Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Jakarta Bebas Banjir? Berusahalah untuk Mengelola 'Ruang Terbuka Hijau!'

21 November 2012   13:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:55 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

[caption id="attachment_224965" align="aligncenter" width="613" caption="centralpark.wallpapeer"][/caption]

Kapankah ada Ruang Terbuka Hijau besar seperti ini di Jakarta ?

Bagaimana Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) Jakarta? Konsep RTH Jakarta sesuai dengan peraturan sesuari Perda RDTR adalah sekitar 30% dari luas wilayah. Tetapi, berapakah ternyata RTH di Jakarta sekarang ini?  Sangat jauh dibawah standrad, yaitu hanya 9%!

Tidak heran, ketika Jakarta dari dulu sampai sekarang selalu dilanda banjir. Bayangkan, sebuah RTH adalah media terserapnya air, tetapi RTH ini justru 'disulap' menjadi rumah, ruko, parkir beton bahkan mall. Sehingga air huja yang sseharusnya diserap tanah, mengalir ke tempat2 rendah. Dan ketika tempat2 rendah sudah penuh dengan air, lalu airpun tetap mengalir, menuju kesemua tempat, sehingga banjir melanda seluruh daerah Jakarta ......

Sekarang ini, memang sudah beberapa pengembang yang mulai peduli dengan sebuah taman, dan membuat taman yang bisa sebagai media penyerapan air. Tetapi, jika sebuah daerah sudah penuh dengan bangunan atau pemukiman, mungkinkah kita 'menggusur' mereka untuk dijadikan sebuah taman atau Ruang Terbuka Hijau? Aku kita sangat sulit .....

Issue utama dari ketersediaan dan kelestarian RTH, merupakan hal mutlak untuk 'Jakarta Bebas Banjir'. Sebenarnya, bukan kebutuhan tempat air huja mengalir saja dengan membuat kanal2 atau sungai2 yang bebas sampah saja, melainkan RTH2 yang sesuai dengan konsep luas daerah yang mengelilinginya, sehingga keseimbangan antara tempat air mengalir ( misalnya, got, kanal, gorong2 ) dan penyerapan air, sesuai dengan kebutuhannya secara alami.

Dampak negatif dari optimalisasi RTH kota yang tidak memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas, akan berujung dengan menurunnya kenyamanan kota dan daya dukung wilayah. Misalnya, meningkatnya pencemaran kota, ketersediaan air tanah menurun, suhu kota meningkat, serta tidak adanya / kurangnya media penyerapan air. Setelah itu, pasti akan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat secara fisik dan psikis ( misalnya, karena banjir, masyarakat akan kehilangan kegiatan seerta barang2nya, serta penyakit melanda dimana2 ).

[caption id="attachment_224966" align="aligncenter" width="300" caption="slum.wordpress.com"]

13534801991203412286
13534801991203412286
[/caption]

Bantaran sungai seharusnya merupaan DAS tempat media penyerapan serta pengaman daerang sekelilingnya, tetapi ini justru unttuk pemukiman padat .....

Bukan itu saja, dengan masalah2 diatas akan menurunnya keamanan kota serta menurunnya keindahan alami perkotaan ( natural amenities ) serta benda2 ( dalam hal ini, pohon2 besar ) alami sejarah yang bernilai tinggi. Misalnya, pohon2 besar yang sudah hidup ratusan tahun, harus ditebang karena daerah itu akan dibangun perkantoran .....

Bagaimana dengan keterbatasan wilayah perkotaan? Sebenarnya, jika semuanya sadar bahwa RTH adalah media yang sangat vital bagi sebuah kota ( dalam hal ini untuk Jakarta ), seharusnyalah masing2 dari kita ( dari pemerindah daerha sampai warga negara yang terkecil ) berusaha untuk melestarikan RTH, sesuai dengan fungsinya.

Misalnya, dalam sebuah kompleks perumahan padat penghuni atau pada lahan terbuka dari sebuah apartemen padat, biasanya taman2 yang ada justru 'diambil' oleh sekelompok warga untuk didirikan lapak berjualan, seperti warung, atau tambah ban, atau juga untuk kongkow2 warga yang ( biasanya juga ) tanah itu justru ditutup dengan beton, sehingga taman yang sudah sangat kecil, menjadi sama sekali menghilang .....

[caption id="attachment_224967" align="aligncenter" width="300" caption="vivanews.co.id"]

13534820221455486112
13534820221455486112
[/caption]

Coba lihat foto diatas, di salah satu rumah susun padat di Jakarta. Sebenarnya, konsepnya di setiap bangunan sekelilingnya merupakan tempat penyerapan air. Tetapi ternyata, warga membuat bangunan bedeng untuk berjualan, sehingga RTH lagi2 terkalahkan .....

Belum optimalnya pemanfaatan lahan terbuka yang ada di kota untuk RTH fungsional. Jelas! Seperti contoh diatas, biasanya memang di tempat padat penduduk, yang lebih mengutamakan 'lapak' untuk menghasilkan uang ataupun 'lapak' untuk membangun bedeng untuk tidur. Tetapi ternyata juga, bukan hanya wilayah pemukiman padat penduduk saja yang 'merusak' RTH, melainkan warga negara kelas atas yang berupaya 'menutup' tanah untuk dibangun sebuah bangunan .....

Tidak heran jika sekarang ini hanya 9% RTH saja di Jakarta dari yang seharusnya 30% dari luas wilayah Jakarta.

Ketika pemda tahu dan mengerti tentang sebuah RTH yang memang vital bagi warga kota Jakarta dengan membuat konsep Tata Ruang, seharusnyalah pemda bisa mengantisipasinya untuk membuat RTH2 sesuai dengan konsep idealnya. Tetapi kenyataannya, pemda sendiri sangat lemah dalam pengeloloaan RTH kota. Salah satunya, dengan sering lebih mementingkan salah satu pihak yang membjat RTH dikorbankan, hanya demi sebuah 'nilai' yang tidak sesuai denga n dampak2 yang ditimbulkannya .....

Belum adanya aturan hukum dan perundangan yang tepat srta belum terdapatnya tata kerja pengelolaan RTH yang jelas, merupakan salah satu juga yang membuat RTH sangat rentan menjadi bulan2an warga. RTH belum mempunyai pendukung sebagai media vital perkotaan.

"Apa sih taman? Buat apa? Paling hanya untuk keindahan kota saja, kan? Mendingan untuk dijual saja, dapat uang ....."

Itu kira2 sekedar gambaran yang selalu di katakan banyak warga, ketika mereka lebih merasa sebagai manusia yang harusnya lebih 'berkuasa' dibandingkan sebuah taman ( RTH ). Sehingga, lagi2 RTH akan tersingkirkan demi sebuah ego warga kota Jakarta .....

[caption id="attachment_224968" align="aligncenter" width="300" caption="cahayareformasi.com"]

1353480276871064768
1353480276871064768
[/caption]

Di sebuah salah satu taman di Jakarta. Anak2 bisa bermain dengan baik, tanpa harus berkotor2 di jalanan

Pemda saja masih perlu digembleng dengan konssep2 pikirnya dalam membuat konsep kota, salah satunya tentang RTH. Sebenarnya, pemda yang bekerjsama dengan 'orang2 pintar' tentang urban desain yang menghasilkan konsep Tata Ruang yang idealis untuk Jakarta. Tetapi, justru oknum2 yang lebih mementingkan beberapa warga atau golongan, yang membuat RTH atau permasalahan apapun, menjadi sangat tidak berimbang, sehingga RTH menjadi media vital nomor kesekian bagi hampir semua warga kota .....

Apalagi dengan warga kotanya ..... Lemahnya persepsi masyarakat serta pengertian masyarakat dan warga kota Jakarta tentang RTH, menjadikan RTH memang merupakan semuah media yang sebenarnya sangat vital, tetapi menduduki nomor kesekian dalam tatanan kehidupan warga perkotaan, walaupun juga Tata Ruang kota sudah menjadikan RTH sebagai media vital perkotaan.

[caption id="attachment_224969" align="aligncenter" width="300" caption="antarafoto.com"]

1353482093879586960
1353482093879586960
[/caption]

Coba lihat foto diatas, bagaimana banjir tidak menggenangi pemukiman padat penduduk seperti ini? Sama sekali tidak terlihat TANAH apalagi RTH. Semuanya pasti tertutup beton .....

'Jakarta Bebas Banjir' menurutku, mungkin hanya slogan omong kosong saja, jika kesadaran masyarakat serta warga perkotaan khususnya Jakarta, tetap tidak peduli dengan lingkunganya. Tuhan sudah menciptakan yang terbaik bagi manusia. Kanal2, got atau gorong2, adalah hasil pekerjaan manusia. Tetapi Tuhan sudah menciptakan siklus alami yang luar biasa. Bahwa media tanah merupakan 'predator' air hujan dalam penyerapan, sehingga air yang diserap dalam tanah berulang lagi menjadi air hujan. Ini adalah siklus alami.

[caption id="attachment_224970" align="aligncenter" width="300" caption="pbcahyono.wordpress.com"]

13534806491589584044
13534806491589584044
[/caption]

Ciptaan Tuhan memang dasyat. Sehingga jika konsep siklus alami tidak di indahkan oleh siapapun, hasil pekerjaan manusia ( kanal, got, gorong2 ) suatu saat, tetap tidak akan mampu untuk mengatasi banjir ......

Sekarang, berusahalah untuk 'membuka tanah dari beton', untuk air hujan terserap semaksimal mungkin, dan tetap berusaha untuk menjadikan lingkungan perkotaan dan lingkungan kita lebih terbuka sebagai Rung terbuka Hijau .....

Profil | Tulisan Lainnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun