By Christie Damayanti
Kali Krasak, Magelang, 23 Desember 2011 sekitar jam 10.00 pagi menuju Candi Borobudur
Perjalanan dari Yogyakarta ke Candi Borobudur memang menyenangkan, sangat menyenangkan. Kehidupan 'desa' yang sudah menjadi kota, menurut aku masih menyisakan sudut2 alamiah, misalnya dengan bangunan2 rumah desa yang masih dipertahankan, walaupun memang sudah banyak rumah2 yang di buat dengan beton serta desain kota.
Selain itu, dalam menuju Magelang tempat Candi Borobudur berada, dengan mengendarai mobil kami harus melintasi Kali Krasak, dimana ketika Merapi meletus, Kali Krasak merupakan tempat aliran muntahan Gunung Merapi. Dan waktu itu, jembatan besar yang menghubungkan Yogya - Magelang, hancur, sehingga pemda Jawa Tengah tengah membetulkannya .....
Begitu mobilku mau melewati Kali Krasak, memang masih belum jadi, sehingga agak macet dan 'polisi cepek' pun memanfaatkan kesempatan ini. Walau memang sering menjadi perdebatan dimanapun, 'polisi cepek' juga memang berjasa. Mereka adalah penduduk setempat. Dan karena jalanan ini memang untuk umum dan tidak terlalu lebar, dengan adanya 'polisi cepek' bisa membuat keteraturan, dengan membuat - tutup arah jalan dan kami dan banyak orang yang mengendarai mobil, dengan rela hati untuk memberikan 1000 rupih untuk niat mereka dalam membuka - tutup jalan, sehingga tampak jalanan cukup rapi dan tidak semrawut.
Sisi jembatan yang sedang diperbaiki oleh pemda jawa Tengah.
Dalam meletusnya Gunung Merapi, warga yang bermukim di sungai berhulu dari Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Yogyakarta dan jawa Tengah ( salah satunya adalah Kali Krasak ini, dimana sungai2 lainnya meliputi Kali Boyong, Kali Kuning, Kali Gendol, Kali Woro, Kali Bebeng, Kali Krasak, dan Kali Bedog ), harus menjauhi sungai karena banjir lahar panas dan tetap di mintai kewasapadaanya, setelah sekarang pun beberapa kali banjir lahar dingin.
Dalam menunggu mobilku jalan, aku sempat memotret banyak 'cerita'. Terlihat lahar yang sudah menjadi pasir, bertumpuk di sisi2 Kali Krasak. Kata orang, pasir yang berasal dari muntahan gunung berapi, menjadi pasir yang jika di campur tanah, menjadi sngat subur. Aku tidak mengerti apa sebabnya. Dan di sisi2 Kali Krasak2 ini, banyak terdapat batu2 yang berasa dari muntahan Gunung Merapi tersebut. Ada yang besar, tetapi banyak pula yang sedang dan kecil. Beberapa yang sedang dan kecil sudah banyak yang dipindahkan karena menghalangi jalan mobil dan menghalangi air alur Kali Krasak, yang akan mengakibatkan banjir. Tetapi beberapa bebatuan yang besar dan sangat besar, pemda Jawa Tengah harus mengangkatnya dengan memakai alat2 berat.
Penambangan pasir muntahan Gunung Merapi di Kali Krasak dengan menggunakan alat2 berat, yang sempat membuat penduduk setempat protes. (detiknews).
Saat itu, aku melihat banyak alat2 berat, bukan hanya membawa batu2 besar yang menghambat air air Kali Krasak, tetapi ternyata merekapun menambang pasir hasil muntahan Gunung Merapi. Juga terlihat banyak rumah2 yang 'menjadi sasaran pelemparan dan tergulingnya' batu2 dari perut Gunung Merapi.
Beberapa rumah warga setempat yang sudah hancur, dengan tumpukan batu2 dan pasir2 .....
Karena tidak sempat untuk mencari tahu banyak hal, setelah mobil kami diberhentikan cukup lama, mobil kami mulai merangkak maju dan aku akan kembali dari Candi Borobudur lewat Kali Krasak lagi dan aku ingin lebih banyak mencari tahu sisi2 lain dari meletusnya gunung Merapi ......
Kali Krasak, Magelang, 23 Desember 2011 sekitar jam 4.00 sore hari menuju Yogyakarta
Tidak sabar aku untuk berhenti di sisi Kali Krasak untuk sedikit mengamati suasana di daerah itu pasca letusan Gunung Merapi. Mobilku menepi dalam radius beberapa meter dari Kali Krasak. Dan aku menemui beberapa warga penduduk setempat yang memang memakai kesempatan kejadian ini untuk enjual 'collectible' pasca letusan Gunung Merapi itu, misalnya, menjual foto2 yang dicetak dari foto2 dari internet, atau menjadi 'guide' dalam menerangkan babarapa kejadian waktu itu.
Tumpukan pasir dan bebatuan muntahan Gunung Merapi.
Aku hanya ingin memotret daerah itu, ditemani supirku. Keluargaku tidak ada yang turun dari mobil. Seorang laki2 penduduk  setempat,  menghampiri kami. Dua sedikit bercerita tentang beberapa cerita. Dia bukan 'guide' tetapi apapun itu, aku berterima kasih atas keramahannya untuk menyambut kami sebagai 'turis dan ( seakan2 ) wartawan kesasar'.
Dia cerita tentang bebatuan muntahan Gunung Merapi. Beberapa batu besar, sedang dan kecil memang sudah banyak iambil oleh pemda atau perseorangan. Tetapi ada 1 batu besar yang memang2 benar2 besar dan sepertinya, beratnya melebihi kemampuan alat2 berat yang mengangkatnya! Sebuah batu yang ternyata sudah dibeli oleh seseorang , yang katanya seniman sebagai pematung ...... dan mau tahu, harganya berapa? Katanya ( katanya lhoooo ) batu itu terjual seharga 1 Milyard! Dan seseorang ini dalam wacana untuk memindahkan batu besar itu ke gallerynya untuk dibuat 'artwork' yang pastinya akan sangat mahal jika memang ingin dijualnya. Bukan hanya harga batu itu, tetapi juga karena pemahat batu memang sangat luar biasa .....
Sebuah batu besar yang 'katanya' terjual dengan harga 1 milyard, untuk dijadikan 'artwork' seorang seniman di Yogyakarta. ( wawancara dengan penduduk setempat ).
Aku membayangkan bahwa candi2 yang merupakan kontruksi bebatuan dimanapun, ketika jaman itu, mereka memahat banyak bebatuan menjadi relief dan cerita sejarah atau cerita pada waktu itu ( seperti 'foto' ). Jadi, konsep kejadian yang ada waktu itu, sudah bisa di pahat dalam relief candi, dan menurut aku, seniman memang sangat luarbiasa, termasuk seniman pemahat batu.
Sebenarnya, aku tidak mengerti, apakah batu2 dari muntahan gunung, atau batu2 di sungai ataupun dimanapun yang merupakan batu alami, apakah benda2 itu bisa 'dijual?' Siapakah yang menjyalnya? Dan siapakah yang menerima uangnya? Jika memang batu besar, itu dijual seharga 1 Milyard, apakah tidak 'kelewatan?'
Jika memang harga batu besar itu 1 Milyard yang dijual oleh siapapun, dana itu pasti bisa membuat penduduk setempat untuk memperbaiki nasibnya setelah pasca meletusnya Gunung Merapi, bukan? Bukan hanya bebatuan, pasir2 yang berasal dari Gunung Merapi yang ( katanya ) subur, dananyapun pasti bisa di jadikan perbaikan penduduk setempat.
'Bisnis kecil2an' pasca meletusnya Gunung Merapi ini, memang wajar. Penduduk setempat sangat membutuhkan dana untuk hidupnya. Bukan hanya pasca meletunya Merapi, tetapi pun sebelumnya, warga setempat belum banyak yang hidupnya diatas garis kemiskinan. Seperti bisnis guide atau penjualan collectible, merupakan cara untuk mereka menghidupi keluarganya. Tetapi jika 'bisnis kecil2an' ini menjadi 'bisnis besar' ( penambangan pasir dan 'menjual' batu ), seharusnya penduduk setempat bisa menaruh harapan, bahwa pasca meletusnya Gunung Merapi ini tetap bisa mendatangkan 'berkat' tersendiri .....
Pasir dan bebatuan yang seharusnya masih bisa mengdatangkan 'berkat' bagi warga setempat .....
Pertanyaanku waktu itu, bisakah warga setempat merasakan 'berkat' pasca meletusnya Gunung Merapi? Apakah mereka tetap bisa hidup 'layak' selayak sebelum gunung Merapi meletus? Aaahhhh .....
Sumber foto : dokumentasi pribadi.