Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

'Koningsplein,' Konsep Awal Medan Merdeka Jakarta dan Sekitarnya

12 Januari 2012   07:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:59 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Christie Damayanti

[caption id="attachment_163249" align="aligncenter" width="635" caption="Koleksi Museum di Belanda - Illustrasi dari Google"][/caption]

Konsep awal Medan Merdeka dengan 'lapangan luas Koningsplein' di jaman pemerintahan Hindia Belanda di Batavia Lama.

Sejak dulu, daerah Medan Merdeka dianggap sebagai pusat Jakarta. Dan nama 'Koningsplein' atau disebut juga 'lapangan luas' merupakan lapangan Medan Merdeka. Tetapi jaman Batavia lama, justru 'Koningsplein' terletak di pnggir Batavia dan belum ada jalannya. Tahun 1930-an, jalan Thamrin mulai direncanakan, tetapi baru dibangun sekitar tahun 1957. Dan sebagian besar kantor2 pemerintahan tersebar di seluruh 'Weltervreden', atau 'Jakarta Pusat', bahkan sekitar akhir abad ke-19 lebih banyak rumah tinggal elit dibandingkan kantor2 pemerintahan, yang mengelilingi 'lapangan luas' Medan Merdeka' ini.

Aku ingat, jaman aku kuliah dulu, dosen Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia, khususnya Jakarta, menceritakan tentang berbagai rencana penataan Lapangan Medan Merdeka atau 'Koningsplein'.

1326351752625461438
1326351752625461438

13263517931592817742
13263517931592817742

'Koningsplein' beberapa berganti konsep sampai menjadi konsep Medan Merdeka dan taman Monas.

1326351867433565500
1326351867433565500

13263518871049466708
13263518871049466708

Jalan2 di silang Medan Merdeka, sebenarnya belum ada 'jalan kendaraan' tetapi bisa dipakai oleh kereta kuda atau sepeda .....

Sejak munculnya rumah2 elite di daerah 'Weltervreden' dan kantor2 pemerintahan disekitar 'Koningsplein', tanah2 terbagi2 dan perlahan terisi dengan rumah2 besar dengan pekarangan yang luas. Banyak bangunan2 'Woonhuis' ( lihat tulisanku Kantor Gubernur Jakarta: Konsep Bangunan Jaman Belanda yang 'Tersingkirkan' ) dalam bentuk besar yang jauh dari GSB atau Garis Sepadan Bangunan, karena mereka justru menginginkan rumah2 yang jauh dari jalan dan mempunyai  kebun dan taman yang luas sebelum mereka memasuki rumah mereka. Konsep itu hampir sama dengan bangunan2 dan rumah2 di Eropa. Makanya, sampai sekarang, masih banyak rumah2 elit di daerah Menteng ( atau 'Weltervreden' atau Jakarta Pusat ) yang mempunyai taman luas .....

1326351907176065947
1326351907176065947

[caption id="attachment_163255" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah Maeda di Jl. Imam Bonjol"]

13263519311769989730
13263519311769989730
[/caption]

Konsep 'Woonhuis', adalah konsep rumah dengan teras beras sebagai peneduh dari matahari untuk rumah2 di daerah tropis.

Daerah2 'Rijswijk' atau daerah jalan Veteran, dulu diisi dengan kavling2 rumah2 menegah, walaupun sekarang di Jakan Veteran sudah banyak rumah2 yang berubah fungsi sebagai bangunan bisnis. Pun daerah dari Mendan Merdeka sampai jalan Kebon Sirih, merupakan rumah2 menengah yang sekarang juga bangunan2 disana justru bukan hanyak menjadi bangunan2 bisnis, tetapi malahan menjadi gedung2 tinggi untuk perkantoran ...... Ppadahal, pada tahun 1834, daerah2 tersebut merupakan daerah cantik dengan di samping kanan dan kirinya terdapat pepohonan besar dan sungai yang mengalir jernih ( Jalan Veteran ) .....

[caption id="attachment_163256" align="aligncenter" width="300" caption="bataviase.wordpress"]

13263519801653502606
13263519801653502606
[/caption]

Daerah jalan Veteran, dtengah2nya, air sungai mengalir jernih .....

Tetapi pujian sebagai daerah cantik 'Weltervreden' menjadi merosot, ketika keadaan berubah total hanya dalam jangka waktu hanya 1 abad ..... Rumah2 di daerah Medan Merdeka atau 'Koningsplein' yang biasanya didesain diatas bangunnrumah panggung setinggi 1 sampai 2 meter, berubah drastic. Tetapi atap2 tinggi tetap merupakan konsep mereka karena di Jakarta memang panas, dimana konsep atap perisai akan membuat ruang dibawahnya menjadi 'sejuk' karena tinggi atap lebih dari 3 meter dan banyak terdesain lubang2 angin di bawahnya, sehingga sirkulasi udara menjadi nyaman dan sehat .....

Konsep ini sampai sekarang dipakai oleh desan arsitektural modern, dimana atap tinggi dan lubang angin ( atau 'bouvenlicht' ) tetap harus terdesain untuk rumah2 tropis seperti di Jakarta dan Indonesia khususnya.

13263520401485869871
13263520401485869871

Konsep rumah jaman Hindia Belanda sangat khas, dengan atap perisai yang tinggi, sekitar 3 meter minimal, serta terdapat ventilasi atau 'bouvenlicth' sebagai sirkulasi udara.

Konsep rumah 'Woonhuis' tetap menjadi konsep khusus untuk warga jaman Hindia Belandan di negara2 jajahan negara tropis, khususnya di Indonesia ini. Hawa sejuk yang memang diidamkan oleh warga jaman itu, terkondisi dengan adanya bangunan 'Woonhuis' tersebut, sehingga baru ada pemasangan AC sekitar tahun 1938 pada sebuah rumah di Jalan M.Yamin, disebutdaerah 'Manduraweg'.

Daerah Medan Merdeka, yang merupakan padang rumput, sering dipakai untuk kegiatan2 berbagai kebutuhan, antara lain Pasar Malam Gambir sekitar tahun 1921 sampai 1941 juga Pasar Gambir sendiri. Setiap tahun pemerintah Hindia Belanda membuat Pasar Malam menunjukkan tingginya minat beberapa arsitek Belanda serhadap arsitektur Indonesia karena pasar malam itu selalu mempertontonkan bangunan2 Indonesia.

Dan pasar mala mini yang sampai sekarang dihidupkan lagi oleh pemerintah kita sebagai Jakaarta Fair, sejak tahun 1969.

[caption id="attachment_163260" align="aligncenter" width="300" caption="Pasar Gambir 1930"]

13263520751432644302
13263520751432644302
[/caption] [caption id="attachment_163262" align="aligncenter" width="300" caption="Koleksi Musuem di Belanda"]
13263521211913628232
13263521211913628232
[/caption] Pasar Malam Gambir, konsep awal sebagai 'Jakarta Fair'.

Makin lama, makin banyak bagunan yang ditambah2kan secara acak2an. Pada akhir pemerintahan Hindia Belanda tahun 1942, 'Koningsplein' dibiarkan saja dan namanya berubah menjadi 'Lapangan Gambir'.....

Jika dilihat keadaan ini sejak jaman pemerintahan Hindia Belanda ini, konsep Jakarta, atau 'Old Batavia' sudah jelas ada! Belanda sendiri 'menciptakan' kotanya di Batavia, sesuai dengnan keadaan Belanda di Eropa. Sangat dimengerti, jika setelah penjajahan keluar dari Indonesia, kita sebagai warga yang merdeka ingin 'melepaskan' semuanya yang berbau penjajahan. Sangat bisa dimengerti! Tetapi, jika kita sebagai warga yang pernah dijajah bisa membuat konsep yang lebih baik, tidak masalah. Pun bila kita tetap memikirkan konsep2 lama ( yang sebenarnya merupakan 'konsep klasik city planning' ), seharusnyalah kita bisa berbuat yang terbaik untuk kota atau lingkungan kita.

13263521681424062843
13263521681424062843

1326352190486909460
1326352190486909460

Daerah pojokan Harmoni, merupakan konsep awal dari pemerintah Hindia Belanda.

Jika setelah jaman kemerdekaan, Ir. Soekarno mendesain Jakarta dan memindah2kan fungsi2 bangunan dari konsep pemerintaha Hindia Belanda, seharusnya kita sebagai penerus bangsa bisa membuat konsep Jakarta ini menjadi lebih baik. Jangan justru sekarang ini, Jakarta menjadi sangat amburadul .....

Karena pemimpin kita yang sudah mati2an untuk memberi yang terbaik untuk Jakarta, dengan konsep2 arsitektural khas Ir. Soekarno, mengapa kita sebagai generasi penerus tidak memelihara dan mengembangkannya?

Jakarta yang indah, Jakarta yang cantik dan Jakarta sebagai 'kota tua' akan menjadi obsesiku sebagai warga Jakarta dan aku ingin bisa membuat 'Jakarta kota tua yang apik dan cantik' untuk dunia .....

Salam 'Batavia Kota Tua' .....

Dari beberapa sumber, foto dari Google.

Profil | Tulisan Lainnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun