By Christie Damayanti
Diselurih dunia, di kota metropolitan, mencari lahan parkir bakanlah hal yang mudah. Kota2 besar seperti New York di Amerika, Sydney di Ustralia, London di Inggris atau yang lain harus 'menekan' perparkiran khususnya di downtown ( dalam kota ) dengan tidak boleh parkir sembarangan dan mobil2 boleh parkir di gedung2 parkir khusus yang dikelola oleh badan2 swasta atau instansi2 yang berkepingan dari bangunan2 yang ada, termasuk hotel. Di New York, dimana kita tahu sebuah hotel bintang lima di Manhattan, tidak mempunyai ruang pun hanya untuk parkir 1 mobil saja. Walau yang datang orang terkaya di dunia, mobil hanya akan menurunkan penumpangnya tepat di pintu hotel dan harus cepat jalan lagi karena jika tidak, akan menimbulkan kemacetan yang luar biasa, apa lagi di jam2 sibuk.
Gedung parkir konvensional ( dari beton ) di Manhattan, New York, Â jauh dari Manhattan itu sendiri.
Gedung parkir modern ( dari besi dan aluminium ) di Manhattan, New York, berbentuk 'puzzle'.
Di Jakarta, pun seharusnya demikian. Sebagai kota bagian dari kota metropolitan dunia, Jakarta bisa mencontoh kota2 metropolitan yang lain, jika sistim perparkiran Jaarta ingin lebih baik. Seperti perparkiran di sepanjang jalan Gajah Mada dan jalan Hayam Wuruk yang sekarang ditiadakan karena mengganggu arus kendaraan dan menyeabkan kemacetan yang luar biasa sepanjang hari, akan menyebabkan kehidupan perekonomian menurun drastis. Misalnya, restauran Bakmi Gajah Mada pasti omzetnya akan menurun karena tidak ada tempat parkir dan toko2 di sepanjang jalan itu juga akan mendapat imbasnya karena tidak adanya tempat parkir.
Perparkiran di jalan Gajah Mada yang semrawut dan membuat lalu lintas mengalami kemacetan setiap saat, kecuali di hari Minggu.
Memang masalh tempat parkir khususnya di Jakarta sangat rumit. Sejak dulu, pemda DKI tidak bisa ( atau tidak ingin? ) memecahkankan permasalahan perparkiran seiring dengan permasalahan lalu lintas, termasuk permasalahan transportasi masal. Jika kita 'memundurkan' lagi jejak perparkiran di Jakarta, adalah adanya penduduk yang padat, yang butuh perkerjaan ..... Perparkiran liar ada di semua lini jalan, termasuk tukang2 parkir liar. Dan tukang2 parkir liar ini membuat 'peraturan khusus ( mafia )' dengan mengelompokan masing2 tempat parkir dan masing2 dipegang oleh2 preman2. Dan tidak jarang, antar mereka akan baku hantam sendiri ketika sebuah mobil berada di tengah2 daerah 'kekuasaan' 2 orang preman dan mereka saling berebut untuk memarkirkan kendaraan dan ketika si pengemudi sudah keluar, mereka akan memperebutkan hasil 'sewa'nya .....
Saya tidak akan membahas tentang perparkiran di Jakarta. Akan ada pembahasan sendiri lagi. Yang akan saya bahas adalah konsep gedung parkir yang mungkin bisa diterapkan di Jakarta, seiring perparkiran sudah semakin membuat pusing kepala.
Konsep gedung parkir adalah membuat gedung khusus untuk parkir, secara tanah di Jakarta sudah sangat mahal dan tidak bisa membuat parkir horizontal. Idealnya, untuk parkir memang lebih nyaman dan murah secara horizontal ( lapangan parkir ), tetapi seiring mahalnya tanah di Jakarta akan membuat investor lebih memilih tanah untuk di 'jual' sebagai mall, kantor atau apartemen.
Parkir memiliki 2 konsep, yaitu ( gedung ) parkir milik sendiri sebagai fasilitas gedung  ( karena jika tidak ada parkir, maka sebuah bangunan mall, kantor atau apartemen tidak akan laku ) dan konsep yang lain adalah ( gedung ) parkir yang dikelola oleh swasta. Di Jakarta belum banyak parkir yang dikelola oleh swasta / pemda, salah satunya di Pasar Baru ( masuk dari depan Metro ) dan  jalan Pintu Besar Selatan, jika kita ingin mencari kebutuhn di sepajang jalan ini, kita bisa ke gedung parkir yang dikelola pemda , di belakang toko2 disana, walau keadaanya sangat buruk dan mengenaskan serta agak 'mengerikan' ( gelap, jorok dan sepi serta banyak yang duduk2 bahkan tidur disana  ).
Mengapa pihak investor tidak 'melirik' bisnis gedung parkir di Jakarta? Sebagai arsitek dan pengamat lingkungan dan sosial secara arsitektural, saya menyayangkan hal tersebut. Beberapa hari lalu, kami mendapat tamu dari Belanda menawarkan sistim gedung perparkiran dengan konsep 'puzzle'. Produknya terlihat cukup 'reasonable' dengan bahan dasar aluminium khusus. Sedikit berhitung, ternyata kita bisa mengasilkan keuntungan jika sebuah mobil membayar 10.000 rupiah per-jam untuk parkir. Padahal pemda menetapkan untuk parkir hanya maksimal 2000 sampai 3000 rupiah per-jam. Itupun, masih banyak pengeloloa parkir melanggar dari ketentuan untuk sebuah mobil harus membayar 4000 rupiah per-jam dan sudah ditindak.
Perparkiran itupun juga tidak aman 100% dan pengelola parkir tidak mau bertanggung jawab atas kehilangan barang2 di dalam mobil apalag kehilangan mobil itu sendiri. Sekarang banyak kehilangan barang bahkan mobil di pelataran parkir. Jika kita teliti, di potongan karcis parkir, akan terdapat tulisan bahwa kehilangan barang2 ( pasti termasuk mobil ! ) adalah tanggung jawab pemilik mobil, bukan pengelola / manajemen .....
Seorang teman pernah menceritakan, bahwa mobilnya, CRV baru, diparkr di sebuah perkantoran mewah, tetapi hanya beberapa meniti si pemilik mobil kembali, mobilnya sudah raib. Usuk punya usut, mobil CRV itu bisa melewati 'securty' dan membayar parkir DENGAN KARCIS PARKIR LAIN dimana si security tidak memeriksa nomor mobil itu dengan karcis parkirnya .....
Sangat disayangkan ketika pemda sama sekali tidak peduli dengan keadaan ini. Dari tahun ke tahun dengan gurbernur yang berlainan dan dengan konsep2 yang selalu berbeda, masalah2 di Jakarta bukannya membaik ( transportasi, banjir, ruang terbuka hijau, perparkiran, dll ), tetapi bahkan semakin runyam. Saya tidak menutup mata bahwa permasalahan di Jakarta memang rumit dan memerlukan waktu lama untuk membenahinya, tetapi dengan peraturan dan konsep dari masing2 gubernur yang menjabat selalu berbeda, tidak akan bisa menyelesaikannya. Bahkan beberapa saat ini, misalnya, konsep monorail yang tiba2 di ganti dengan yang lain padahal tiang2 monorailnya sudah banyak dibangun, menandakan tidak komprehensif dan tidak pedulinya pemda tentang masalah2 Jakarta, dimana jika ex tiang2 monorail ini dipakai oleh warga Jakarta yang membutuhkan .....
Kembali dengan perparkiran Jakarta. Dengan Perda tentang biaya parkir di Jakarta 2000 - 3000 rupiah per-jam per-mobil, akan membuat investor sedikit malas untuk membuat gedung parkir yang layak sebagai gedung parkir. Kami dan tamu dari Belanda itu menghitung 10.000 rupiah per-jam. 3x - 4x lipat dengan yang di Perdakan pemda. Tetapi jika pemda menaikan parkir sampai 10.000 rupiah per-jam, saya sangat yakin, tukang2 parkir liar juga menaikan tariff parkirnya, setidaknya sampai ½ nya dan itu akan membuat harga2 barang akan naik, sebelum pihak pemda atau investor bisa membuat gedung2 parkir yang layak.
Tetapi jika pemda dan investor bisa membuat gedung2 parkir yang bisa mencukupi, setidaknya lebih dari 50 % - 60% parkir di Jakarta dan biaya parkir 10.000 rupiah per-jam, parkir liar akan menurun, dan Jakarta paling tidak menjadi lebih baik.
Perparkiran tidak hanya parpakiran itu sendiri. Jika kita membuat gedung parkir yang layak, tetap harus memikirkan segala macam konsep dan akibatnya. Yaitu, kita juga harus memikirkan konsep transportasinya dan bangunan2 serta tata letak dan 'massa / blok' bangunan2nya. Bagaimana untuk memberi akses gedung parkir, bagaimana mencari lahan untuk membuat gedung parkir, bagimana tingkat 'kekuatan' material dan 'sensibilitas sosial' nya, dan sebagainya .....
Membuat gedung parkir memang seperti buah 'simalakama'. Jika memang investor ingin membangunnya ( mungkin hanya baru membuat 1 gedung parkir ) berarti pemda harus membuat sesuatu untuk memberi  kelonggaran investor menaikan biaya parkir. Tetapi jika hanya beberapa gedung, belum mencukupi kebutuhan Jakarta, sehingga perparkiran justru 'membludak' dengan tarif gila2an. Tetapi jika investor dan pemda membuat gedung parkir langsung banyak, bagaiman dengan biayanya?
Permasalahan Jakarta memang kompleks, termasuk perparkiran. Buat saja, pembangunan Jakarta harus berkonsep yang komprehensif untuk menghasikan Jakarta yang lebih baik. Jangan selalu berganti konsep jika pemda berganti dan jangan selalu menyalahkan. Untuk pemda Jakarta harus mempunyai orang2 yang tidak bisa dipengaruhi dalam membangun. Banyak 'orang pintar' yang masih peduli dengan Jakarta, tetapi kalah dengan penguasa ..... Jika kita tidak memulainya, siapa lagi yang bisa membuat Jakarta sebagai tempat bagi generasi selanjutnya ?
Selanjutnya :
Konsep parkir yang komprehensif untuk Jakarta
Sumber gambar : beberapa dari Google.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H