Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mungkinkah Warga Berpenghasilan Rendah Mempunyai Tempat Tinggal?

10 Desember 2012   09:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:54 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Christie Damayanti

[caption id="attachment_228667" align="aligncenter" width="604" caption="nvisual.wordpress.com"][/caption]

Sebenarnya, mungkinkah semua penduduk Jakarta mampu mempunyai rumah sendiri? Ketika biaya hidup semakin mahal dan sebagian besar penduduk Jakarta belum mempunyai rumah, ternyata kebutuhan rumah memang sangat kruisal .....

Pembangunan rumah bagi warga Jakarta sebenarnya selalu ada. Bahkan bannyak sekali pembangunan perumahan di pinggiran Jakarta, terlihat dengan sering diadakannya kegiatan pameran2 perumahan di JCC di Jakarta, ataupun di daerah2 suburb Jakarta ( di mal2 di seluruh Jakarta ).

Tetapi, perumahan yang bagaimana yang di bangun? Untuk siapa perumahan yang dibangun tersebut?

Pertumbuhan kota Jakarta sangat cepat, tetapi pertumbuhan kota Jakarta ini ternyata tidak diimbangi dengan fasilitas dan sarana2 perkotaan sehingga menimbulkan kepincangan2 diberbagai sektor, seperti fasilitas jalan raya, RTH bahkan perumahan2. Dengan arus urbanisasi yang semakin membanjiri Jakarta, perkampungan2 kumuh justru bermunculan, dibanding dengan perumahan2 yang dibangun oleh pengembang2 profesional. Pula perkampungan2 kumuh, atau daerah 'slum' Jakarta ternyata justru lebih 'mampu' untuk menjadi tempat tinggal bagi warga Jakarta yang tidak mempunyai pekerjaan tetap.

Arus urbanisasi ke Jakarta benar2 tidak terbendung, dan sejak dahulu pemda selalu berusaha mencoba untuk menyusun konsep perumahan yang ideal, sejalan dengan laju perkembangan kota Jakarta sekarang. Kendala2 utamanya adalah :

1.       Jumlah penduduk yang semakin banyak dengan mayoritas golongan berpenghasilan rendah

2.       Tanah semakin mahal dan sulit didapat, apalagi di tengah Jakarta

3.       Pendapatan yang rendah, dan sebagainya.

Penelitian dari hasil sensus dikatakan bahwa jumlah penduduk Jakarta bertambah sekitar 200.000 jiwa per-tahun, yang artinya adalah :

200.000 : 360 hari = 600 jiwa / hari

600 : 5 jiwa / keluarga = 120 kluarga / hari

Permisalahan, 60% miskin = 72 keluarga / hari

72 : 24 jam = 3 rumah / jam

Artinya adalah, penyediaan rumah bagi golongan berpenghasilan rendah, memang sangat sulit dipecahkan, SEKALIPUN dengan proyek RSS ( Rumah Sangat Sederhana ). Lihat tulisaku Sedikit Pemikiran untuk Jakarta : Manajemen Pembangunan terhadap Pertumbuhan Fisik Kota ( Bagian : 6 ).

Pengembang2 yang ada sekarang ini, belum mampu untuk menyediakan rumah2 murah untuk warga Jakarta berpenghasilan rendah, sehingga mereka memilih membangun rumah beralaskan mareial2 kayu dan kardus, sehingga semakin banyaklah daerah2 'slum' di Jakarta.

Sejalan dengan ini, ternyata pengembang tidak menggaris-bawahi bahwa perumahan yang dibangun oleh pengembang seharusnyalah untuk warga Jakarta yang berpenghasilan rendah, bahkan sangat rendah. Justru pengembang2 melakukan investasi besar2an di bidang perumahan untuk golongan menegah dan atas, ditambah dengan fasilitas2nya seperti perkantoran, pertokoan serta rekreasi. Padahal, pemda sudah membuat aturan bahwa untuk membangun 1 rumah mewah, pengembang harus membangun 3 rumah menengah dan 6 rumah sederhana, dengan konsep 1 : 3 : 6. Tetapi, ternyata itu tidak dilakukan sama sekali ......

Banyak sekali pengembang2 yang melakukan promosi besar2an di TV dengan fasilitas2 yang luar biasa, tetapi itupun untuk golongan menengah keatas. Bahkan semakin lama, semakin jauh di awang2 untuk mempunyai rumah, termasuk mempunyai rumah di pinggiran Jakarta!

Coba bayangkan! Tanah di Jakarta benar2 tidak mungkin terbeli. Selain memang semakin sedikitnya tanah untuk dibuat rumah apalagi perumahan, harga tanahpun semakin mahal. Sehingga pengembang membeli tanah di pinggiran Jakarta. Tetapi, mereka justru membangun perumahan untuk golongan menengah keatas di piggiran Jakarta! Akibatnya, warga berpenghasilan rendah semakin tersingkir. Dan dengan tersingkirnya mereka, semakin nekadlah mereka untuk terus membangun perkampungan kumuh di Jakarta, bahkan di bantaran sungai, tanpa mengindahkan tentang apapun, termasuk bahaya untuk mereka sendiri .......

Dan semakin terpuruklah Jakarta dalam pengadaan sarana dan prasarana serta fasilitas2 perkotaan yang seharusnya semakin bertambah baik sebagai ibu kota Indonesia .....

Memang harus dibuktikan terlebih dahulu tentang hal tersebut diatas. Bahwa, dengan adanya pengembang2 yang membangun perumahahan bagi golongan menegah keatas di pinggiran Jakarta, justru semakin membuat warga berpenghasila rendah Jakarta semakin tersingkir, dan mereka justru membabi-buta untuk membangun bangunan2 liar di bantaran sungai dan di pinggiran rel kereta api.

Konsep 'rumah bertingkat' atau apartemen pun diusung oleh pemerintah daerah juga oleh para pengembang. Tetapi itupun, swemakin lama semakin tidak sesuai dengan konsep pembangunan tempat tinggal bagi warga Jakarta berpenghalisan rendah. Justru rumah2 susun yang dibangun oleh pemerintah sekarang tidak menjadi tempat tinggal bagi mereka, tetapi banyak yang dipakai oleh warga yang justru berpenghasilan menengah, dan sekali lagi, golongan bawah pun semakin tersingkir .....

Tetapi ini ada di depan mata kita. Bahwa kebutuhan rumah bagi warga Jakarta sudah semakin meningkat. Dan sekarang, pemerintah daerah Jakarta sudah setuju untuk membangun Rusun Kampung Deret ( lihat tulisanku'Rusun Kampung Deret': Konsep Menarik bagi Warga Jakarta, Tetapi ..... ). Tetapi, jika konsep ini bisa terbangun dengan segala macam kendalanya, apakah harga tempat itu mampu diserap bagi warga Jakarta berpenghasilan rendah tersebut? Jangan2 justru malah sebaliknya, bahwa Rusun Kampung Deret tersebut dibeli oleh warga Jakarta berpenghasilan menengah, karena merekalah yang sekarang 'memiliki Jakarta' .....

Pemda sekarng memang harus berhati2 dengan konsep rusun ini. Tidak dipungkiri dengan semakin bertambahnya kebutuhan perumahan di Jakarta UNTUK WARGA BERPENGHASILAN RENDAH, konsep ini adalah sangat bermanfaat dengan segala permasalahannya. Tetapi, jangan lupa dengan harga belinya. Bagaimana sebuah tempat tinggal dihargai untuk warga berpenghasilan rendah, itupun masih membutuhkan hitung2an yang super 'njelimet', karena memang harga material sudah semakin mahal  .....

Jadi, bagaimana dengan kebutuhan tempat tinggal bagi warga berpenghsilan rendah? Apakah mau didiamkan saja, ketika para pengembang semakin bersaing untuk menginvestasikan tanahnya untuk membangun tempat tinggal bagi warga berpeghasilan menengah keatas, sementara warga berpenghasilan rendah hanya mampu tinggal di daerah 'slum'? Dan jika pemda mampu membangun Rusun Kampung Deret, seberapa-tinggikah harga yang bisa diserap oleh warga berpenghasilan rendah tersebut?

PR bagi kita semua, bukan hanya bagi pemda Jakarta saja, tetapi bagi semua yang peduli dengan kotanya ......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun