Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kisah Keempat Anak Nur Ali, si Tukang Kayu yang Berpulang....

22 Oktober 2012   10:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:32 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

[caption id="attachment_218503" align="aligncenter" width="581" caption="Dokumen Pribadi"][/caption]

Keempat anak Nur Ali : Adit, Desva, Dita dan Arya dengan bibi2 mereka ( kakak dan adik Nur Ali ). Bu Peni ( yang memakai baju abu2 ) adalah yang dari dulu merawat anak2 Nur Ali jika Nur Ali bekerja di Jakarta setelah istri meninggal .....

Hari Minggu, 14 Oktober 2012 pagi2 kami sudah berangkat ke Tegal, kota tempat tinggal tukang kayu kami, Nur Ali ( lihat tulisanku Kisah Seorang Tukang Kayu yang Berpulang ..... ), untuk menengok anak2nya serta memberi sedikit berkat dari Tuhan untuk mereka. Sebenarnya, bukan hanya sekedar sumbangan, tetapi kami, aku dan keluargaku dan sebagian teman2ku yang membaca tulisanku tentang Nur Ali, ingin memberikan dana pendidikan kepada anak2 Nur Ali yang masih membutuhkan. Jadi, bukan hanya sumbangan 1x saja tetapi dana pendidikan yang berkelanjutan.

Sekitar jam 1 siang, kami tiba di Tegal. Sebenarnya bisa lebih pagi, tapi ketika hampir sampai ke Tegal, macet luar biasa dengan ratusan truk besar sehingga lebih dari 1 jam kami antri masuk kota. Segera papaku telpon bu Peni, kakak dari Nur Ali, yang juga menjadi 'ibu' dari ke-4 anak Nur Ali. Dan kami bertemu di depan SD Degung karena memang rumah Nur Ali masuk ke pelosok desa di Tegal, Jl. Projosumarto, Langgen RT 14 / 03, Kecamatan Talang. Aku sih sudah 2x ke rumah Nur Ali, tetapi ketika anak2ku masuh kecil, belasan tahun lalu, sehingga memang aku lupa. Kami - aku, papa, mama, Michelle dan supir kami - di sambut baik oleh mereka.

Rumah itu sangat sederhana, itupun sebenarnya rumah orang tuanya. Nur 4 bersaudara dan Nur anak ke-2. Adiknya langsung seorang laki2 yang juga bekerja sebagai tukang kayu di Jakarta, sedangkan 2 saudaranya perempuan dan yang tinggal di rumah itu adalah 3 saudara, tetapi Nur selalu di Jakarta karena bekerja sebagai tukang kayu, beberapa kali ikut dengan kami dalam beberapa pekerjaan. Ke-4 anak2 Nur memang selalu diasuh oleh bu Peni, kakak dari Nur Ali.

1350532306422246079
1350532306422246079

Rumah warisan orang tua Nur Ali ( yang bercat hijau ), yang ditinggali 3 anaknya serta cucu2nya.

1350532366808977642
1350532366808977642

13505324191946191804
13505324191946191804

Kehidupan Nur Ali dengan saudara2nya di Tegal, di rumah peninggalan orang tuanya .....

Ketika Nur ditinggal mati istrinya 1,5 tahun lalu, dia memang sakit berat sampai tubuhnya sungguh kurus. Kami pikir karena kesedihannya yang mendalam ditinggal istrinya. Bolak balik dia sakit, katanya sakit paru2 lalu sakit perut karena dia selalu berobat di Tegal, bukan di Jakarta. Setelah itu dia tetap bekerja di Jakarta, sering kerumah kami karena kami memang selalu membuka pintu rumah kami jika dia memerlukan bantuan. Pun dia sempat tinggal di rumahku pribadi di Pulo Gebang, ketika aku bercerai dan tinggal di rumah orang tuaku yang sekarang aku tempati.

Sebelum Lebaran tahun ini, kami memerlukan bantuan Nur untuk memperbaiki beberapa perabotan kami yang rusak, tetapi Nur tidak datang2 sampai ketika kami sedang ada di acara keluarga, bu Peni menelpon papa sambil menangis mengabarkan bahwa Nur Ali meninggal dunia .....

Sungguh, air mataku langsung keluar, karena Nur Ali memang seorang tukang kayu yang baik, paling tidak untukku dan untuk keluargaku. Dia selalu berdiri di depan aku, ketika banyak orang ingin menggangguku, bukan hanya secara fisik bahkan dia justru memilihku dibandingkan ex suamiku, justru dia ingin melindungiku. Nur Ali telah tiada ..... Dan 2 minggu ini, aku selalu terpikir dengan anak2nya yang sekarang sudah yatim piatu .....

Setelah kami bertemu dengan keluarga Nur Ali, ternyata dia sakit lever sejak lama sampai di saat2 kritisnya sebelum dia meninggal, dia sama sekali tidak bisa bergerak serta semua aktifitas pribadinya di ranjangnya, dan bu Peni yang mengurusnya ..... Dan kami sama sekali tidak tahu, karena ketika papaku telpon, tidak dikatakan seperti itu dan katanya semuanya baik2 saja .....

Aku membayangkan, betapa tersiksanya Nur Ali dengan sama tidak bisa beraktifitas, ketika dia memang benar2 hanya berada di tempat tidur. Kasihan, dan sambil bu Peni bercerita tentang akhir hayat Nur, aku berjalan masuk ke rumahnya, melihat kamarnya yang sekarang dipakai anak2nya .....

Anak2nya ternyata ada 4 orang ( ralat : di artikelku disebutkan 5 orang ). Yang pertama, Adit umur 11 tahun kelas 5 SD. Yang kedua, Desva umur 10 tahun kelas 4 SD, lalu Dita ( satu2nya perempuan ) umur 7 tahun kelas 1 SD dan Arya umur 5 tahun belum bersekolah.

Mereka bersekolah di SD 02 Pesayangan Kecamatan Talang dan menurut oom nya Nur Ali, sekolahnya gratis, sesuai program pemerintah.

Aku berpikir, bagaimana aku bisa menolongnya? Keadaan keluarga Nur Ali sepertinya memang susah, mungkn Nur yang paling 'maju' dengan melihat beberapa perabot elektroniknya di kamar almarhum. Juga karena Nur memang sudah ikut kami puluhan tahun sehingga dia tahu, mengerti dan bisa membeli barang2 di Jakarta, dibanding dengan saudara2 nya yang lain.

Bukan mau 'menuduh' mereka, tetapi dengan keadaan mereka sendiri yang seperti itu, susah sekali aku bisa tahu, bagaimana dana yang kami berikan bisa benar2 sampai kepada anak2 Nur Ali. Sekarang ini, mereka terlihat sangat tidak terurus, secara fisik. Aku sangat mengerti itu. Bu Peni atau saudara2nya yang lainpun sudah menikah dengan anak2 mereka, dan keadaannya juga tidak mudah, bagaimana mereka bisa mengurus dan membiayai anak2 Nur? Sungguh, aku trenyuh melihatnya .....

#Tuhanku, bagaimana aku bisa menolong mereka?#

Seharian sepanjang kami pulang ke Jakarta, aku berpikir, apa yang aku bisa lakukan? Bagaimana cara kami memberi santunan untuk mereka? Bukan hanya kami, tetapi beberapa sahabat kami juga ingin membantu mereka dengan dana pendidikan. Tadi kami sudah memberikan sumbangan sekedarnya, tetapi kamipun ingin memberi dana untuk pendidikannya, sehingga mereka masa depannya akan lebih baik .....

Ada beberapa kemungkinan yang bisa diambil untuk dana pendidkan mereka. Salah satunya, jika mereka mau dan diperbolehkan untuk tinggal di asrama, di sebuah yayasan bagi anak2 yatim piatu dan disekolahkan, di Yogyakarta atau di Semarang. Tetapi, dengan obrolah dan sedikit diskusi kami dengan keluarganya, terlihat bahwa anak2nya tidak bisa / tidak mau / tidak boleh 'diambil' oleh orang lain. Dan itu kami bisa mengerti karena mereka masih terlalu kecil, apalagi yang balita.

Kemungkinan kedua mungkin dengan dana asuransi pendidikan mereka. Mungkinkah kami membeli asuransi pendidikan untuk mereka, dan membayar premi tiap tahun sampai mereka dewasa, walau kami bukan siapa2 mereka? Akankah nanti bermasalah, sehingga semuanya menjadi permasalahan baru? Apalagi mereka ada di Tegal dan jauh dari Jakarta.

Duh, sampai malam aku berpikir terus, bagaimana caranya? Apa yang aku harus lakukan untuk anak2 Nur Ali? Entahlah .....

Sudah sejauh ini dalam berbuat yang terbaik untuk 'titipan' Tuhan melalui anak2 Nur Ali, aku percaya, Tuhan akan membuka jalan untuk kami. Apa yang harius kami lakukan, Tuhan akan menjawabnya. Karena misi kami adalah tulus, ingin berbagi berkat NYA, walau tetap harus berpikir 'smart'.

"Tuhanku Yesus, bantulah kami untuk menjadi saluran berkat bagi anak2 Nur Ali. Kami percaya, ada rencara Tuhan yang terbaik untuk mereka, walau sekarang kami belum tahu, apa itu. Tetap teguhkan kami dalam misi ini, sehingga mereka bisa menjadi anak2 yang baik, sesuai dengan kehendak MU" .....

Salamku dari Tegal .....

Profil | Tulisan Lainnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun