By Christie Damayanti
Visualisasi maket Jakarta tahun 2030, dari Jakarta City Planning Gallery
Sebelumnya :
Ingin Tahu Jakarta di Tahun 2030? Datanglah ke 'Jakarta City Planning Gallery'
Seperti yang aku sering tuliskan pada artikel2ku tentang Jakarta, bahwa semua kota pasti mempunyai keinginan2 di masa dapan. Jakarta 10 tahun kedepan. Jakarta 20 tahun kedepan. Bahkan mungkin sudah ada yang memimpikan, Jakarta 100 tahun kedepan. Siapa tahu, kan?
Konsep Jakarta sendiri, ada beberapa tahapan dari Jakarta mulai terbentuk sampai tahun 2014 ini. Bahkan pemda sudah memimpikan Jakarta sampai tahun 2030. Mulai tentang sejarah prencanaan kota Jakarta sejak abad ke-5, lalu tentang sejarah Rencana Induk Kota ( RIK ) tahun 1965 - 1985. Berlanjut dengan Rencana Umum Tata Ruang ( RUTR ) tahun 1985 - 2005. Lalu mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTRW ) tahun 2010 dan yang terakhir adalah draft Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTRW ) tahun 2030.
Jakarta sebagai ibukota negara, sebenarnya sangat peduli dengan warganya. Konsep2nya sangat bagus. Tahapan2nya pun bisa menjadikan warganya mempunyai space atau ruang untuk melihat dan mengamati perkembangan kotanya. Visi nya sendiri jelas, yaitu untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota jasa yang sejahtera, nyaman dan berkelanjutan. Dengan Misi :
1.      Membangun prasarana dan sarana kota yang manusiawi
2.      Mengutamakan pembangunan berbasis mitigasi bencana
3.      Menciptakan kehidupan kota yang sejahtera dan dinamis
4.      Mengoptimasikan produktivitas kota
5.      Mengembangkan bdaya perkotaan
6.      Menyerasikan kehidupan perkotaan dengan lingkungan hidup
Sumber : 'Jakarta City Planning Gallery', 2014.
Masalahnya adalah belum ada sinkronisasi antara pemda dengan warga Jakarta. Bahkan pemda nya sendiri belum mempunyai KETEGASAN untuk menjalankan aturan2 yang sudah dibuatnya sendiri! Sehingga, warga kota pun merasa bebas dalam meanggar aturan2 pemda. Misalnya, di tulisanku Fenomena 'Makan Buah Simalakama' untuk Jakarta.
Tujuannya jelas sekali, yaitu untuk terciptanya ruang kota dengan kualitas kehidupan yang berproduktif dan inovatif. Tentu saja, itu yang akan membuat Jakarta lebih bermakna bagi warga kota bahkan Indonesia. Jika kota Jakarta nyama untuk berkegiatan ( misalnya, kemacetan terkurangi atau banjir juga terkurangi ), pastilah Jakarta mampu lebh bersaing dengan kota2 dunia yang lain.
Tujuan yang lain untuk terwujudnya pemanfaatan kawasan budidaya kota secara optimal demi peningkatan produktifitas dan nilai tambah perkotaan. Sebuah kota itu bukan hanya sekedar sebuah kota. Apalagi Jakarta adalah ibukota negara besar. Sehingga, nilai2 lebih sebuah kota Jakarta akan mempengaruhi tatanan perkotaan. Jika Jakarta mempunyai 'nilai lebih' ( seperti Singapore, misalnya sebagai kota kecil dari sebuah negara kecil, tetapi mempunyai nilai lebih sebagai kota yang rapi, taat aturan serta berteknologi, membuat Singapore mempunyai BRANDING menjadi kota dunia ), maka Jakarta juga mempunyai BRANDING khusus sebagai kota dunia yang spesifik!
Jakarta pun ingin melayani semua prasaraa dan sarana kot yang berkualitas, layak, berkeinambungan serta bisa diakses oleh seluruh warga Jakarta! Begitu juga Jakarta ingin menciptakan fungsi2 kawasan khusus yang mendukung perannya sebagai ibukota negara secara optimal. Ya, itu yang aku katakan di ulasa diatas, bahwa Jakarta harus mempunyai nilai lebih untuk sebuah 'BRAND' yang spesifik demi sebuah kebanggaan nasional!
Tetapi semuanya sangat tergantng dari warga kota itu sendiri. Pemda dengan desain kotanya secara detail, sudah mengungkapkan keinginan2 Jakaarta sendiri untuk membawa warga kota lebih baik lagi. Ketegasan2 pemda dalam menjalankan aturan2 yang dibuatknya sendiri, harus terus digalakkan!
Terwujudnya keterpaduan pemanfaatan dan pengendalian ruang2 darat, laut dan udara Jakarta harus terus dipertimbangkan kondisi2 Jakaarta dalam daya dukung alamnya serta lingkungannya. Ini yang harus ditegaskan, bahwa sebuah kita itu bukan hanya di desain secara fisik kota dengan bangunan2 yang futuristik. Mega2 bangunan yang tidak sesuai dengan tatanan Indonesia sbagai negara yang berbudaya tinggi, tidak memerlukan semuanya itu! Budaya Indonesia, khususnya Jakarta mempunyai konsep tersendiri, seharusnya. Bukan bangunan2 modern dengan konsep2 fuuristik, yang membuat Jakarta hanya bisa disamakan dengan kota2 dunia yang lain, tetapi tidak ada 'nilai lebih' nya ......
Jakarta sendiri juga ingin mewujudkan keterpaduan penataan ruang wilayah dengan wilayah2 lain yang berbatasan. Misalnya, wilayah hulu, Bogor dan Puncak, dimana air akan terus turun ke Jakarta dan jika daerah itu tidak mempunyai penyerapan serta sungai Jakarta yang sudah dangkal serta mengecil, akan menambah permasalahan Jakarta dengan banjir.
Begitu juga Jakarta ingin mewujudkan penataan ruang wilayah pesisir serta pulau2 kecil yang berkelanjutan, penurunan resiko bencana serta terciptanya budaya kepedulian antar warga Jakarta.
Penurunan resiko bencana pun sudah disisipkan pemda dalam pembangunan Jakarta, karena Jakarta sadar bahwa tidak gampang untuk 'memberantas' bencana, khususnya bencana banjir yang setiap saat melanda Jakarta. Bahkan bencana kebakaran pun mulai marak. Padahal kemarin sedang hujan dan banjir, kebakaranpun terjadi.
Karena apa?
Semuanya karena kita sendiri! Warga kota yng tidak peduli dengan keselamatannya sendiri serta ptugas2 pemda yang tidak tegas dalam menjalankan aturan2 yang sudah dibuatnya sendiri!
Contoh :
Baca di tulisanku Terpenjara di Rumah Sendiri
Aturan pemda tegas dalam mendesain rumah atau ruko atau bangunan2 yang lain. Tetapi pada kenyataannya, si pemilik bangunan tetap merasa berhak dalam desain dan pembangunannya. Tidak apa2 karena memang itu hak mereka, ASALKAN SESUAI DENGAN ATURAN2NYA, dimana sebenaarnya aturan2 itu adalah untuk pengamanan dan kenyamanan diri sendiri, bukan orang lain.
Dengan keegoisan pemilik bangunan, ternyata justru membahayakan diri dan keluarganya. Sehingga seringkali kebakaran hanya menjadi 'kambing hitam' dari sebuah keegoisan warga .....
Lagi, baca tulisanku Hidup di 'Bantaran Sungai', Apa Enaknya, Sih?
Pemda sudah berusaha untuk terus menngalokasi warga Jakarta yang tinggal di bantaran sungai. Tetapi mereka merasa 'sudah membayar pajak' dan 'membeli rumah' disana sehingga mereka berkeberatan pindah dari sana. Artinya, ketegasan aparat sangat dibutuhkan! Bukan kita tidak menghormati warga marjinal, tetapi ini mempunyai aturan dan aturan2 itu harus ditegakkan sehingga Jakarta bisa menjadi kota yang berwibawa!
Gampang? TIDAK! SANGAT TIDAK GAMPANG!
Semuanya seperti benang kusut! Lebih dulu ayam atau telur? Belum ada yang bisa menjawabnya!
So, ingin kita hidup di Jakarta sebagai kota yang nyaman dan manusiawi? Ubahlah MINDSET kita, dan terus pupuklah KEPEDULIAN kita tentang lingkungan. Karena Jakarta akan nyaman dan mempunyai nilai tambah, jika kita bersama saling TIDAK EGOIS erta berusaha menciptakan keterpaduan penataan ruang kota .....
Karena jika kita tidak mengubah mindset dan kepedulian kita tentang lingkungan kita, belum tentu Jakarta siap menyambut tahun 2030. Jangan2 Jakarta sebelum tahun itu justru sudah tenggelam, dalam arti sebenar2nya ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H