau gimana lagi? Hujan tidak berhenti dan cable car itu pun tidak mau melayani wisatawan yang nekad ingin melakukan itu. Karena sangat berbahaya .....
Counter kedua adalah yang ingin langsung berfoto dengan baju2 khas Swiss dengan pemandangan alam Pegunungan Alpen. Bagu2 tradisional Swiss yang cantik itu pun, membuat aku terpana. Ya ..... walau aku tahu dan yakin bahwa baju2 tradisional Indonesia adalah yang terbaik di dunia ( AKU CINTA INDONESIA), tetapi aku selalu terpana dengan keindahan2 etnic di semua negara. Mungkin karena aku arsitek ya, sehingga semua yang aku lihat selalu aku hubungan dengan lingkungan.
Karena niat, kami tetap mengantri. Karena juga tidak tahu harus apa lagi sebelum turun, membuat kami juga excited. Karena banyak yang menarik disekeliling sana. Sambil mengantri, kami bisa 'cuci mata'.
Mungkin hanya 10 menit kami mengantri karena banyak yang tidak sabaran. Ya sudah ... ketika kami masuk di ruang ganti, sungguh matau terpana melihat2 baju2 wanita tradisional Swiss. Baju2 pria nya sih tidak terlalu aneh2. Hanya memakai kemeja putih dan celana hitam. Yang detail nya adalah rompi atau vest pria. Warnanya memang agak kelabu atau hitam. Tetapi beberapa vest pria berlatar belakang warna merah dengan bunga2 cantik! Tapi sayangnya, Dennis tidak mau memakai warna merah ..... Dan akhirnya, Dennis memilih vest berwarna abu2 .....
Aku didananin baju berwarna merah dengan topi merah. Untuk Michelle mereka memilihkan baju berwarna pink dengan detail bunga2,juga dengan topi pink senada. Cantik!
Aku membawa tas hitam dan si piñata foto menaruh bunga2 di atas tangan kananku supaya tidak terlihat ( karena posisi tangan kananku terliat agak 'aneh', karena stroke yang melupuhkan tubuh kananku sejak 5 tahun lalu ). Michelle diberikan 'accordion', sebuah alat music yang sering dimainkan oleh gembala dan petani Swiss. Dan Dennis diberikan terompet besar, yang biasanya ditiup oleh gembala dan pemusik2 lokal Swiss. Pas! Klop dan luar biasa!
Pengambilan gambarnya pun berulang kali, yah ..... sangat wajar dengan pelayanan seperti ini. Karena harga 1x foto  untuk 3 orang ( dapat 1 foto berukuran folio + CD yang bisa dicetak lagi, dengan semua pengambilannya ) cukup mahal, memang! Sejumlah 62,50 Euro! Jika lebih dari 3 orang dalam 1 pengambilan, ada tambahan lagi 10 Euro! Hah! 62,50 Euro sekitar 1,031.250 Rupiah! Astaga .....
Memang, jika kita berniat untuk berlibur ke luar negeri, apalagi ke negeri2 mahal seperti Eropa ini, kita harus menutup mata. Pura2 saja jadi orang kaya! Memakai kartu kredit, memang membuat kita bisa berhutang. Tetapi tunggu dulu! Kuta harus tetap menimbang2 berapa besar hutang kita setelah kembali dari luar negeri. Jangan2 tumpukan hutang kita bisa membuat kita benar2 bangkrut!
Ya, aku memang sudah menabung selama 3 tahun untuk aku mengajak anak2ku ke Eropa. Dan karena au sudah pernah kesana beberapa kali, membuat aku mengerti bahwa akan banyak pengeluaran yang tidak disangka2 tetapi ( harus ) dilakukan. Sehingga, aku hanya mengelus dada ketika aku disodorkan lembaran bon dan menyerahkan kartu kreditku untuk di 'swap' .....