Seperti pedestrian, jembaran penyeberangan orang ( JPO ) di Jakarta, sudah berubah fungsi, salah satunya sebagai tempat untuk pedagang kaki lima, tempat tidur bagi 'gepeng' atau untuk iklan bagi beberapa perusahaan dalam mengiklankan produknya, karena JPO memang titik yang nyaman untuk membaca bagi pengendara mobil atau pejalan kaki.
Fungsi JPO sendiri merupakan fasilitas bagi pejalan kaki untuk menyeberang di tempat yang lalu lintasnya ramai, serta untuk menyeberang di jalan tol, jalan kereta api atau menyeberang dari bangunan satu ke bangunan yang lain, sehingga antara manusia dan kendaraan secara fisik terpisah demi keselamatan manusianya. Yang baru, JPO adalah untuk memberikan kemudahan akses menuju tempat pemberhentian bis Trans Jakarta, serta untuk kemudahan bagi penderita cacat.
Sebenarnya, JPO selain berfungsi untuk menyeberang, ternyata bisa juga menjadi aksesoris city planning ( streetscape ), walau tidak memfokuskan untuk estetikanya, tetapi tetap bisa membuat JPO sebagai 'point of interest' bagi pengguna jalan raya ( pengendara dan pejalan kaki ), karena sangat arsitektural.Â
Beberapa variabel yang akan mempengaruhi JPO, adalah kepadatan lalu lintas, lebar jalan, lokasi, aksesibilitas serta yang terpenting adalah penegakan hukum bagi pelanggar yang tidak melalu JPO padahal sudah terpasang marka 'Dilarang Menyeberang' ... dan menurutku, di Indonesa ini yang sangat sulit .....
Bagaimaa membuat JPO enjadi tempat penyeberangan yang nyaman bagi penyeberang, khususnya di Jakarta? Ah .... ini yang tersulit, menurutku, secara konsep JPO sebenarnya sudah sangat jelas, baik di Jakarta atau di seluruh dunia. Konsep JPO inilah yang harus ditaati, tetapi kita semua tahu, bahwa di Indonesia khususnya Jakarta, jika 'ada peraturan itu untuk dilanggar', bukan peraturan untuk ditaati.Â
Banyak petugas negara melakukan penertiban bagi pegadang kaki lima yang selalu menggelar dagangannya di atas JPO, ataupun melakukan penertiban bagi para 'gepeng' untuk segera pindah, ditambah lagi para pengguna jalan yang jelas2 menyeberang tidak di JPO, tetapi berbondong2 menyeberang di jalan raya, padahal sangat ramai ..... tetapi warga Jakarta tetap melakukannya ..... ckckckckck .....
Walau demikian, dari kalangan 'urban and city planning' tetap membuat konsep2 dan rancangan untuk JPO menjadi tempat yang nyaman bagi pengguna jalan, termasuk aku, walau aku hanya menulis dan berdiskusi dengan beberapa orang saja yang benar2 peduli tentang kota kita .....
Mungkin tidak tepat jika aku 'memaksakan' kehendakku untuk membuat sebuah konsep JPO. Dimana sebenarnya bagi pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya di JPO atau bagi para 'gepeng' yang tidur disana, karena sebenarnyta aku sangat mengerti tentang konsep 'humanisme'.Â
Yang jelas, Jakarta memang sudah tidak pantas bagi warganya karena terlalu padat dan pemda tidak bisa ( atau tidak mau? ) mencarikan solusi bagi masalah tersebut. Bagiku, itu adalah soal yang lain, secara aku memang tidak bisa berbuat apa2.Â
Bagiku sendiri, sebagai arsitek 'urban and city planning', konsep2 apapun yang berhubungan dengan perencanaan dan tata kota, adalah baik, sepanjang sudah merupakan standard dunia serta 'pakem' bagi Indonesia.
Baik, mungkin aku bisa sedikit memberikan info atau konsep bagi JPO di Jakarta, sepanjang itu bisa dilakukan oleh warga Jakarta sendiri. Mungkin banyak yang sinis, ketika sebuah perusahaan membuat iklan di JPO Jakarta. Untuk aku sebenarnya, sah2 saja, tetapi perusahaan itu memberikan khusuuntuk memelihara JPO itu selalin membayar pada Pemda.Â
Dan Pemda sendiri juga harus tidak hanya mau uangnya saja. Juga desain iklan atau medianya ( ukuran, tempat dan asesorisnya ) tetap di diskusikan dengan Pemda setempat, seperti jika kita ingin mendirikan bangunan dengan adanya 'Sidang TPAK ( desain arsitektur ) atau TPIB Â ( desain struktur )' sehingga bangunan2 tetap menjaga standard apapun dan calon penghuninya lebih aman dan nyaman untuk melakukan kegiatan.
Tentang maintenance, Pemda yang sudah membuatnya, juga 'menarik' bayaran untuk iklan, ternyata tidak bisa ( atau tidak mau?) untuk melakukan maintenance, misalnya banyak JPO yang rusak sehingga bisa berakibat kecelakaan seperti gambar dibawah ini. Lalu jika sudah seperti ini, apakah warga nyaman menyeberang di JPO? Mereka tidak akan mau untuk ke tempat JPO yang lain, mereka akan menyeberang di jalan raya meskipun nyawa taruhannya.
Jika kita menyebut 'jembatan', memang secara psikologis kita merasa 'berat' untuk menyeberangi jembatan itu, terlebih untuk orang2 tua atau 'disabled' seperti aku. Tetapi, jujur, di negara2 lain selain Indonesia, warga kota dengan senang hati tetap menyeberang di JPO atau disebut 'Pedestrian Bridge', karena ada 'sesuatu' yang ingin dilihat atau ingin dirasakan.Â
Sensasi untuk menyeberang, bukan hanya untuk 'menyeberang' saja, tetapi untuk mengamati serta mwlihat dengan mata kepala sendiri bahwa JPO itu memang unik, asik dan menarik, termasuk banyak warga kota yang memang menetap disana ... bukan kami, yang hanya wisatawan asing saja ... karena Pemda mereka selalu memelihara sarta mendisain ulang dalam waktu tertentu untuk JPO itu selalu lebih baik lagi .....
Lalu, aku sedikit mengambil kesimpulan bahwa :
'Jika warga Jakarta dengan senang hati mau menyeberang di JPO, kita harus mendesain, membangun dan memelihara JPO selalu dalam waktu2 tertentu, termasuk Pemda Jakarta tegas untuk menilang semua orang atau warga yang malas menyeberang di JPO, menindak pegadang kaki lima yang menggelar dagangannya di JPO serta membantu para 'gepeng' untuk mencari tempat tidur yang lebih baik' .....
Tidak dapat dipungkiri, jika JPO adalah 'focus of interest' bagi perancang kota, atau arsitek kota. Dengan mendesain JPO lebih cantik, walau mungkin tetap harus / bisa dibuat iklan bagi perusahaan tertentu, tetap desain membuat JPO menjadi tempat para pejalan kaki untuk menyeberang.
Jika kita melihat gambar dibawah ini, pilih mana, kita mau menyeberang?
JPO di banyak negara, tidak menggunakan tangga, tetapi 'ramp', bukan hanya membudahkan bagi pejalan kaki untuk mengaksisnya karena 'tidak terlalu berat' ( konsep psikologis ), tetapi menjadikan JPO sebagai fasilitas bagi 'disabled' yang memakai kursi roda .... Dan jugadengan JPO disana selalu bisa menjadi tempat penyeberangan oleh pengendara sepeda.
Walau ada yang berpendapat, bahwa,Â
"Ya memang itu bagus, tetapi terlalu banyak memakan ruang dan Jakarta itu sempit dan tanah mahal hanya untuk membuat JPO" .....
OK, itu juga benar, tetapi bagaimana dengan integritas kita, sebagai siapapun warga negara, untuk terus membangan Jakarta, termasuk membuat JPO yang nyaman? Hmmmmm ......
'Pedestrian Bridge' yang luas, sehingga kita bisa 'santai' menyeberanginya .....
Mungkin terlalu muluk, ketika kita ingin membuat dan membangun JPO yang cantik, asik dan indah di Jakarta, tetapi buat aku, kuta harus tetap mengupayakan untuk terus memperbaiki Jakarta, salah satunya adalah membuat konsep JPO yang aman dan nyaman.
Btw, memangnya Pemda tidak mempunya dana untuk itu? Mengapa Pemda tidak mau 'menggandeng' para developer untuk merencanakan, membangun dan memelihara JPO yang ada di sekitar proyek2 mereka? Dijamin arsitek2 mereka 'ijo' matanya untuk merencanakan serta merancang JPO di sekitar proyek2 mereka, termasuk aku ..... hehehe .....
Salamku .....
Sumber gambar : dari Google.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H