Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa 'Fasum' dan 'Fasos' Dibutuhkan Oleh Warga Jakarta?

24 November 2011   05:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:16 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

[caption id="attachment_151361" align="aligncenter" width="458" caption="Illustrasi dari Google"][/caption]

Bagaimana dengan Fasilitas Umum  ( fasum ) dan Fasilitas Sosial ( fasos ) di Jakarta ? Kenyataannya, semua tentang tata ruang Jakarta tidak sebanding dengan yang digembar gemborkan oleh pemda dan oleh para desainer kota yang tergabung dengan 'City Planning' Jakarta. Masalahnya, para pengembang sering tidak memasukkan fasum dan fasos untuk warga Jakarta, sesuai dengan tata ruang kota yang diijinkan developer2 tersebut untuk dipergunakan. Mereka masih dengan 'serakah' mengambil semua hak warga Jakarta.

Sebenarnya, pada pengembang harus membuat fasum dan fasos untuk warga Jakarta, jika pemda mengabulkan permintaannya dalam membangun usahanya. Tetapi, banyak pengembang 'nakal' ntuk tidak membuat fasum dan fasos, sehingga kebutuhan fasum dan fasos untuk warga Jakarta sangat kudang dan tidak memadahi. Pemda harus menindak tegas para pengembang 'nakal' untuk menyerahkan kewajibannya berupa fasum dan fasos tersebut.

Sebuah waduk di Jakarta Utara ( di Kelapa Gading dan di Pulo Mas ), seharusnya merupakan tanggung jawab pengembangnya untuk mencegah banjir, tetapi sampai sekarang waduk itu belum selesai dibangun, sehingga banjir terus melanda daerah itu. Waduk adalah salah satu fasilitas sosial yang dibutuhkan oleh semua warga Jakarta, termasuk pengembang itu sendiri. Jadi, jika waduk yang seharusnya sudah ada dan membuat air hujan tidak meluap, pastilah si pengembang tersebut juga ikut senang. Karena para karyawan pengembang itu tidak kebanjiran .....

Waduk Sunter yang sudah terintegrasi dengan Banjir Kanal Barat.

Pengelolaannya juga sebaiknya lewat pengembang, karena manajemen pengembangan sehari2 ada di lapangan, sehingga langsung bisa di panggil ketika warga mempunyai msalah tentang waduk tersebut, dimana jiga dikelola oleh pemda, akan memakan waktu lama, belum juga tentang prosedurnya.

Waduk2 di Jakarta sebenarnya nantinya akan terintegraai dengan Banjir Kanal Timur ( BKT ) yang sekarang sudah hampir selesai pengerjaannya. Tetapi, bila waduk2 tersebut tetap belum terintegrasi dengan BKT, apa yang akan terjadi? Masing2 waduk dan BKT memang tetap menampung air hujan, tetapi kemana air hujan yang tertampung waduk2 tersebut akan mengalir? Jika hujan lebat dan berat, pastilah air hujan tersebut meluap, justru akan membuat banjir perumahan sekitarnya. Tetapi jika sudah terintegrasi dengan BKT, bukan tidak mungkin air hujan yang tertampung di banyak waduk, langsung mengalir ke laut dan tidak menyebabkan banjir .....

Konsep Banjir Kanal yang langsung menuju ke laut.

Waduk2 di Jakarta Barat telah terintegrasi dengan Banjir Kanal Barat ( BKB ) dan diperkuat dengan Pintu Air ( PA ) Tarakan. Itupun, waduk2 dan BKB masih mengalami banjir walau sudah terintegrasi. Masalahnya, adalah curah hujan yang memang terlalu besar dan waduk2 tersebut ( yang memang sudah lama ) sering tidak dibersihkan dan tidak dikeruk periodic sekali untuk pemeliharaannya. Biasanya, dibersihkan jika menjelang musim hujan ...... Aaahhh ....., salah siapa lagi?

Pengerukan untuk maintenance bila musim hujan mulai datang .....

Kenyataannya, kesadaran pengembang di Jakata untuk menyerahkan kewajibannya berupa fasum dan fasos masih sangat rendah. Tulisan di atas, barulah soal waduk. Menurut beberapa sumber, sejak tahun 2008, lebih dari 150 pengembang belum meyerahkan lahan fasum dan fasos dalam bentuk pembangunan jalan dan taman, tetapi pengembang2 tersebut sudah memegang Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah ( SIPPT ) ..... Bagaimana ini bisa terjadi ? Karena, yang jelas SIPPT akan dapat diberikan oleh pengembang ( proyeknya diatas 5.000 meter persegi ) jika sudah menyerahkan fasilitas umum dan fasilitas sosial kepada pemda .....

Yang aku ikuti, bahwa para pengembang sering diminta untuk berdiskusi dengan pemda tentang fasum dan fasos ini tetapi memang pengembang2 itu sangat kurang responnya. Banyak dari mereka hanya menyerahkan gambar lahan saja, tanpa dibuat / dibangun dengan semestinya .....

Bagaimana tata ruang Jakarta tidak amburadul? Coba baca tulisan diatas, bahwa banyak fasum dan fasos yang harus di bangun oleh pengembang berupa jalan ( lingkungan ) dan taman. Sekarang, apa yang terjadi? Bahwa ternyata, jalan lingkungan dan taman memang sangat sedikit. Jalan2 lingkungan yang biasanya merupakan aksesmasuk atau jalan2 tembus antara perumahan milik pengembang dan kota Jakarta, ternyata masih sekedarnya. Belum lagi taman2nya. Terlihat, bukan? Bahwa taman di Jakarta sangat kurang, padahal taman kota merupakan paru2 kota yang bisa untuk menyerap polusi dari kendaraan2 dan pabrik kota .....

Taman lingkungan yang harus diserahkan kepada pemda sebagai kewajiban pengembang setelsh ijin diterima untuk melakukan suatu usaha atau kegiatan. Jika pengembang besar, biasanya lebih baik, bahkan taman2 lingkungan ini memberikan efek promosi untuk penjualannya. Tetapi jika pengembang kecil, agak susah karena memang butuh biaya untuk membuat taman2 lingkungan ini dan tidak bisa dijual .....

Bandingkan dengan pengembang besar dan pengembang kecil. Pengembang besar selalu membuat jalan untuk kenyamanan dan fasilitas pembeli dan juga untuk promosi bahwa rumah2 yang dijual sudah ada jalan besarnya. Tetapi pengembang kecil, biasanya hanya rumah sja tanpa memikirkan jalannya ... hanya sekedarnya saja, bahkan jalan itu sering rusah dengan material yang jelek .....

Semua yang seharusnya di serahkan bagi para pengembang ( perijinan, hak dan kewajibannya ), ternyata membuat para pengembangkan justru 'membabi buta'. Warga Jakarta terjepit diantara '2 raksasa besar', yaitu pemda dan pengembang. Bagaimana kehidupan warga? Apa yang bisa dilakukannya? Bisakah warga Jakarta hidup dengan tenang di 'rumahnya' sendiri?

Sebenarnya, pemda Jakarta sudah menggunakan jasa pihak ketiga untuk melakukan verifikasi data dan penagihan kepada para pengembangan itu, karena untuk fasus dan fasos memang sangat merugikan warga Jakarta. Seharusnyalah, pemda memang tidak sekedar menggertak para pengembang itu, tetap mengambil langkah konkrit dalam men-sejahterakan warga Jakarta.

Sumebr gambar : dari Google.

Profil | Tulisan Lainnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun