By Christie Damayanti
[caption id="attachment_163285" align="aligncenter" width="479" caption="Illustrasi ddari Google"][/caption]
Sebagai penyandang pasca stroke seperti aku, faktor resiko yang mempermudah aku jatuh adalah masalah 'ayunan langkah, keseimbangan dan kesetimbangan', serta gangguan penglihatan. Dan berkurangnya kekuatan tungkai / kaki bagian bawah.
Bagi kami, penyandang pasca stroke, mencagah jatuh merupakan alas kuat untuk selalu meminta bantuan agar tidak jatuh. Karena, jatuh merupakan alasan kuat untuk kami bisa 'down'. Apalagi jika jatuhnya 'memberkas' misalnya, bagian2 tubuh yang patah atau retak, serta ketika kepala mengenai material yang keras .....
Jangankan orang2 yang lanjut usia, aku saja, seorang wanita diusia produktif dan menyandang pasca stroke, sering menderita pusing dan sakit kepala yang 'bergoyang', sensasi kepala yang terasa ringan, sikap tubuh yang tidak terlalu mantap, sehingga aku perlu memperhatikan sikap tubuh jika mau mulau bergerak dan mulai berjalan.
Jika baru bangun tidar, biasanya bertahap aku duduk ditempat tidur, menyeimbangkan tubuh, bergeser dan menghindari perubahan posisi tunbuh atau kepala secara terburu2. Kemudian, goyang2kan kaki setelah kaki menjulur di samping tempat tidur, mencoba memutar sampai kakiku menjejak di lantai, kemudia berdiri perlahan dan akhirnya mulai berjalan. Ini aku lakukan setiap saat, jika mulai untuk berdiri di tempat tidur atau walau hanya dari duduk lama, seperti misalnya sewaktu aku bekerja di kantor. Yang jelas, aku harus menghindari gerakan kepala yang cepat dan memutar atau menekukkan kepala dalam posisi ekstrim .....
Untuk yang berusia lanjut sebagai penderita stroke, mereka banyak terjatuh karena dehidrasi, sehingga asupan carian menjadi sangat penting, paling tidak sehari sampai 2 liter air untuk asupan mereka.
Lain lagi untuk aktifitas fisik. Bagi aku, terapi fisik salah satunya untuk mencegah jatuh. Terapi fisik dengan melakukan latihan fisik bertahap untuk membuat tungkai dan kakiku lebih kuat sehingga keseimbangan ( balance ) dan kesetimbangan ( vestibuler ) tidak mampu untuk 'menggoyang'ku. Dan jenis latihan ini memang perlu diajari dan diawasi oleh therapist khusus untuk stroke, karena terapi fisik ini memang khusus. Banyak terapi fisik, tetapi untuk stroke adalah terapi khusus denga terapist khusus pula ( lihat tulisanku Kesaksianku (Bag 2): Terapi Khusus Stroke: 'Physic Therapy' ).
Terapistku selalu mengajarkan aku apapun yang menjadi resiko2 sebagai penyandang pasca stroke, salah satunya bagaimana 'jatuh dengan aman', jika seandainya pencegahan jatuh tersebut gagal. Dan untuk semakin mengurangi resiko jatuh, sampai sekarangpun, aku sering meminta bantuan orang lain, biasanya anakku atau orang tuaku, jika aku baru bangun dan sampai aku berasakah kakiku menginjakkan lantai dan mulai berjalan ..... itupun, aku sering meminta mereka untuk sedikit mengawasiku sampai kemanapun aku berjalan .....
*Itulah yang aku katakan, bahwa 'kemandirianku' masih belum sempurna* .....
Orang yang beresiko tinggi untuk jatuh adalah orang2 yang tinggal sendirian, yang tidak selalu ada orang lain didekatnya. Makanya, untuk penderita pasca stroke seperti aku, tidak atau belum bisa ditinggal sendiri, apalagi tinggal sendiri .....
Di beberapa negara, jika ada orang2 penyandang stroke yang tinggal sendiri, rumah sakit atau para pendukungnya menyedikan alat untuk panggilan 24 jam yang bisa di akses benar-benar 24 jam. Mereka menyediakan alat bantu dimanapun si penderita berada, seperti sensor bayi, dan langsung terakses pada rumah sakit unit stroke dan orang2 pendukungnya.
Bagaimana dengan di Indonesia? Penyandang pesca stroke termasuk banyak di Indonesia. Tetapi aku sangat prihatin, bahwa keberadaan kita 'belum masuk di mata orang banyak'. Jangankan fasilitas dari pemerintah untuk kebutuhan penyandang pasca stoke, penyandang cacatpun di Indonesia belum bisa 'terpikirkan'. Ditambah, orang2 penyandang paca stroke LEBIH DARI orang2 penyandang cacat biasa, karena mereka yang sakit adalah otanya, bukan hanya anggota tubuhnya .....
Fasilitas2 cacat, termasuk cacat stroke, seharusnyalah pemerintah sudah harus memikirkannya dengan lebih konseptual. Tidak dengan asal2an. Pemerintah harus mengundang konsultan2 yang berkompeten untuk membuat konsep dan dsain yang harus di lakukan ke semua tempat : gedung2 umum, jalan2 umum termasuk menghimbau untuk rumah2 biasa yang mempunyai anggota keluarga penyandang cacat biasa, apalagi cacat stroke, karena kami, orang2 penyandang cacat apapun, juga merupakan manusia dan warga negara yang mempunyai hak atas lingkungan dan negara kami, bukan?
Resiko jatuh, mungkin bukan sesuatu masalah besar bagi banyak orang. Tetapi 'jatuh' merupakan keadaan yang fatal bagi beberapa dari kita, termasuk penyandang pasca stroke. Dengan mencegah jatuh, berarti penyandang pasca stroke mempunyai resiko penyembuhan dan 'recovery' yang lebih baik. Tanpa pencegahan jatuh, penyandang stroke mungkin bisa terhambat penyembuhannya, apalagi bila jatuhnya mendapatkan resiko anggota tubuhnya yang menurun, seperti retak, patah dan kepalanya mengenai material yang keras .....
Bantulah kami, atau paling tidak amatilah kami dalam berkegiatan untuk bisa melihat bagaimana kami berusaha untuk melakukan sesuatu dan hindarilah apapun yang bisa mencederai tubuh kami, bagi penyandang pasca stroke .....
Salamku .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H