By Christie Damayanti
Di Jakarta ( mungkin bisa dianggap di seluruh daerah bahkan di seluruh dunia, yg mempunyai masalah permukiman ) , masalah perumahan dapat dibagi :
1.      Perumahan sebenarnya cepat berkembang, tetapi perumahan untuk warga golongan bawah, kekurangan.
Tidak setiap warga golongan bawah memiliki rumah dan banyak satu rumah untuk beberapa keluarga
2.      Kualitas rumah golongan bawah jelek, sehingga sering harus dilakukan perbaikan
3.      Laju pertambahan penduduk
Perumahan bukan sekedar sarah fisik bagi kehidupan manusia, tetapi lebih dari sekedar itu, perumahan merupakan bagian dari proses bermukimnya manusia, yaitu kehadiran manusia dalam mnciptakan ruang hidup di lingkungan masyarakat dan alam sekitarnya.
Mengurangi dan akhirnya meniadakan pemukiman2 kumuh dan bibit2nya merupakan upaya2 yg selalu terys dilakukan . Meningkatnya megiatan2 ekonomi dalam satu wilayah akan mendorong proses urbanisasi dan perkembangan kawasan2 perkotaan dengan pemukiman berkepadatan tinggi. Dan semakin tterbatasnya lahan / tanah yg tersedia, kita dihadapkan kepada permasalahan tentang effisiensi penggunaan tanah dalam pembangunan permukiman.
Rencana untuk perumahan
Dan langkah yg dapat ditempuh adalah pembangunan unit2 rumah dengan ukuran kaveling yg semakin kecil dengan kepadatan yg semakin tinggi dan pembangunan rumah susun / apartemen di kota2 besar. Ciri masyarakat perkotaan yg menonjol adalah
1.      lebih rasional,
2.       mementingkan effisiensi,
3.      mobilitas tinggi,
4.      individualis,
5.       membina hubungan antara manusia dan 'lobby' dengan sesame teman lebih bermakna,
6.      keluarga yg masing2 juga lebih indiviualis,
7.       serta 'system' yg semakin rapuh
Ciri2Â tersebut mempengaruhi pilihan seseorang tentang lokasi dan jenis tempat pemukiman di perkotaan. Lokasi tempat kerja, tempat anak2 bersekolah dan kemudahan sarana angkutan umum menjadi pilihan utama. Dan yg terakhir maslah yg dihadapi adalah tentang kemacetan.
Pilihan perumahan sederhana biasanya di daeah peremajaan atau di lokasi baru. Dibangun oleh developer swasta atau pemerintah daerah. Dan biasanya didukung dengan kredit kepemilikan rumah dengan suku bunga rendah. Kebikjaksanaan pemerintah dalam pembangunan perumahan dan pemukiman untuk memenuhi kebutuhan bagi seluruh rakyat harus berimbang antara golongan masyarakat dengan berbagai tingkat ekonomi dan status sosialnya.
Tetapi sekarang, developer swaste cenderung 'melupakan' kebijaksanaan itu. Kawasan pemukiman yg besar mengutamakan pembangunan perumahan tingkat menengah sampai mewh dan dilengkapi dengan prasarana dan fasilitas lingkungannya, tanpa diimbangi dengan perumahan sederhana dan sangat sederhana bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah dalam satu lokasi, karena rumah sederhana apalagi rumah sangat sederhana tidak menguntungkan. Pemerintah memang mengatur untuk perimbangan antara pembangunan adalah rumah mewah : rumah menengah : rumah mewah adalah 1 : 3 : 6.
Rumah2 sederhana harusnya menempati lokasi tertentu di perumahan2 golongan menengah keatas, sebagai syarat developer.
Kebijaksanaan itu tentu perlu adanya pengaturan untuk memperoleh ijin lokasi dan pembebasan tanah agar pembangunan rumah sangat sederhana bisa tercapai.
Seperti ditulis diatas, membangun rumah harus dilingkupi pola interaki antara anggota rumah tangga :
1.      Pembagian ruangan
2.      Apa akibat dari pembagian terhadap kehidupan nasing2 anggota keluarga
3.      Keserasian hubungan suami istri
4.      Rasa betah di rumah
5.      Kegiatan di luar rumah
6.      Lamanya tiap anggota keluarga di luar rumah
7.      Pola keserasian hubungan antar tetangga
Kalau hubungam antara anggota keluarga serta antar tetangga mengalami gangguan tentu akan mengganggu masyarakat luas, misalnya terjadi kenakalan remaja, menigkatnya kejahatan dan sebagainya.
Pada saat saya masih kuliah dan mendapat tugas tentang membangun rumah susun di daerah warga golongan berperdapatan rendah pada mata kuliah Perkotaan dan Lingkungan, saya sampai banyak berpikir, bahwa untuk mebangun suatu rumah susun di daerah golongan rendah memang tidak mudah. Bila mendapat tugas untuk perumahan / rumah susun mewah itu tidak jadi soal. Ternyata memang pemerintah sudah berusaha untuk 'menempatkan' warga itu disana tetapi banyak yg tidak mau tinggal di rumah susun sederhana. Warga lebih memilih rumah di lahan tanah disbanding rumah susun sederhana.
Pendapat warga :
1.      Tetap tidak mampu mencicil dan membiayayai pengeluaran dan perawatan
2.      Tidak bisa bejualan ( biasanya berjualan gado2, rokok atau warung sederhana )
3.      Susah bagi anak2 dan orang tua, karena untuk rumah susun sederhana adalah bangunan diatas 5 lantai dan tidak menggunakan lift, jadi hanya menggunakan tangga biasa
4.      Tidak layak untuk anggota keluarga berjumlah lebih dari 5 orang ( biasanya mereka berdesak2an dengan seluruh keluarga besarnya yg sering datang dari 'kampung' untuk mengadu nasib ke Jakarta )
5.      Tidak biasa hidup vertical
Pendapat tokoh2 masyarakat :
1.      Ganti rugi tidak akan cukup untuk membeli / menyicil rumah susun
2.      Kemampuan warga tidak cukup untuk membiayayai sebuanya : perawatan gedung, air, listrik, dll
3.      Pembangunan rusun sederhana tidak mengurangi kepadatan penduduk dan kekumuhan lingkungan
4.      Pembangunan rusun akan mengundang lebih banyak pendatang dari luar ( karena mereka lebih melihat
bahwa 'tinggal di rusun lebih 'bergengsi' ketimbang di gubuk reyot'.
5.      Tempat usaha yg ada sekarang bagi warga, akan hilang ( warung2 sederhana )
6.      Merepotkan anak2 dan orang tua
Lalu bagaimana caranya untuk membuat warga Jakarta bisa menempati rumah yg dialokasikan untuk semua warga dan tidak hanya rumah2 untuk golongan menengah dan golongan mewah?
Mungkin ada beberapa pemikiran seperti berikut :
1.      Golongan menengah dan golongan atas biasanya sudah mempunyai rumah, bahkan ada yg sampai masing2 keluarga mempunyai beberapa rumah dan apartemen. Mereka memang banak menabung / invest ke tanah / apartemen. Itu tidak masalah. Yg bermasalah adalah banyak diantara mereka yg memang 'serakah' dan 'mengambil keuntungan sebanyak2nya'. Rusun yg notebene diarahkan ke golongan bawah, beberapa dibeli mereka dan dijadikan investasi.
Seharusnya, rusun sederhana tetap diperuntukkan bagi golongan rendah. Mungkin bisa dipikirkan untuk kredit lunak sekali untuk mereka.
Rusunami yg menjadi 'incaran' warga berpenghasilan menengah atas. Desainnya yg lebih baik, itu yg diincar.
2.      Ada beberapa rusun sederhana untuk golongan bawah dan cukup berhasil. Misalnya di Kemayoran, Pejompongan dan daerah Tebet. Konsep bangunan rusun sederhana yang ditata apik, menambah semangat warga untuk memilikinya. Jangan hanya rusun yg 'ekonomis'. Rusun2 ini terdapat taman dan pedestrian ( walau kecil ), dan sedikit tempat usaha bagi warganya.
Disain adalah sesuatu yang bisa 'dimanfaatkan' untuk menambah 'integritas diri'. Jika hanya rusun tanpa didisain dengan benar, tidak ada manfaatnya karena pembangunan sia2. Disain tidak menjadi momok untuk menjadi mahal, banyak perencana2 muda yg juga memikirkan idealism Jakarta.
3.      Sekarang beberapa development swasta dengan pemerintah daerah membuat rusun sederhana bersubsidi. Misalnya di Rusun Bersubsidi Pejaten, di Kelapa Gading, dan di Pulo Gebang.  Memang tidak telalu murah, walau tidak mahal. Untuk gongan berpenghasilan menengah bawah ( dengan gaji sampai dengan 4 juta / bulan. Luasnya sekitar type 21 lebih ( tipe ini dipeuntukkan rumah tanah, tetapi bila di rusun harus dipertimbangkan yg lain ).
Rusunami Kalibata. Konsep yg berwawasan lingkungan dan ada 'surga burung'. Desainya adalah yg optimal untuk kesejahteraan warga.
Bila diatas itu, tidak diperbolehkan membelinya ). Setiap lokasi sampai beberapa tower. Sarana dan fasilitas rusun tersebut didesain baik untuk kesejahteraan warga.
Rusunami Kemayoran 2, desainnya lebih 'berani' dan konsepnya lebih baik.
Konsep ini, membuat warga mulai memikirkan untuk mempunyai unit dan berusaha menjadi warga vertical. Memang tidak mudah, tetapi tetap harus berusaha. Karena bila tidak warga hanya ingin berumah tinggal dia atas tanah, makanya mereka harus tingal di daerah2 baru, seperti di Bogor, Depok atau Tangerang, padahal tempat kerja mereka di Jakarta.
Terakhir, warga Jakarta ( khususnya bergolongan pendapat rendah ),siapa yg tidak butuh rumah? Semuanya pasti masih membutuhkan rumah, tetapi di bawah ini ada yang tidak mau rumah ( bukan tidak butuh ). Sedikit analisa SWOT bisa membantu, supaya golongan yang di atas kiri lebih banyak ( bahkan diharapkan semuanya ) dibandingkan golongan2 lain :
Catatan :
Butuh : tentang perumahan / pemukiman
Suka  : maunya punya rumah atau rusun di kota Jakarta
Semuanya ada resiko dan konsekwensinya, tetapi ini yg harus dijalani untuk kesejahteraan warga Jakarta yg harus siap dengan keadaan yg semakin kompleks.
Gambar2 beberapa diambil dari Google
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H