By Christie Damayanti
Bekerja di dunia konstruksi memang sudah lama aku lakukan, sejak aku lulus sarjana S1, tahun 1992. Jadi, sekarang sudah sekitar 20 tahun. Dari proyek mulai di desain sampai proyek dioperasikan, beberapa kali aku lakukan. Dalam aku kuliah sebagai arsitek, dosen2ku selalu member tugas seperti itu. Mulai dari membuat rumah type 21 sewaktu aku di semester 1, sampai membuat sebuah kota ( urban planning ) sewaktu aku di semester 7, dan sebagai kerja praktekku. Dan setelah aku lulus, sampai sekarang aku bekerja sebagai arsitek lapangan. Dan sebagai arsitek lapangan in-house yang tergabung dengan sebuah developer, aku harus mempelajari semua aspek2 pekerjaan desain dan konstruksi dari mulai proyek nol sampai selesai dan dioperasikan .....
Walau aku hanya sebagai arsitek cdi sebuah komunitas konstruksi, aku dituntut bisa tahu dan mempelajari sedikit detail konstruksi. Mulai dari pondasi - yang salah satunya adalah tiang pancang - dinding, atap dan sebagainya. Pondasi adalah dasar dari bangunan kita. Dari pondasi yang sangat sederhana seperti pondasi batu kali untuk rumah, sapai dengan pondasi tiang pancang untuk bangunan tinggi atau untuk bangunan yang berada di tanah yang 'lembek'.
Biasanya, karena aku bekerja untuk desain bangunan2 besar, pastilah aku sering berhubungan dengan pemancangan tiang2 beton sebagai pondasi. Dari pertama kali aku melihat cara memancanga pondasi sampai sekarang, aku selalu membayangkan sebuah pekerjaan yang selalu 'berisik' dengan bunyi2 yang tak kenal ampun setiap hari, setiap saat ..... dung ..... dung ..... dung ..... pun bukan hanya berisik, tetapi sering menimbulkan 'korban', misalnya, tembok2 retak di bangunan2 sekelilingnya dan proyek kami sering diminta ganti rugi atas retaknya tembok2 mereka.
Rumah sakit dimana aku berobat sampai sekarang, memang sedang mengerjakan 'master plan' sebagai titik awal sebuah rumah sakit yang selalu ingin bekerja sebagai 'tiang awan' Tuhan. Dimana salah satu tim pembangunan rumah sakit itu adalah papaku. Dan sebagai insinyur sipil, papaku memang sangat mengerti untuk membangun gedung, yang tidak mengganggu lingkungan dan pasien. Secara, pembangunan fisik 'master plan' ini pasti akan 'mengeluarkan' banyak masalah : mulai dengan suara dan berisikknya untuk pasien dan lingkungan sekitar atau 'porak poranda'nya rumah sakit itu, dimana rumah sakit itu tidak bisa 'menutup' pelayanan masyarakat, tetapi memang harus di 'minimize'kan semuanya .....
Papaku memang merupakan inspirasiku sampai sekarang ( lihat tulisanku Hobi Bersama: Papaku adalah Inspirasiku .....)
Sebuah alat untuk memancang tiang pondasi, ternyata baru aku tahu. Bahwa tidak hanya alat yang selalu mengeluarkan suara berisik dalam memancangan pondasi, tetapi ternyata ada alat yang sama sekali tidak berbunyi ..... Aku tanya pada papa,
"Mengapa proyek2 besar tidak memakai alat ini supaya tidak berisik?"
Kata papaku, "Sistim ini memang jarang, karena lebih mahal. Basanya, sistim ini dipakai jika pembangunannya berada di daerah yang padat serta lingkungannya sempit".
Ya, baru aku mengerti dan baru aku sadar, bahwa memang biasanya semua proyek pasti akan melakukan pengeluaran yang minimal dan ingin mendapatkan keuntungan yang maksimal ..... Dan karena proyek ini adalah rumah sakit ( apalagi rumah sakit ini merupakan yayasan Gereja serta pelayanannya lebih untuk pelayanan Tuhan ), perhitungannya adalah bukan dari profit, tetapi keamanan serta kenyamanan pasien .....
Dari beberapa minggu lalu, papaku bercerita tentang alat ini, membuat aku benar2 ingin melihat dan mengamati, apa bedanya dengan yang aku tahu sebagai pekerja di komunitas konstruksi, dengan yang ini. Dan hari Kamis, 26 Januari 2012 ini, dilakukan 'pemancangan pertama' dalam pembangunan master plan fisik rumah sakit ini .....
Sedikit 'cerita' dalam sistim pemancangan pondasi dengan alat HSPD ( Hydraulic Static Pile Driver ) :
Rumah sakit ini berada di Jakarta Pusat, yang ternyata kedalaman tanah kerasnya bervariasi, sehinggga harus diperlukan 3 lokasi untuk bisa menentukan jumlah seluruh tiang yang harus dipesan. Tinggi tanah kerasnya yang bervariasi ini antara 10 meter sampai lebih dari 30 meter.
Jika sudah ditentukan titik pondasi untuk dipanjang, proses awalnya posisikan alat HSPD ini pda koordinat yang sudah dtentukan. Sistim alat ini adalah sistim 'tekan', sehingga tidak menimbukan suara2 berisik. Alat2 utamanya berupa 'Pressing Hydraulic Cylinder, Claping Box serta Claping Hydraulic Cylinder'. Dan untuk menekannya, aku mengamatinya detail sekali ..... kami sama sekali tidak merasakan getaran atau bunyi2an! Sangat tenang dan 'smooth'.
Alat HSPD ini hanya di operasikan dengan 1 orang saja serta beberapa orang unttuk melihat, mengukur seta mencatat apa yang sudah dilakukan. Masing2 sesuai dengan 'job description' nya.
Para pekerja mengerjakan tugasnya sesuai dengan 'job description'nya masing2 .....
Papaku bercerita tadi pagi, bahwa beliau langsung ke tempat itu setelah pulang kantor, dan pulang lebih dari tengah malam! Katanya, beliau menunggu alat ini sampai datang dan membereskan banyak hal unttuk acara pagi ini, walau katanya lagi, alat ini selesai untuk melaksanakan tugasnya sekitar jam 3 pagi ..... Astagaaaaa ......
Aku jadi ingat, sewaktu aku 'memimpin' pengambilan Pohon Trembesi, dari Kerawang ke proyekku ( lihat tulisanku Dengan 'Kontainer' dan Perjuangan, Aku Bawa Samanea Saman ke Jakarta ). Ketika itu, kami mengangkat pohon itu memakai ontainer jam 9 pagi, tetapi karena banyak 'halangan', pohon itu sampai di proyekku jam 1 pagi hari berikutnya, dan jam 5 pagi aku baru pulang untuk membereskan segala sesuatunya! Dan besok siangnya, kami 'memasukkan' Pohon Trembesi' itu ke lubang beton, dan itu memakan waktu seharian! ......
Ya ya ya ..... itulah pekerjaan di komunitas konstruksi, bagi aku dan papaku itu sudah biasa, dengan kehidupan 'malam' seperti itu, 'dugem' dengan banyak pekerja / tukang, dan 'berajojing' dengan wira wiri untuk membereskan segala sesuatunya ..... Tetapi, belum tentu bagi orang lain, yang banyak menganggap aku,
"Ngapain pulang pagi? Memangnya ga ada yang membantu? Memangnya bossmu ga tahu bahwa kamu adalah wanita?"
Nah nah nah ..... masa bodohlah. Aku hanya ingin bekerja sebaik2nya dan bertanggung jawab penuh dalam tugas2ku, bukan?
Kembali tentang sistim 'tekan' dalam pemancangan ini. Metoda kerjanya sedikit 'rumit', tetapi secara garis besar, aku bisa mengrti secara aku sering melihat pemancangan pondasi dengan sistim yang lain, walaupun aku tidak mengerti 100%.
HSPD 'mengambil' tiang pancang beton untuk di tekan kedalam tanah.
Tinga pertama sudah masuk ke dalam tanah, setinggi 11 meter ( lihat foto ), kemudian tiang kedua untuk dimasukkan ke dalam tanah setinggi 22 meter.
Walau aku udah lebih dari 20 tahun bekerja, ternyata aku tidak ada apa2nya sebagai arsitek yang terjun di dunia konstruksi. Pun jika aku nanti sudah lebih dari 40 tahun bekerja, pasti aku tetap tidak ada apa2 nya bagi senior2ku. Jadi, yang jelas ternyata hidup ini harus selaku belajar, belajar dan terus belajar! Belajar bisa dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Dan justru dengan keterbatasanku, aku akan terus belajar, bukan hanya 'belajar' dalam penyembuhanku dalam terapi, tetapi juga benar2 belajar dalam pekerjaanku ......
Papaku memang adalah inspirasiku dan beliaulah yang bisa selalu membuat aku bersemangat untuk terus mempelajari kehidupan, khususnya dalam dunia dan komunitas konstruksi. Beliau terus 'berjuang' untuk ku tidak 'tertinggal' dalam keterbatasanku, antara lain untuk terus mengajakku dalam dunia pekerjaannya serta pelayanannya ......
Sumber foto : Dokumentasi pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H