By Christie Damayanti
[caption id="attachment_161713" align="aligncenter" width="646" caption="Illustrasi dari Google"][/caption]
Katanya, tahun ini akan banjir lagi? Yang lebih besar? Waaahhhh ..... kalau begitu, bagaimana kata 'yang empunya Jakarta?'. Bagaimana konsep dan proses dalam menanggulangi banjir? Apakah 'yang empunya Jakaarta' sudah mencari solusi? Dan apakah beliau sudah membaca tulisanku di Banjir di Jakarta, Penyebab Serta (Sedikit) Saran Mengatasinya atau tulisan sejenis tentang itu yang dikirim oleh orang2 yang memang peduli tentang Jakarta, termasuk orang terdekatku? Aaahhh ...... kalau saja 'yang empunya Jakarta' mau dan bisa mendengar orang2 yang peduli dengan Jakarta, aku percaya, di tangan beliau Jakarta akan bisa lebih baik lagi .....
Memori tentang banjir adalah memori yang sangat traumatis, termasuk aku. Sebenarnya, rumahku tidak kena banjir. Sebelum aku pindah di rumah sekarang di Jakarta Selatan, kompleks rumahku dulu adanya di Jakarta Timur, berhadapan dengan Kantor Walikota Jakarta Timur. Daerah itu sangat konseptual, sehingga memang sudah didesain untuk tidak banjir, secara Kantor Walikota harus merupakan tempat yang bebas banjir. Termasuk kompleks di wilayahku. Disekelilingnya memang tidak ada sungai dan gorong2nya aku melihat sendiri, cukup besar dan rapi.
Mungkin karena sudah tahu dan melihat sendiri tentang itu, kami tidak pernah 'memaintaince' dan tidak pernah melihat apapun tentang kesiapan banjir tahun 2007, yang sudah dikatakan bahwa tahun itu aka nada banjir besar sehingga Jakarta akan tenggelam ..... Dan ketika hujan yang terus2 menerus datang, kami tidak pernah tahu bahwa ternyata banyak orang yang membangun rumah di ekitar kompleks rumahku, 'menimbun dan membuang sampah di selokan, termasuk di gorong2!' Bukan hanya sampah, tetapi banyak orang2 pengumpul barang bekas, menyimpan barang2nya di gorong2! Sehingga, jika hujan, air tidak akan mengalir ..... Dan karena sebelum hujan terus menerus tahun 2007 itu, memang tidak pernah ada yang complain dengan air, karena mungkin sang air masih bisa mengalir dan terserap langsung ke tanah.
Tetapi begitu hujan deras yang terus menerus, airpun tetap mencari jalannya sendiri, dengan tidak adanya saluran pembuangan, air akan memenuhi wilayah2 yang memang bisa merupakan tempat air 'berkubang' ..... Dan disitulah air berhenti, di beberapa kompleks perumahan, dimana saluran utamanya waktu itu, merupakan tempat tempat atau gudang bagi para pengumpul barang bekas .....
Di sebuah kompleks di depan Kantor Walikota Jakarta Tmur, awal tahun 2007
Hujan lebat terus menerus, membuat kami malas untuk kemana2. Bukan hanya hujan lebatnya, tetapi juga karena macetnya ... Aku, suamiku ( sebelum bercerai ), kedua anakku yang masik kecil, 2 orang membantu serta 1 orang supir ( waktu itu kami mempunyai 2 buah rumah, berdmpingan 1 untuk tempat tinggalku 1 untuk kantor suamiku, sekitar beda 3 rumah, dan supirku tidur di rumah sebelah ). Aku ingat, waktu itu listrik mati. Hujan deras tidak berhenti sejak siang, dan begitu kami sampai rumah dari kantorku, aku hanya bisa beberes sedikit saja karena hanya ditemani lilin.
Dan keesokan harinyapun, hujan belum berhenti, walau hanya rintik2. Aku ingat sekali, itu hari Sabtu, aku tidak ke kantor, karena memang proyekku tidak ada 'deadline'. Begitu juga suamiku. Hujan tetap tidak berhenti malah siangnya bertambah lebat .....
Aku melihat dari teras rumahku, astaga ..... aku berpikir mengapa got2 lingkungan tidak mengalir? Dan mengapa di beberapa jalan disekitar itu sudah penuh dengan air? Apakah karena hujan yang terus menerus?
Aku di teras lantai dua rumahku, melihat 'lautan' luas kompleks rumahku ..... terlihat berapa tinggi banjir itu, bukan ?
Belum sempat aku mengamati dan belum sampai aku memikirkan lebih dalam lagi, tiba2 air terus meninggi, sampai masuk ke 'carport' ( seperti garasi tetapi tidak tertutup ), dan cepat sekali. Waaahhh .... Aku cepat bertindak. Aku memanggil suamiku dan supirku untuk 'mengangkat' mobilku yang waktu itu salah satunya baru saja kami beli, Odissey. Jika Pantherku kupikir tidak masalah karena Panther tinggi, tetapi Odissey itu rendah ..... Mereka menumpuk beberapa batu bata, secara kami memang kontaktor sehingga banyak barang2 yang bisa di pakai untuk membuat 'pertolongan pertama'.
Aku dan 2 orang pembantuku membereskan barang2ku yang ada di bagian bawah lemari2 berjaga2 jika banjir memang datang. Karena aku suka membaca, semua buku dan album2 foto2ku aku letakkan di atas meja, di tangga dan sebagian besar di lantai atas. Kami bekerja keras, karena sepertinya air semakin tinggi ..... Anak2ku berteriak2 senang, seakan banjir adalah 'permainan'. Semakin tinggi, air sampai memasuki rumahku, dan ikan2ku yang ada di kolam hanyut ..... aaahhhh ..... sedih hatiku melihat ikan2 Koi ku yang aku pelihara sejak kecil, keluar dari kolam dan berkeliling rumah .....
Disana adalah taman belakang dengan kolam ikanku dimana ikan2 Koi besar yang aku pelihara sejak masih kecil2 .....
Kami terus mengambil barangku karena memang buku2ku sangat banyak. Dan ketika semua sudah selesai dipindahkan, bnjir datang ..... semakin tinggi dan tinggi ..... sampai sebatas paha .....
Aaahhhh ..... sedih sekali aku melihat rumahku. Begitu porak poranda dan barang2ku terhanyut kemana2. Itu tudak seberapa. Pianoku ....... Piano kesayanganku, dibelikan papaku sejak aku belajar piano kelas 1 SD tahun 1976 ..... pianoku ini sekarang berharga 1 mobil, terendam ...... air mataku menitik .... Pasti rusak secara kayu piano harus 'kering', bukan lembab apalagi basah ..... Piano ini adalah kenangan dan sejarah hidupku, lebih berharga dari pada barang2 kami yang lain, termasuk rumah dan mobil kami ...... *hiks* .....
*hiks* ..... pianoku ..... pianoku adalah sebuah kenangan dan sejarah hidupku ...... setelah banjir aku mencari orang yang bisa memperbaiki mutu pianoku, dan Puji Tuhan aku menemukannya dan bukan hanya mutu pianoku saja, tetapi juga bisa memperbaiki nya walaupun biayanya cukup mahal .....
Ruang makan dan kedua pembantu kami di dapur, diatas meja dapur.
Kedua mobil kami terendam. Jangankan Odissey walau sudah sempat di 'angkat', Panther kamipun ternedam. Secara sudah sebatas pangkal pahaku ..... Dan semua pemikiranku tentang 'rumah yang rapih dan bersih' melayang dari benakku ...... sekarang, aku hanya ingin berbuat untuk 'menyelamatkan' keluargaku ..... banjir di depan rumshku, tidak bisa di'tembus' oleh anak2ku kan? Mereka waktu itu masih berumur 11 tahun dan 8 tahun. Tidak ada listrik dan makanan2 di rumsh semua rusak karena kebanjiran termasuk lemari es kami .....
Panther kami, yang kami rasa cukup tinggi tetapi ternyata tetap terendam juga. Odissey kami yang sempat 'diangkat' setinggi panter, tetap terendam juga ......
Rumah2 di kompleks kami sama saja. Mereka semua tidak bisa berbuat apa2 karena hampir semua dari kami adalah keluarga muda dengan anak2 kecil. Tetapi Puji Tuhan, 'tetangga' kompleks kami, yaitu orang2 di perkampungan di sekitar kompleks kami membawa makanan berupa roti dan makanan2 kecil untuk dibagikan kepada kami. Belum ada evakuasi dari Walikota dan hampir semua tidak bisa menelpon karena telpon rumah mati dan kami tidak bisa meng-charge handphone kami masing2 .....
Setelah kami tinggal 2 hari di rumah kami dengan fasilitas seadanya dan dalam banjir tinggi, suamiku akhirnya menyuruh supir kami mencari keluar untuk minta bantuan orang tuaku. Kasihan anak2 kami, kelaparan, banyak nyamuk dan mulai kedinginan karena lembab dan mulai banyak cacing2 di dalam rumah karena air banjir ..... dan Kimin, supir kami sang sudah bisa keluar kompleks, berhasil menelpon papaku dan beliau membawa 'pasukan' teman2nya untuk evakuasi ......
Dari teras kamarku di lantai dua .....
Tidak ada perahu karet dan tidak mudah untuk mendapatkannya, karena mungkin tidak terpikirkan 'yang empunya Jakarta' ada banjir di daerah kami. Kimin dan papaku mencari sesuatu untuk membawaku dan anak2ku ke rumah papaku. Beruntung mereka menemukan gerobak sampah ......
Duuuhhh, begitu papaku ke rumahku, aku sadar, bahwa kami harus naik gerobak sampah untuk bisa keluar kompleks. Aku keluar untuk 'mencuci' gerobak sampah itu dengan air banjir yang sama2 air kotor, paling tidak bau busuknya mulai berkurang ..... aku melihat banyak cacing didasarnya dan kami membalikan gerobak itu supaya paling tidak cacing2 itu terbawa air ..... kasihan anak2ku .... Jika aku dan suamiku sih tidak mengapa secara kami memang orang proyek yang terbiasa dengan banyak hal yang tidak berkenan .....
Dan begitu pula dengan tetangga2ku, mereka sama saja, mencari sesuatu untuk evakuasi keluarga masing2. Puji Tuhan, masing2 keluarga termasuk keluargaku bisa keluar dari kompleks rumah kami dank e masing2 tempat 'penampungan', termasuk aku dengan 2 anakku serta 2 pembantuku ditampung di rumah orang tuaku. Dan suamiku serta supirku tetap menjaga rumah karena pasti aka nada yang iseng dan bisa mengambil barang2 kami. Begitu pula tetangga2 kami, suami2 mereka tetap tinggal di rumah untuk menjaga property kami. Dan setelah itu, masing2 dari kami membawakan makanan setiap saat bagi suami2 kami .....
Banjir itu merupakan trauma, jangankan orang2 yang selalu kebanjiran, orang2 yang berada dilapisan terbawah dan orang2 yang tidak mempunyai fasilitas apapun untuk hidupnya. Kamipun, keluarga2 menengah yang sebenarnya bisa tidak kena banjirku, ikut trauma. Itu baru tahun 2007 yang katanya sudah 'menenggelamkan' Jakarta. Lalu, bagaimana jika tahun 2012 yang 'katanya' merupaka banjir 5 tahunan sekali ......
Apakah 'yang empunya Jakarta' tidak menyadari, seharusnya Jakarta bisa bebas banjir, bukan Jakarta yang 'banjir 5 tahunan?'. Trauma banjir akan mendapat catatan khusus di hati masing2 warga. Tidak hanya kehilangan harta bendaj , juga nyawa warga bisa melayang. Apakah 'yang empunya Jakarta justru bisamerasa 'bangga' bahwa,
"Ini memang banjir 5 tahunan sekali ....."
Tulisan ini untuk aku adalah pengalaman traumatis 5 tahun lalu. Sebenarnya, aku tidak mau mengingat2 lagi, tetapi aku menuliskan ini hanya untuk mengingatkan, bahwa 'jangan ada banjir 5 tahunan lagi di Jakarta' .... Banjir itu membuat kami 'takut' untuk berkembang ..... Tidakkah kalian tahu, berapa uang yang kami harus butuhkan untuk memperbaiki property milik kami? Apalah mereka2 yang lebih tidak mempunyai uang ..... Tidakkah terpikir bahwa kami sangat ketakutan jika melihat hujan besar turun berhari2? Beruntung beberapa dari kami di kompleks kami dulu sudah menjual rumah kami untuk berpindah ke lain tempat. Bagaimana jika mereka2 yang tidak bisa atau tidak mungkin untuk menjual tempat tinggalnya karena memang tidak mempunyai pilihan ???
Untuk semuanya yang ingin memimipin Jakarta, marilah ..... cobalah untuk berfikir seperti warga Jakarta, apa yang ingin kami dapatkan demi kesejahteraan bersama. Diskusilah dengan warga, buatlah konsep yang komprehensif dan bekerja dan bekerja sama lah untuk warga ......
Semoga tahun 2012 ini, yang katanya akan ada banjir yang lebih bsar dari tahun 2007, tidak terjadi. Tuhan berkati kita semua .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H