By Christie Damayanti
Minggu ke-4. Di setiap minggu ke-4 di GKJ Eben Haezer, Gerejaku, selalu dilayankan dalam Bahasa Jawa. Namanya saja Gereja Kristen Jawa, pastilah sebagian besar diminati oleh jemaat Tuhan dari Jawa, atau yang tertarik dengan budaya Jawa, walau tidak menutup kemungkinan, tetap ada yang memuji dan memuliakan Tuhan di Gerejaku, sampai di beberapa minggu pelayanan tahun lalu, dalam campuran budaya di luar budaya Jawa ( lihat tulisanku 'Suku Batak' dalam Gereja Jawa: Bersaksi dan Melayani Tuhan Bisa Dilakukan Dimana Saja ).
Dalam 1 bulan, mungkin dilihat sudah cukup dengan bahasa Indonesia, dan tetua2 Jawa di Gerejaku tetap ingin Gereja ini bisa mendapatkan 'suasana' yang menjadikan budaya Jawa bisa eksis di Indonesia, dan juga untuk menghidupkan Jawa ditengah2 gelombang arus modrnisasi sekarang ini. Seperti Gereja2 suku2 yang lain, HKBP ( Batak ), Gereja Sunda, dan sebagainya.
Mengapa aku tetap mengikuti GKJ? Secara sebenarnya sudah banyak temanku mengajak aku untuk kebaktian di GKI atau Gereja2 lain yang lebih 'modern', dibandingkan GKJ yang memang lebih sebagai gereja 'turun temurun' ( misalnya, Eyangku dan orang tuaku adalah orang atau suku Jawa dan aku harus mengikuti dengan sebagai jemaat Tuhan di Gereja Jawa ) dan banyak orang2 tua dibandingkan anak2 muda. Walau sekarang, sudah terdapat geerasi penerus yang lebih 'modern' .....
Ya, aku memang selalu ingin terus melayani Tuhan di GKJ karena beberapa alasan. Yang pertama dan yang utama adalah dengan Eyang kakungku ( almarhum, lihat tulisanku Sedikit Sisa Kenangan Tentang Eyang Probo ..... Aah, Aku Sangat Merindukannya ) dari papa yang sebagai Pendeta di GKJ Mergangsan, Yogyakarta, membuat aku sebagai cucu beliau sangat ingin menjadikan GKJ sebagai temat aku melayani Tuhan dan aku ingin Eyangku menjadi bangga .....
Yang kedua, karena Eyang dulu memang seorang Pendeta di Yogyakarta, sebagai anak beliau, papaku juga menjadikan GKJ seagai tempat pelayanannya, ketika papa pindah ke Jakarta. Dan sampai sekarangpun, papa masih aktif dalam pelayanan di Geraja kami.
Dan yang ketiga yang tidak kalah penting, yaitu mamaku serta anak2ku yang aktif dalam bermusik di Gereja ( deangan beberapa alat musik dan paduan suara ) yang ada di tulisanku Kisah 'Narsis' Seorang Ibu: Bermusik sejak Dini ..... Dan anak2 ku serta anak2 teman2ku lah yang salah satunya merupakan generasi penerus GKJ dan mereka sudah 'mantap' untuk melayani Tuhan disana. Dari merekalah, banyak 'mengelarkan' konsep bermusik yang 'agak nyeleneh' sebagai Gereja dan GKJ, tetapi untuk Tuhan adalah merupakan salah satu pelayanan yang luar biasa .....
Pada minggu ke-4 seperti hari Minggu ini, jujur, aku sama sekali tidak mengerti arti Bahasa Jawa 'Kromo Inggil'. Hanya 1 kata yang aku tahu : Gusti Allah ..... hihihi, ternyata walau aku seorang Jawa, sayang sekali aku tidak bisa berbahasa Jawa. Jika Jawa 'ngoko' sih, aku ngerti, tapi jika 'Kromo Inggil' sama sekali aku tidak mengerti .....
Semuabahasa Jawa 'kromo inggil' yang - sayang sekali - aku tidak mengerti sama sekali, kecuali 'Gusti Allah' .....
Dan jika pelayanan dsalam bahasa Jawa, lagu2 dan kesaksian pujiannya pun dalam bahasa Jawa, seperti Langgam, atau Campur Sari dengan Gamelan Jawa yang selalu diiringi oleh teman2 orang tuaku sebagai 'adiyuswo' ( orang2 tua yang sudah pension ). Dan setiap kotbah yang juga berbahasa Jawa Kromo Inggil, selalu ditutup dengan 'mocopat' ..... kesaksian bernyanyi khas Jawa, tanpa musik ( ajaahhh ... aku tidak tahu menjelaskanya ). Suasananya memang benar2 khas Jawa .....
Kelompok dari 'adiyuswo', orang2 tua seumur orang tuaku, memuji dan memuliakan dengan bermusik 'campur sari di iringi dengan gamelan Jawa.
'Macapat' , mengakhiri kotbah dari Pendeta kami.
Jika minggu ke-4, memang jemaatnya sedikit, karena memang tidak banyak yang mengerti. Tetapi di kebaktian pemuda dan remaja, tetap berbahasa Indonesia dan pada kebaktian sore hari, selalu ada pelayanan dalam 'Nuansa Baru' yang justru lebih banyak yang datang, dengan konsp modern serta konsep musiknya yang luar biasa .....
Yah, inilah di Gerejaku, GKJ Eben Haezer. Tetapi yang jelas, bahwa untuk memuji dan memuliakan Tuhan, tetap tidak membeda2kan tempat. Dimanapun, kapanpun serta oleh siapapun, tetap kita harus memuji dan memuliakan Tuhan kita .....
Selamat berlibur panjang karena Tahun Baru Imlek, Tuhan memberkati kita semua ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H