By Christie Damayanti
[caption id="attachment_188937" align="aligncenter" width="594" caption="livdigital.co.za"][/caption]
Games? Aku sih sama tidak suka main games, dari dulu sampai sekarang. Kecuali, dulu sekali aku suka main 'halma', 'ular tangga' dan 'monopoli'. Terus, ketika sudah ada games di pc, aku suka main 'soliter' dan ' bouching'. Itu saja. Malah sekarang, aku hanya memakai laptop untuk pekerjaanku dan posting ke Kompasiana, hihihi .....
Ketika aku masih SMP, papaku membelikan aku Play Station generasi I sekitar tahun 1984-an, itupun aku dan adik2ku jarang sekali memainkannya, sehingga orang tuaku tahu, bahwa kami memang tidak suka games.
Tetapi, anak2ku dan sebagian besar remaja2 kita di seluruh dunia, mereka lebih menikmati games dan games on-line, dibanding dengan berjalan2 ke taman, main sepatu roda dan kegiatan fisik lainnya. Justru dengan kegiatan fisik, anak2 dan remaja2 kita menjadi lebih sehat, segar dan peduli dengan sekelilingnya. Jika bermain dengan games dan games on-line? Tahu kan, apa yang kita inginkan untuk anak2 dan remaja2 kita? Dengan games dan games on-line, mereka menjadi tidak peduli dengan sekelilingnya, termasuk tidak peduli dengan tugas2nya, apalagi susah untuk bisa diajak berkomunikasi ..... mereka akan berada di dunia mereka sendiri ( lihat tulisanku 'Internet Tidak Sehat' Bukan Hanya Situs Dewasa Saja ..... ).
Konsep pendidikanku bagi anak2ku adalh terbuka tetapi harus 'takut kepada Tuhan'. Aku tanamkan bahwa mekera boleh melakukan apa saja yang mereka inginkan, tetapi mereka tetap harus berbicara denganku jika yang mereka inginkan berada dalam batas2 yang sebelumnya mereka belum bisa lakukan, serta yang penting, aku selalu bercerita bahwa Tuhan tahu lho, apa yang ada di pikiran mereka .....
Misalnya, mereka ingin sesuatu yang agak mahal, sehingga mereka berani mengatakan padaku, tanpa mereka harus 'mencuri2' atau 'korupsi kecil2an'. Jika memang aku bisa membelikannya, aku akan katakan untuk hadiah sesuatu, misalnya ulang tahunnya. Jika memang terlalu mahal, mereka akan mengerti dan sama sekali tidak marah kepadaku. Juga jika mereka menginginkan ke suatu tempat, mereka akan memberitahuku. Dan setelah mereka menjelang dewasa, mereka menganggapku sebagai sahabat .....
*Beruntunglah aku*.....
Sehingga ketika mereka meminta aku untuk membelikan mereka games ( PS atau apapun itu namanya *aku ga tahu, gaptekkkkkk* ) dan aku tidak membelikannya karena mereka tahu bahwa aku tidak suka mereka selalu bermain games, mereka sama sekali tidak marah. Walau setiap kali kami berjalan2 di sebuah tempat yang ada toko games, mereka tetap menunjuk2 yang mereka inginkan, dan aku tetap 'keukeh' untuk tidak membelikannya, dan mereka hanya tertawa kecut .....
Sebelum mereka bisa bermain games, jika kami jalan2 di mall, mereka selalu minta untuk bermain di Timezone, dan aku mau menemaninya. Tetapi ketika mereka terus meminta tambahan permainan dan terus meminta, aku mengatakannya,
"Pokonya setiap permainan, jangan lebih dari 50 ribu untuk berdua". Karena selain akan boros, aku sangat lama untuk hanya duduk sambil memperhatikan mereka bermain .....
Begitu mereka sudah mengenal lebih dari Timezone, mereka tiak mau kesana lagi, hanya sesekali mereka bermain 'perang2an' untuk Dennis, juga bermain 'balapan' juga untuk Dennis ..... Sekarang Dennis bisa berain sendiri di Timezone tanpa aku temani, dia bisa bermain dengan teman2nya, segabai ABG SMA.
Games bentuk apapun, memang sangat mengasikkan untuk yang benar2 menyukainya. Bukan hanya anak2 dan remaja, tetapi juga orang tuanya, bahkan orang2 yang benar2 kecanduan games. Buat anak2 dan remaja, sebenarnya jika diimbangi dengan kedisplinan dirinya, akan banyak bermanfaat bagi perkembangan diri anak2 dan remaja2 seperti mereka. Dalam permainan, apapun bentuknya, merea bisa mengasah nalar dan pikiran mereka dan mencari solusi dalam permainan mereka.
Waktu mereka masih sangat kecil di Timezone, mereka harus melatih untuk bersabar karena di mall pasti penuh dan mereka harus bergantian untuk bermain. Setelah itu, mereka harus mencari 'solusi' dengan apa yang mereka mainkan untuk mendapat point dan bisa ditukarkan dengan barang2 yang mereka inginkan. Strategi itu bisa menambah daya pikir mereka. Begitu pula jika point2 yang mereka mau tukuarkan tetapi barangnya belum ada, mereka sekali lagi harus bersabar untuk mendapatkannya .....
Kemudian mereka mengenal games di laptopku atau pc rumah. Jari2 kecil mereka terlatih untuk memencet tuts keyboard. Daya nalar mereka berkembang pesat untuk melakukam strategi2 khusus, seperti seaktu mereka bermain 'bounching'. Lalu,setelah permainan mereka lebih berkembang, aku tidak bisa mengikutinya lagi, secara mereka memang sudah tidak membutuhkan aku lagi untuk menemaninya. Tinggal aku harus terus 'menjaga' dan menginformasikannya, bahwa mereka harus tetap patuh untuk mendisiplinkan dirinya sebagai anak dan pelajar ( lihat tulisanku Dunia Internet: Antara Mengasikkan dan Menjengkelkan! ) .....
Jadi, sebenarnya semua 'sesuatu' itu, termasuk games dan teknologi, merupakan perkembangan jaman, jelas sekali semuanya ada 'harga'nya. Masing2 bagian, positif dan negatifnya sama saja. Semuanya harus seimbang, dan yang jelas jika 'sesuatu' itu termasuk games terlalu banyak bahkan kebanyakkan, pasti akan 'jenuh' dan 'tumpah!'
Berbanding terbalik ketika apapun yang kita lalukan selalu seimbang, serasi dan selalu memikirkan matang2 dalam melakukannya, pastilah itu semua akan bermanfaat bagi kita semua. Karena tanpa keseimbangan, apapun yang kita lakukan, 'sesuatu' itu akan menjadi berantakan ......
Sekali lagi, jagalah anak2 dan remaja2 kita dari 'sesuatu' yang berlebihan, untuk mendidik keseimbangan hidupnya, sejak diri, bagi masa depannya sebagai generasi muda indonesia .....
Salamku .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H