By Christie Damayanti
[caption id="attachment_176327" align="aligncenter" width="586" caption="gerevents.nl"][/caption]
Aku membuka pintu kamarku, di sebuah hotel kecil, tepat 1 blok berhadapan dengan De Wallen, sebuah kawasan 'lampu merah' terbesar yang paling terkenaldi Amsterdam. 3 orang mitra kerjaku berdiri di hadapanku, terlihat siap untuk berjalan keluar. Waktu itu, kami memang bertugas untuk survey ke beberapa negara di Eropa Barat, dan kami waktu itu berada di awal musim semi, beberapa tahun lalu. Walau tidak ada salju lagi dan matahari sering kali memancarkan sinarnya, buat kami yang memang tinggal di negara tropis, tetap saja kami harus memakai mantel tebal bahkan overcoat  besar ( jika malam hari ) jika keluar bangunan ..... dan mereka sudah siap memakai mantel dan overcoat di tangan masing .....
"Pada mau kemana?", kataku, karena justru aku sedang bersiap untuk memakai baju tidurku dan membuat laporan di laptopku, setelah seharian kami mengamati apa yang menjadi tugas kami.
"Ke 'lampu merah' yuuukkk ..... pingin lihat nih", ajak mereka. "Heh? Ga cape?", aku menjawab. Sudah sekitar jam 9 malam waktu setempat.
Setelah sedikit mereka ngotot di depanku, akhirnya aku mengalah, karena ternyata juga aku memang suka untuk mengamati lingkungan yang belum bernah aku datangi. Cepat aku menyambar mantelku dan tas kecilku serta tidak lupa membawa kameraku, aku mengunci pintu kamarku dan belari menuju lift karena mereka sudah tidak sabar, didalamnya .....
Hmmmmm ....., memang aku ingin ke daerah 'lampu merah', karena beberapa kesempatan ke Amsterdam, sama sekali tidak ada waktu untuk kesana. Tahu kan, apa yang disebut 'lampu merah?'
Prostitusi di Belanda adalah legal dan memang di atur oleh pemerintah, walau rumah2 'bordil' yang illegal di daerah selalin yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai daerah prostitusi legal dan sejumlah besar aktifitas prostitusi yang melanggar hukum, tetap di bredel. Dan ada suatu daerah, dinamakan De Wallen, adalah daerah yang legal untuk tujuan 'wisata seks internasioal'. Heh???
Sebuah artikel yang diterbitkan tahun 1999 bahwa jumlah pelacur di Belanda ada sekitar 25.000 orang. Tahun 1970-an, mayoritas wanita tuna susila asing adalah dari Thailand dan Filipina dan tahun 1980-an dari Amerika Latin serta Karibia. Setelah itu,'wanta2' asing berbaur dengan 'wanita2' lokal dan perdagangan seks di Belanda khususnya di Amsterdam juga diatur oeh 'germo' lokal. Katanya, sekarang2 ini, 'wanita2 tuna susila' di Belanda berasal dari Eropa Timur, Afrika dan Asia (Wikipedia) .....
"Hmmmmm, makin menarik", pikirku.
Kami berjaan dari hotel kecil kami, dan hanya sekitar 15 menit kami sudah berada di De Wallen. Suasana malam itu tidak begitu ramai karera ini pertengahan minggu. Rumah2nyapun, yang memang di 'desain' untuk bisa 'mempertontonkan' para wanita tua susia itu, beberapa masih tutup. Daerah ini memang terbuka, artinya siapapun boleh memasukinya. Tetapi tetap di 'pintu makuk'nya, ada larangan untuk anak2 yang belum mencapai umurnya ( aku lupa, berapa tahun yang bisa memasuki tepat itu ), untuk tidak memasukinya.
De Wallen, ada di tepi sungai kecil di Amsterdam, yang sebenarnya bisa untuk 'kongkow' JIKA tidak di barengi sebagai daerah 'lampu merah' .....
Sebenarnya buat aku, konsep prostitusi legal seperti ini menyalahi hukum agama manapun, yang aku tahu. Tapi, sudahlah ..... semua berpulang dari masing2 individu, dan kita semua berhubungan dengan pribadi dan Tuhan kita. Aku hanya sedikit membeberkan fakta2 yang terjadi, ketika prostitusi dijadikan 'barang legal'.
Info yang aku dapat, bahwa wanita tuna susila di Belanda tidak tidak boleh menikah. Pria menikah dan lelaki Yahudi diarang mempekerjakan wanita tuna susila. Disana, prostitusi dianggap sebagai profesi terhormat, ......... astagaaaaaa ..... Wanita2 itu, mempunyai konsep 'kehormatan' sebagai yang spesifik dan sangat penting dalam masyarakat Belanda, dan sebagai warga negara Belanda kenyataannya menjadi kriteria untuk stratifikasi masarakat mereka.
Abad2 awal, porstitusi dalam agama apapun ( dan sampai sekarang ), tetap tidak dilakukan atau dilarang, termasuk dalam Gereja Katolik dan Protestan yang sebagai mayoritas agama di Beanda. ( Kalau begitu, apa yang mereka dicari? Hmmmmm ..... ).
Teman2ku, yang semuanya lelaki, memelototkan mata mereka, ketika beberapa rumah yang bisa 'mempertontonkan' wanita2 itu, mulai buka. Aku hanya menggelengekan kepalaku, sedikit 'eneg', ketika wanita2 itu 'menggoda' pria2 dan turis2 seperti kami. Dengan gaya yang seronok, dan hampir semua memakai hanya bra dan celana dalam mini, atau yang lebih berani lagi, sama sekali tidak memakai apa2 dengan hanya memakai lingerie tipis, seperti tidak memakai apa2 ...... astagaaaaa ......
Semua wanita2 yang dipertontonkan dalam romah kaca ini, ya seperti ini ...... mereka dengan caranya menggoda pria untuk 'membeli' mereka .....( aku tidak memposting foto2 vulgar mereka, Â terlalu 'mengerikan' )
Pria2 itu ( minus teman2ku, karena aku bersyukur bahwa mereka tidak se'nakal' itu, dengan keluarga yang baik dan manis ), banyak yang menghampiri jendela kaca tersebut. Jika mereka ingin 'memakai atau membelinya', mereka cukup dengan hanya mengangkat telpon di samping jendela dan berbicara langsung kepada wanita yang dimaksud ......
Duuuhhhh, apakah aku yang 'ketinggalan jaman' dan terlalu naïf, atau mereka yang kelewatan?
Mungkin ada lebih dari 1 km, tempat2 seperti itu, rumah2 berjendela besar untuk mempertontonkan wanita2 itu dengan telpon2 sex, bersebelahan dengan 'sex shop' serta cinema kecil dengan cerita2 sex yang disebut 'peep show', serta losmen2 kecil ..... aaahhhhh, jujur, waktu itu aku menjadi mual, dan aku minta tolong temanku untuk mengantarkan aku ke hotel ......
Salah satu fasilitas 'prostitusi legal', yaitu cinema dan sex shop, yang menjual brang2 yang aku tidak mengerti, mengapa ada orang yang seperti itu .....
Dalam perjalanan pulang, aku masih bisa sedikit mengamati daerah De Wallen.
"Not bad", pikirku. Mungkin besok di siang hari, aku akan kesini lagi untuk membandingkan dengan malam ini .....
Sebuah daerah cantik dengan konsep tata kota khas Amsterdam, dan daerah ini jika hanya untuk kongkow, sangat menarik. Ada di samping sungai kecil dan di sisi2nya banyak terdapat kios2 kecil yang menjual makanan dan minuman, bukan seperti di night club2 yang menjamur di Amsterdam, tetapi hanya makanan seperti hamburger, hot dog atau snack2 khas Belanda dan minuman2 ringan.
Sebenarnya, cukup menarik untuk tempat ini dijadikan 'wisata malam', tetapi tanpa prostitusi .....
Menurut referensi yang aku baca, awal tahun 2000, Belanda mengurangi daerah distrik 'lampu merah'. Pemerintah juga melindungi wanita2 itu dengan member mereka ijin kerja. Dan ternyata kejahatan sex Belanda sudah banyak terjadi, dengan kejahatan terorganisir serta kekesaran dan perdagangan manusia. Bahwa juga sebagian besar wanita2 itu 'dipaksa' untuk bekerja sebagai 'pelacur' dan disalah gunakan oleh sang germo. Sehingga pemerintah Belana memutuskan untuk menutup banyak bisnis prostitusi di daerah 'lampu merah' ..... *hffff ..... syukurlah* .....
Di kamarku, setelah temanku kembali lagi ke De Wallen, aku melihat2 kameraku yang sempat aku gunakan untuk memotret wanita2 'gila' itu ..... sangat men-jijik-an, tetapi inilah realita itu ...... sebuah potret kehidupan manusia yang sebenarnya merupakan salah satu bagian terindah dalam perkawinan, tetapi disalah gunakan sebagai bagian dari 'sex bebas', serta di legalkan pula ......
Next, cerita ini belum selesai, bahwa kehidupan sex di Belanda memang benar2 bisa membuat generasi muda disana 'tersandung' dan tidak bisa melihat sex adalah sebuah kegiatan sakral yang Tuhan berikan dalam kehidupan pernikahan dan berkeluarga .....
Sumber gambar : Dokumen pribadi - gerevents.nl - gallery.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H