By Christie Damayanti
[caption id="attachment_261334" align="aligncenter" width="558" caption="www.tempo.com"][/caption]
Sebelumnya : Ada Apa dengan Waduk Pluit?
Sebenarnya sih dalam mendesain sebuah waduk dalam sebuah daerah, tidak terlalu sulit, sepanjang semuanya sesuai dengan tata laksana, peraturan dan warga pun memberikan dukungan penuh untuk me-revitalisasi daerah tersebut. Karena dalam mata kuliah di arsitektur ( perkotaan ) atau lingkup yang lebih sempit sebagai 'urban planner', sudah dipelajari aspek2 penunjang untuk bagaimana membuat sebuah waduk dalam perkotaan mampu memberikan manfaat bagi sebagian bahkan seluruh warga kota tersebut.
Sekali lagi, aku adalah arsitek dan 'urban planner' yang benar2 fokus dengan kemampuanku untuk berkarya. Aku tidak mau mencampuri ranah keuangan, pun aku tidak mau mencampuri ranah politik. Murni untukku, konsep2 yang aku dalami untuk idealisme perkotaan. Jika ini berkembang, barulah kita bisa bicara dalam sebuah tim besar yang terdiri dalam ahli2 dalam lingkupnya masing2.
Idealisme menurutku dalam merancang lingkungan di sekitar waduk adalah bukan hanya mendesain bangunan2 disekelilingnya saja, melainkan juga me-normalisasi waduk, membuat infrastrukturnya, mendisain lingkungannya ( misalnya terdapat bangunan2 yang sesuai beserta fasilitas2nya seperti rekreasi, fasilitas umum untuk warga dan bisa menjadikan waduk bagi kesejahteraan warga disekitarnya ) dan yang paling penting adalah MEMELIHARA nya. Karena jika semua sudah dilakukan, tetapi pemeliharaannya amburadul, daerah itu akan mubazir menjadi seonggok waduk yabg hanya dimanfaatkan untuk memancing atau tempat sekedar untuk tidur bagi beberapa warga yang memang tidak mempunyai tempat untuk berteduh. Tempat itu menjadi kotor, dan justru tidak nyaman bagi warga sekitar.
Beberapa konsep yang mungkin bisa dilakukan, menurutku :
1.      Warga yang mendiami waduk tersebut memang harus di alokasikan, sesuai pemda yang memberi tempat, walau memang haru dipikirkan lebih dalam seperti yang aku tuliskan di artikel sebelumnya. Karena jika tidak, semuaya akan lebih amburadul. Pasti berhungan dengan dana. Walau daerah sekitar waduk yang seharusnya tanah pemerintah dan warga TIDAK BERHAK untuk menempatinya, tetap saja pemda tidak 'tega' untuk langsung 'mengusirnya' tanpa diberi 'pesangon'.
Jika warga marah dan meminta bermacam hak padahal mereka tidak berhak ( karena tanah negara ), sepertinya pemda harus agak 'keras' bahwa warga toh sudah diberikan tempat yang layak, bahkan sangat layak dibanding mereka tinggal di tepi waduk. Walau tetap semuanya harus dipikirkan oleh pemda, misalnya dimana tempat yang layak untuk mereka dan jangan ada 'oknum' yang mencari kesempatan dalam kesempitan .....
2.      Ya, seperti kata pak Jokowi, bahwa Waduk Pluit memang harus dikeruk! Dengan menyempitnya waduk tersebut dari 88 hektar menjadi hanya sekitar 60 hekter dan dari kedalaman 10 meter yang jelas akan berkurang menjadi dangkal, pasti waduk tersebut harus dikeruk. Hasil kerukannya bisa dimanfaatkan untuk perbaikan daerah yang terlalu cekung. Tetapi ini harus tetap diteliti dan dipelajari dulu, tidak bisa langsung menguruknya!
Aku menolak mentah2 ketika pak Ahok berkata tentang hasil kerokan waduk ini, untuk menguruk laut untuk rekamasi! Sangat tidak benar, ketika banyak kepedulian tentang tanah Jakarta karena adanya reklamasi yang akan membuat Jakarta semakin 'tenggelam', eh ... malah hasil kerukan waduk untuk menguruk laut ???
3.      Selanjutnya, setelah pengerukan mulai untuk pembenahan terlebih dahulu, sesuai dengan konsep2 awal, apa yang diinginkan dengan membangun Waduk Pluit? Aku belum mempelajarinya tetapi yang jelas kita juga harus melihat, hubungan antara waduk tersebut dengan aliran sungai dan pastinya keberadaan waduk tersebut salah satunya adalah untuk pengendalian banjir. Bahwa aliran sungai ke arah Waduk Pluit, hampir dipastikan untuk bagaimana kita 'meredam' banjir disana.
Nah, jika konsep yang hampir pasti untuk meredam banjir di daerah tersebut, tetapi justru waduk menjadi penghidupan sebagian kecil warga, dan juka notebene justru membuat waduk sebagai 'tempat sampah' dan aliran sungai justru terhambat untuk masuk kesana.
4.      Setelah itu, segera mulailah kita membuat infra-strukturnya, SEBELUM mendesain apa yang ada di atasnya. 'Kita' belum peduli dengan infra-struktur jika mau membangun sebuah daerah, apalagi tentang masa depan sampai puluhan tahun mendatang. Semuanya selalu cepat dan lasung 'terlihat' di mata kita! Ya, infra-struktur memang tidak terlihat di mata kita ......
Pipa2 untuk mengalirkan air ke tempat distribusi ( misalnya untuk pembangkit listrik, untuk air bersih atau hanya sekedar untuk mengalirkan air ke beberapa fasilitas di daerah itu ), atau membuat gorong2 yang bisa membuat aliran air banjir menuju ke waduk ini sebelum ke laut. Atau apapun setelah kita mempelajarinya. Semuanya untuk kepentingan warga. Dan untuk dimensinya ( misalnya ) harus juga di pikirkan untuk beberapa atau belasan bahkan puluhan tahun mendatang, sesuai konsep untuk merenovasi dalam kurun waktu tertentu.
5. Jika infra-struktur2 itu sudah selesai, barulah mulai melihat lahannya, misalnya memikirkan Daerah Sepandan Waduk, yaitu jarak antara waduk dengan bangunan yang boleh ada. Juga melihat tatanan lingkungan, mana yang bisa ditanami untuk penghijauan dan mana yang bisa digunakan warga untuk memancing ( misalnya ). Lalu ikan yang bagaimana yang bagus untuk bisa hidup disana. Dan yang lebih 'dalam lagi', mencoba membuat sebuah ekosistim baru disana.
[caption id="attachment_261336" align="aligncenter" width="450" caption="Dokumen Pribadi"]
Contoh Daerah Sepadan, yaitu daerah yang harus dibuat antara sungai ( atau waduk ) dengan pemukiman. Foto diambil di Irving, Dallas - Texas, Amerika Serikat, di daerah rumah adikku yang tinggal disana.
Seperti di beberapa negara, sebuah waduk atau sungai, bukan hanya warga yang bisa memanfaatkannya, melainkan juga hewanpun bisa menikmatinya. Tetapi syaratnya warga harus disiplin untuk menjaga ekosistem. Misalnya, ada di sebuah titik untuk penghidupan bebek2 liar dan ikan2 yang akan memberikan manfaat untuk bumi. Jadi bebek2 liar tersebut bisa di manfaatkan untuk mengembangkan 'lingkungan hidup' sebagai bagian dari konsep penjagaan bumi.
Ini di danau buatan di Irving, terusan suangi di foto atas. Banyak bebek2 liar dan bisa membuat suasana nyaman bagi penduduk sekitar.
Juga harus dipikirkan apa yang boleh 'diambil' oleh warga atau bagaimana peraturannya. Misalnya tentang aturan memancing, atau menembak bebek. Juga aturan tentang penghijauannya. Atau bagaimana jika warga justru ingin memberi makan ikan2 atau bebek liar.
6.      Yang terakhir adalah mendesain bangunan dengan segala fasilitasnya. Juga harus dilihat di konsep di Dinas Tata Kota, apakah di sekitar waduk boleh dibangun pemukiman? Apartemen atau rumah susun? Pemda harus peduli, jika warga atau developer minta ijin membangun rumah atau apartemen, boleh tidak sih dibangun? Jika tidak sesuai dengan desain tata kota, harus DI TOLAK! Karena jika ada 1 warga atau developer diijinkan untuk membangun rumah, atau pemukiman atau apartemen, maka aku pastikan tatanan kehidupan dan lingkungan disana semakin rusak! Memang tidak akan hanya 1 atau 2 tahun saja, tetapi bertahun2 atau puluhan tahun. Dan memang tidak banyak yang peduli dengan masa depan kota Jakarta, tetapi maukah mulai dari kita sebagai warga Jakarta?
Salah satu fasilitas rekreasi di danau buatan disana, seriap pagi dan sore banyak keluarga membawa anak2nya untuk bermain. Dan sangat disiplin untuk tidak memberi makan bebek2 liar dengan makanan2 yang bukan makannya .....
Bagaimana dengan fasilitas2 umum? Itu yang harus ditingkatkan karena semuanya untuk kepentingan sebagian warga Jakarta di sekitar waduk tersebut. Mungkin juga bisa di desain untuk area rekreasi karena warga membutuhan rekreasi bagi masing2 keluarga.
*** Mungkin masih banyak lagi, bagaimana masa depan Waduk Pluit. Ini hanya sedikit saran untuk pemda Jakarta dan untuk warga Jakarta. Ingatlah, Jakarta sudah membutuhkan perhatian kita semua. Karena semakin lama, Jakarta akan semakin 'tenggelam' dan kita tidak bisa lagi untuk 'menolongnya' .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H