Di sisi fisik kawasan Kampung Melayu ini, ternyata Pemprov Jakarta sudah menyiapkan konsep2 kampung deret di lokasi2 padat penduduknya, dimana diharapkan mereka yang sekarang tinggal di bandataran sungai, mau menempati rumah barunya. Konsep kampung deret pun harus dibangun sedemikian untuk menhindari banjir, baik karena banjir lokal ataupun kiriman. Pemda harus meneliti banyak hal, untuk membangun kampung deret ataupun kampung vertikal, seperti yang aku tuliskan di 'Rusun Kampung Deret' : Konsep Menarik bagi Jakarta, Tetapi .....
Bahwa untuk membangun kampung deret atau kampung vertikal atau kampung2 yang lainnya itu sangat baik, TETAPI tetap harus dipikirkan dampak2nya sesuai dengan yang aku tuliskan di link diatas. Bahwa INFRA-STRUKTUR nya harus juga dibenahi serta membangun penyerapan segera!
Tetapi dari berita2 yang dilansir di banyak media dikatakan bahwa konsep kampung deret susun dipastikan akan terlaksana di 100 kampung kumuh di Jakarta, dan akan memakan waktu sekitar 8,5 bulan (?).
Delapan setengah bulan? Ga, salah?
Ok, semuanya memang harus secepatnya dikerjakan, tetapi ketika aku sudah malang melintang di dunia konstruksi lebih dari 20 tahun, aku mengerti dan sangat tahu bahwa untuk membangun bangunan yang cukup baik, apalagi bangunan bagi masyarakat luas, tidak cukup sekedar 'membangun' saja. Karena jika benar2 8,5 bulan selesai,aku tidak bisa membayangkan, bagaimana kualitasnya. Yang ada, semuanya akan sebentar saja mereka merasakan nikmatnya tinggal di kampung deret .....
Belum lagi faktor2 iklim yang aku jabarkan diatas. Dengan bangunan dan material2 sesuai dengan 8,5 bulan, yang pastinya merupakan 'bangunan murah', membuat kampung deret hanya sekedar 'simbolis' saja untuk menjadikannya 'sesuatu' bagi Jakarta.
Kembali lagi tentang Kampung Melayu. Sekarang jika aku melewati Kampung Melayu untuk memutar balik menuju kompleks rumahku, aku melihat tanggulan2 darurat dari karung2 yang di isi 'sesuatu' untuk merembeskan air. Lalu aku berpikir,
"Lha, mereka sangat 'pandai' untuk membuat tanggula darurat dengan karung2 yang diisi oleh 'sesuatu' ( mungkin sampah dari got, mungkin tanah, karena aku pernah melihat mereka membuang sampah dari got di depan rumah mereka ke dalam karung ) untuk meresapkan air, tetapi mengapa mereka sangat 'bodoh' untuk menutup tanah yang seharusnya menjadi penyerapan ??"
***
Pagi ini, Kampung Melayu sedang kebanjiran karena banjir kiriman dari Bogor. Akankah mereka mulai berpikir tentang keinginan sebuah kawasan yang nyaman untuk ditinggali? Ataukah mereka tetapi tidak peduli dengan lingkungannya, dan tidak peduli untuk tetap tinggal di bantaran sungai, walau taruhannya adalah kebanjiran setiap saat?