By Christie Damayanti
[caption id="attachment_209587" align="aligncenter" width="625" caption="mutoh.com"][/caption]
'Barang' ini adalah kasus ter-jadul bagi terbangunnya karierku. Adalah meja gambar MUTOH. Namanya memang meja gambar, sebuah meja untuk menggambar arsitektur. Sebelum tahun2 aku kuliah ( tahun 1988 sampai tahun 1992 ), banyak mahasiswa arsitektur yang hanya memakai meja gambarnya saja, tanpa mistar atau penggarisnya. Tetapi, syukurlah, aku sudah dibelikan papaku sebuah mistar gambar untuk meja gambar sebagai mahasiswa arsitektur .....
Meja gambarnya sendiri, tidak mahal. Terbuat dari kayu dengan ukuran besar dan di permukaannya ditempel kertas milimeter blok dan di lapisi plastik. Ada yang buatan lokal dan ada juga yang import. Kalau tidak salah, aku beli di Gramedia. Mejanya saja sekitar 200 ribu, tanpa mistar khusus.
Itu waktu aku baru masuk kuliah tingkat pertama. Ketika aku beranjak ke semester 3 ( sudah 1,5 tahun ), aku minta dibelikan mistar gambar, karena tugas2ku jauh lebih detail. Sebelumnya, aku hanya memakai penggaris 'T', bukan mistar gambar khuusus. Penggaris 'T' ini digantungkan di meja gambar, di sebelah atas untuk 'mengikat' penggaris2 kecil jika aku butuh untuk menggaris secara arsitektural. Dan ketika semester 3, aku memang harus mulai tugas2 Konstruksi Bangunan, dan gambar serta tugas ini sangst memrlukan peralatan khusus untuk membuat bagian2 bangunan dari nol sampai bangunan itu selesai .....
Aku denga MUTOH ku tahun 1991-an ..... hihihihi, jadulllllll ........
Lalu, papaku mengajakku ke Gramedia dan aku dibelikan mistar dengan mesin, dengan merk MUTOH, sebuah merk terkenal bagi dunia arsitekur. Waktu itu mistar panjang serta asesorisnya termasuk lampu meja gambarnya, seharga 1 juta. Sebuah investasi yang tinggi sebagai 'calon' arsitek muda sekitar tahun 1990-an ......
Setelah itu, semangatku membara! Benar2 membara, secara aku melihat papaku bekerja keras untuk menjadikan aku seorang arsitek muda yang profesional. Apapun yang aku butuhkan untuk kuliahku, papaku selalu membelikan, walaupun harganya mahal. Dimana buku2 arsitektur ( sampai sekarangpun ) masih mahal dan dulu belum ada internet. Aku sangat ingin membahagiakan kedua orang tuaku, terutama papaku. Bahwa papa memang benar2 ingin aku berhasil dalam kehidupanku nantinya, sebagai seorang arsitek .....
Dulu, kuliah arsitektur adalah sebuah kuliah terlama setelah kedokteran. Kakak2 kelasku yang paling cepat lulus arsitek tahun diatas aku paling tidak 7 tahun. Banyak yang belum selesai kuliah setelah 10 tahun belajar. Aku sih tifak 'neko2'. Aku hanya ingin membahagiakan orang tuaku, bagaimanapun caranya. Aku belum punya apa2. Jadi, apa yang aku bisa berikan? Aku hanya bisa belajar! Dan itu aku, aku belajar dengan sangat giat untuk bisa lulus dengan cepat dan gemilang, karena aku juga tahu bahwa biaya kuliahku sangat mahal dengan fasilitas2 khusus bagi seorang calon arsitek .......
Dan sebuah MUTOH melecut semangatku. Bukan hannya tugas2ku saja yang aku kerjakan, pun aku banyak membantu teman2ku untuk mengerjakan tugas2 mereka, secara mereka banyak sebagai mahasiswa daerah dan mereka kos di Jakarta. Jangankan meja gambar MUTOH, untuk makan merekapun sehari2 harus menunggu kiriman uang dari orang tuanya setiap bulan. Alhasil, mereka ( yang 80% merupakan pria ) sering menginap di rumahku, meminjam meja gambarku .....