By Christie Damayanti
Kota Batavia Lama sebagai ciri khas kota Jakarta serta implementasi penerapannya (1)
Dalam suatu kota, koridor kebuayaan ( koridor kebudayaan = suatu jalur yg menhubungkan tempat2 penting dimana sepanjang jalur tersebut terdapat hasil2 kegiatan manusia ) berfungsi sebagai sarana rekreasi atau tempat untuk menarik wisatawan, karena biasanya koridor kebudayaan tersebut menampilkan suasana yg khas dari kota tersebut yg tidak terdapat di kota lain.
Kota Batavia Lama memang menginspirasi banyak wisatawan asing. Tetapi untuk membangun kota Batavia Lama ini terbentur soal biaya dan siapa yg akan mengurusnya. Kalau bisa, mungkin ada dinas khusus yg berdiri sendiri, dan bisa mencari donator dari luar negeri.
Karena Belanda dulu menjajah Indonesia ( Jakarta ), biasanya memang sangat antusias meliat tempat kakek / nenek buyut-nya hidup di Jakarta. Saya sering mendapati wisatawan asing, sudah tua, dari Belanda ke rumah sakit Cikini hanya untuk melihat tempat orang tuanya dilahirkan. Dan mereka mengatakan, ingin selalu melihat kota Batavia Lama, tetapi mereka kesulitan karena tidak adanya fasilitas2 yg dibutuhkan ( angkutan kota, rumah makan dan toilet yg bersih, pusat2 informasi yg jelas, dan sebagainya ).
Dengan semakin berkembangnya suatu kota, semakin kompleks pula kebutuhan masyarakatnya. Salah satiny menampilan suatu bentuk rekreasi yg khas, karena di dalamnya terdapat nilai2 pendidikan. Hal ini merupakan suatu alternative untuk di pertimbangkan dalam rencana perkembangan kota.
Yg dimaksud dengan koridor kebudayaan kota Jakarta atau kota Batavia Lama adalah yg menghubungkan Mesjid Luar Batang - Pasar Ikan sabagia simpul kebudayaan yg pertama dan Taman Sari - Stasiun Kota sebagai simpul kedua dan sepanjang jalur tersebut terdapat bangunan2 peninggalan sejarah sejak semula berdirinya kota Jakarta.
Kampung Luar Batang di diami keluarga nelayan yg hidup dibawah garis kemiskinan. Padahal daerah ini sebenarnya berpotensi untuk menarik wisatawan asing.
Pasar ikan juga di diami oleh nelayan2 kecil. Saya memimpikan, daerah ini bisa 'disulap' menjadi seperti di San Francisco ( area Pier ) atau seperti di Monterey Bay ( lihat Pier 39 : Banyak Singa Laut 'Bergelimpangan' untuk Berjemur dan Bermalas-malasan... dan Monterey Bay : Tempat 'Berkolaborasi' Antara Dunia Pantai dengan Dunia Perkotaan yang Berwawasan Lingkungan ).
Memang itu terlalu 'bombastis', tetapi tidak ada salahnya kan kita bermimpi? Lihat di foto ini, toko2nya sudah bisa saya bayangkan, dengan banyak cafe2 yg menjual makanan ikan dan seafood, dan juga bisa ada atraksi untuk Museum Pasar Ikan ini. Mungkin ada pertujukkan tentang budaya Jakarta, tentu menambah daya tarik wisatawan asing datang ke tempat ini.
Untuk menuju dan keluar dari tempat ini, terdapat beberaps alternative. Keadaan sekarang terlihat bahwa kondisi lalu lintas sangat padat dan selalu mengalami peningkatan kapasitas jalan antara Barat dan Timur yaitu daerah pelabuhan ( Tanjung Priok ) dan Bandara Soekarno Hatta. Serta jalan layang Pasar Pagi yg menghubungkan Jl. Latumenten di Barat dan Jl. Gunung Sahari di Timur.
Gunung Sahari lama dan sekarang. Sebenarnya, jika dari dulu ditata dengan baik, mungkin bisa 'berkembang' dari waktu itu sampai sekarang dgn baik. Misalnya, Daerah Aliran Sungai ( DAS ) yg mengikuti aturan pemerintah ( dulu maupun sekarang ).
DAS yg sekarang memang sangat sempit, dan itu memang mengakibatkan banjir, karena sebenarnya, DAS untuk menyerap air.
Disamping itu juga jalur Utara - Selatan dengan peningkatan Jl. Kali Besar dan Pancoran sebagai jalan arteri. Terhadap transportasi kereta api kemungkinannya akan ada peningkatan jalur kereta api sejajar dengan pelabuhan. Dan kendaraan yg melewati jalu ini cukup banyak macamnya, antara lain bis kota, mikrolet, metro mili, taksi, bajaj dan kereta api.
Tujuan lingkup perencanaan
Secara fisik, kondisi permukaan air sungai sangat tinngi sehingga meyebabkan daerah ini sering dilanda banjir. Penggunaan lahansebagian besar untuk dareah perdagangan dan jasa, fasilitas umum serta pergudangan di sebelah utara. Kegiatan yg menonjol adalah pergadangan dan jasa disepanjang Kali Besar serta Jl. Cengkeh dan Pasar Ikan, kegiatan budaya disekitar Taman Fatahillah serta kegiatan bongkat muat barang di pelabuhan Sunda Kelapa dan pergudangan di daerah sekitar Pasar Ikan.
Sungai ini ( Kali Besar ) sudah saya bayangkan,bisa dialiri perahu untuk wisatawan asing. Lihat, sebenarnya, indah bukan ? ( lihat Mengamati Arsitektur dan Lingkungan di Amsterdam ).
Dengan berperahu, kita bia 'membayangkan' bagaimana keadaan tetang Jakarta tempo dulu ( kota Batavia Lama ).
Lali bagaimana dengan yg ini? Jembatan tua ini benar2 cantik, di buat jaman penjajahan Belanda. Sayang, jambatan ini tidak bia 'mengangkat' citra kota Bavatia Lama.
Jalan2 yg ada di daerah selatan umumnya dalam keadaan baik tetapi di daerah utara banyak jalan berlubang karena di daerah ini sering dilalui oleh kendaraan bermuatan berat yg menuju area pergudangan.
Pembuangan sampah di beberapa tempat sangat berkesan sembarangan yg berpengaruh terhadap kondisi lingkungan serta kesehatan dan kebersihan penduduk. Sedangkan jaringan listrik dan telpon cukup, tetapi pemasangannya sangat semrawut sehingga mengganggu pandangan tampak depan bangunan.
Bangunan2 tua peninggalan Belanda, sebenarnya sangat 'bermutu' untuk dijadikan obyek turis, tetapi sangat disayangkan, bangunan2 ini tidak terurus. Dan di depannya banyak pedagang kaki lima.
Secaran non-fisik, adanya pelabuhan menimbulkan perkampungan nelayan yg kebanyakan berasal dari Bugis / Makasar dan kini menjadi Kampung Luar Batang. Di daerah selatan sekitar daerah Pancoran didominasi penduduk keturunan China.
Daerah Pancoran / Gloria bisa menjadi tempat wisatawan karena daerah ini memang asik dan menarik, daerah China Town Jakarta. Tapi jika fasilitasnya tidak disediakan, bagaimana wisatawan asing tertarik untuk kesana ?
Kondisi perekonomian masyarakat nelayan pada umumnya adalah menengah kebawah. Kegiatan pergudangan menyebabkan kawasan ini tidak menyatu dengan daerah lainnya dan menjadikan daerah ini sekilah seperti daerah mati.
Daerah Jl. Cengkeh Barat dan Timur, yg mengesankan daerah mati, karena hanya tempat pergudangan dan jasa angkutan. Terlihat, sama sekali tidak ada pedestrian disana. Dan tidak ada median yg seharusnya memisahkan antara mobil2. Makanya, jika macet, akan menambah kemacetan karena sama sekali saling mau menang sendiri.
Kondisi2 seperti ini menjadikan daerah koridior Jakarta menjadi sangat khas, terutama untuk daerah kebudayaan Taman Fatahillah yg bisa dikembangkan sebagai arena wisata dengan situasi yg berbeda dibandingkan daerah lain di Jakarta.
Bagaimana dengan yang ini ? Sebenarnya, pemda sudah mengupayakan untuk memugar banguna2 ini, tetapi memang butuh dana yg tidak sedikit. Indah sekali, seperti kota2 di Eropa.
Lapangan Fatahillah dengan Café Batavia Lama. Menarik bukan ? Apa lagi bila di urus dengan baik, pasti akan lebih baik.
Konsep mengadirkan kota Batavia Lama untuk malam hari ( lihat Sedikit Pemikiran untuk Jakarta: Manajemen Pembangunan terhadap pertumbuhan Fisik Kota (bagian:14)
Saya sudah sedikit meng-konsep untuk kota Batavia Lama. Sedikit pemikiran tentang Jakarta, mungkin bisa menambah 'sense of belonging' dari seluruh warga Jakarta.
Kota Batavia Lama identik dengan palabuhan Sunda Kelapa, Pasar Ikan serta Museum Fatahillah. Daerah ini  memang sangat khas sebagai kota lama Jakarta yg dapat diperbaiki dan dikembangkan sejalan dengan perkembangan kota Jakarta di masa2 yg akan datang, yg akan menjadikan Jakarta sebagai kota metropolitan yg mempunyai karakter tertentu.
Sumber gambar : beberapa dari www.google.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H