By Christie Damayanti
[caption id="attachment_123530" align="aligncenter" width="640" caption="sanimerdeka.blogspot"][/caption]
Program 1000 menara di Jakarta, sebuah rusunami di Jakarta Selatan
Dewasa ini, area perkotaan mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan lokasi yang strategis serta fasilitas yg memadahi untuk suatu hunian. Contohnya, pertumbuhan penduduk Jakarta sangat cepat menjadikan pertambahan hunian tidak mampu mengimbanginya ( lihat tulisanku Sedikit Pemikiran untuk Jakarta : Manajemen Pembangunan terhadap Pertumbuhan Fisik Kota ( Bagian : 6 ) ).
Dahulu, mempunyai sebuah hunian di daerah pinggiran kota merupakan suatu pilihan. Karena selain untuk mendapatkan harga rumah yg lebih terjangkau, namun juga menemukan lingkungan yang lebih nyaman dan menentramkan. Tetapi, beberapa tahun belakang ini tinggal di pinggiran kita menjadikan sebuah siksaan, di samping pemborosan dari segi energy, waktu dan biaya. Semua muncul akibat emakin padatnya volume kendaraan di jalan raya yang berdapak kemacetan hampir di semua ruas jalan di Jakarta ini.
Akibat dari kemacetan tersebut, kerugian yg di tanggung kelompok 'pinggiran' ini terhadap biaya perjalanan dan rumah ke tempat bekerja telah menghabiskan 30% - 50% dari penghasilannya. Tidak sampai di situ saja, kini peningkatan biaya perjalanan semakin diperparah dengan semakin mahalnya harga BBM serta ongkos perjalanan menggunakan angkutan umum.
Kemacetan setiap hari yang membuat kehidupan kita menurun kualitasnya.
Sebagai ilustrasi, apabila seseorang tinggal di pinggiran kota dimana sehari2 menggunakan kendaraan roda 4 menuju tempat kerjanya di daerah Sudirman, maka perkiraan biaya sehari2 hanya untuk perjalanan bekerja, sbb :
Biaya tol dalam kota       : Rp. 6.500,- x 2 = Rp. 13.000,-
Biaya tol luar kota           : Rp. 6.000,- x 2 = Rp. 12.000,-
Bensin                                 : Rp. 6.000,- x 14 = Rp. 84.000,-
Biaya parkir                        : Rp. 2.000 x 8 = Rp. 16.000,-
Total biaya yg di keluarkan per-hari sekitar Rp. 125.000,-
Dalam 1 bulan, biaya yg dikeluarkan sekitar Rp. 2.500.000,- ( estimasi 20 hari kerja ). Biaya tersebut belum termasuk biaya2 benkel, asuransi, kesehatan dan sebagainya. Semua ini tentinya merupakan pengeluaran yang tidak sedikit jumlahnya.
Menjadi seorang pegawai memang tidak mudah. Masalah yang hadir biasanya berkaitan dengan pengaturan waktu yg ujungnya akan berpengaruh pada kualitas hidup. Setelah bekerja seharian, kelompok pekerja ini umumnya masih harus menempuh perjalanan panjang untuk mencapai rumah yg terletak di pinggiran kota. Aktivitas ini tentu sangat melelahkan dan hanya menyisakan sedikit waktu dan tenaga untuk beraktifitas di rumah, seperti berkomunikasi dengan keluarga atau sekedar menyalurkan hobby. Padahal, Â semua aktivitas tersebut sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
Pokok dari permasalahan ini adalah waktu yg habis di perjalanan. Jika saja waktu yg diperlukan untuk menempuh dari rumah ke kantor bisa dipersingkat, tentunya masih ada tenaga untuk melakukan aktivitas dengan keluarga. Namun solusi ini sangat tidak mudah. Penyebabnya adalah mahalnya harga rumah di perkotaan denga fasilitas2 yang cukup. Tetap ada rumah murah di perkotaan, tetapi biasanya fasilitas2nya tidak memadahi dan sering juga merupakan rumah2 yang mungkin lahannya sebenarnya bukan untuk hunia sesuai 'master plan' Jakarta.
Masyarakat memang membutuhkan hunia yg dekat dengan tempatnya bekerja. Selain waktu tempuh menjadi lebih pendek, tinggal di tengah perkotaan bisa meningkatkan produktivitas kerja.
Trend 'Back to the City'
Konsep sebuah hunian yg ideal hendaknya memiliki tingkat pelayanan di tambah dengan fasilitas umum yang memadai serta memiliki ruang terbuka hijau. Tidak itu saja, hunian dapat menjadi pusat kegiatan ekonomi sehingga aktifitas masyarakatnya berlangsung aman dan menyenangkan.
Menjawab permasalah di atas, kini berkembang fenomena 'back to the city' yang telah berkembang secara signifikan, bukan hanya di Jakarta saja tetapi di banyak kota di dunia. "Back to the city" merupakan konsep dimana orang2 kembali bermukim di perkotaan karena suatu kebutuhan bekerja untuk hidup.
Konsep apartemen murah, seperti rumah 'landed' dengan type 21 sampai type 36 di beberapa rusunami. Konsep 'denah' ( tata atur ruang ) bisa saja di buat sedemikian untuk kenyamanan pemakai. Bisa juga menjebol dinding bila ingin mempunyai 2 unit.
Desain rusunami dibuat untuk golongan menengah ke bawah, dengan detail yang 'minimalis' untuk menghemat biaya ( 'minimalis' disini adalah tidak membuat detail yang banyak ).
Contoh unit rusumani type 36. Cukup baik untuk sebuah hunian menengah ke bawah, di bandingkan dengan rumah2 kumuh di daerah 'slum'.
Sejalan dengan itu, pemerintah sudah mencanangkan pembangunan 1000 menara rumah susun sederhana bermilik, disebut 'rusunami'. Ini merupakan program yg cukup baik WALAU pemerintah harus tetap memikirkan infra-strukturnya. Bukan hanya bangunan2 'rusunami'nya, melainkan kebutuhan jalanya, fasilitas2 umumnya serta ruang terbuka hijaunya.
Walau merupakan konsep hunian apartemen murah, bukan hanya bisa untuk gedungnya saja, tetapi kehidupan ruang terbuka hijau harus tetap di desain untuk kualitas hidup warga dan lingkungan sekitar.
Program 1000 menara untuk 'rusunami' untuk golongan mengnengah ke bawah.
Hunian yg berkonsep apartemen murah ini sedikit banyak mengatasi kemacetan. Selain itu, program pemerintahn ini mempunyai segi positif walau tetap banyak segi negatifnya ( tulisan ini hanya melihat segi positifnya saja ). Misalnya, 'rusunami' bisa
-Â Â Â Â Â Â Â Â Â memberikan tempat / hunian yang layak dan sehat dan bisa terjangkau golongan menengah ke bawah.
-Â Â Â Â Â Â Â Â Â membuka kesempatan lapangan pekerjaan dalam skala besar,
-Â Â Â Â Â Â Â Â Â meningkatkan produktifitas kerja,
-Â Â Â Â Â Â Â Â Â mengurangi kawasan kumuh perkotaan,
-Â Â Â Â Â Â Â Â Â mengurangi energy sektor transportasi dan pencemaran lingkungan ( air dan udara ) serta meningkatkan pelestarian lingkungan ( ruang terbuka hijau dan peresapan air ),
JIKA konsep ini dilaksanakan dengan Analisa Dampak Limgkungan' ( Amdal ) yang benar.
Beberapa desain rusunami di Jakarta. Desainnya yang cukup baik untuk sebuah hunian.
Jika konsep 'back to the city' ini di realisasikan, kehidupan ruang perkotaan akan menuju 'perombakan' besar2an, bukan hanya membuat gedung2 huniannya, tetapi membangun infra-struktur yang tidak mudah karena akan memberikan dampak kemacetan yang luar biasa.
Tetapi untuk menuju Jakarta yang nyaman seperti yang kita inginkan, Jakarta memang harus 'merombak diri', menambah fasilitas2 umum dan merubah konsep sesuai dengan tatanan 'master plan' Jakarta yang sangat di impikan oleh kita semua .....
[caption id="attachment_123516" align="aligncenter" width="579" caption="kfk.kompas.com"]
Salah satu kutipan Master Plan Jakarta di daerah Senayan.
Sumber gambar : dari Google.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H