Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Gara-gara Kurir Pengantar Tagihan Kartu Kredit, Aku Dimaki Bank Nasional

25 April 2014   17:47 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:12 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

[caption id="" align="aligncenter" width="605" caption="mei-azzarah.com"][/caption]

Memang sangat menyebalkan dengan orang2 yang tidak mempunyai etika dalam hidup bermasyarakat. Jika kita hidup dengan baik dan bekerja dengan sebaik2nya untuk Tuhan dan masyarakat, semuanya akan sesuai dengan yang diharapkan.

Aku ingat ketika aku menikah dulu, akhir tahun 1994. Waktu itu orang tua kami mengundang sekitar 2000 orang tamu. Sekitar 1 bulan sebelumnya undangan susah disebarkan. Ada yang dikirim per-pos, catatan kilat, atau menitipkan teman atau keluarga dan ada yang dikirim melalui jasa kurir. Tetap dari 2000 undangan yang tersebar, tanda terima yang masuk sekitar 1500-an. Sisanya, alamat tidak ada atau sudah pindah dan sudah meninggal, karena networking orang tua memang cukup besar.

Undangan hampir 100% datang, semua saudara dari pelosok Indonesia datang bahkan teman2 orang tua dari jaman sekolah pun ikut mengucapkan selamat. Tetapi ketika beberapa teman tidak ada, padahal kami sangat mengharapkannya, ternyata mereka menjawab bahwa,

"Tidak ada undangan, tidak terima", ketika kami tanyakan.

Usut punya usut, kami datangi jasa kurir itu dan membawa tanda terima yang ada di kami. Serta bertemu dengan orang2 yang mengantarnya. Ternyata, kurir itu mengakui bahwa mereka tidak mwngantar ke alamat rumah2 yang jauh ( Dejabotabek )! Mereka malas karena jauh dan macet, dan mereka menandatangani tanda terima dengan asal2an! Dan undangannya mereka buang! Astaga!

Itu pengalaman ku pertama dengan jasa kurir tahun 1994.

Yang kedua, ketika aku menjadi nasabah kartu kredit disebuah bank basional besar, pertama aku mampunyai kartu kredit sendiri, tahun 1995. Bangga, tentu. Bank itu cukup baik layanannya, sampai beberapa tahun, dan mulai bermasalah tentang pengiriman tagihannya.

Pertama kali tanpa tagihan di sekitar tahun ke-4 sebagai pemegang kartu kredit, aku masih bingung, bagaimana cara tahu mengapa tidak ada tagihan. Telpon juga susah. Sehingga tagihan terlambat membayar, beberapa kali, setelah bank itu menelponku.

Aku masih baru di dunia dalam kenyataannya. Masih hijau. Tetapi ketika bank tersebut marah karena tagihan sering terlambat dan bank itu selalu menelponku, aku balik marah! Karena bukan aku tidak mau bayar tagihan, tetapi TIDAK ADA TAGIHAN! Sehingga, aku memberanikan diri untuk mendatangi bank tersebut dengan surat protes tentang masalah ini ( karena susah sekali berbicara kepada layanan publik di telpon )! Aku menulis surat protes kepada manajer mereka!

Aku disambut manajernya, dan memprotes keras masalah ini. Yang salah karena tidak ada tagihan, mereka menelponku sambil marah2 ( seperti debt collector ), dan aku disuruh membayar bunga! Tetapi setelah beberapa bulan seperti ini, aku marah! Jadilah, bank tersebut meminta maaf padaku, datang kerumahku untuk silaturahmi, setelah aku menuliskannya di Surat Pembaca di Suara Pembaruan dan di Tempo ( waktu itu ).

Hasil investigasinya adalah, masalah kurir lagi! Kurir2 mereka tidak menyampaikan tagihan karena banyak hal! Ada yang tidak ada orang dirumah sehingga kurir malas balik lagi jadi tanda tangan sendiri saja. Ada yang rumahnya jauh, malas macet. Dan itu adalah rumahku dulu, di Pulo Gebang! Jasa kurir itu diberhentikan oleh bank tersebut. Dan mereka membujuku untuk mendaftar sebagai nasabah kartu kredit mereka. Tetapi aku menolaknya! Aku tutup karena trauma.

Begitu juga ketika aku menjadi nasabah kartu kredit sebuah bank asing yang terkenal. Tapi customernya tidak ramah, kurirnya bermasalah dan aku tutup kartu kreditku disana. Dan aku juga tuliskan ke Surat Pembaca. Itu sekitar awal tahun 2000-an. Bermasalah lagi dengan kurir, yang ke-3 kali nya.

*** Kemarin terjadi lagi. Aku ditelpon dari sebuah bank nasional ( ngakunya ) tetapi memakai nomor pribadi ( nomor handphone ). Katanya, aku tidak bayar tagihan kartu kredit yang sudah jatuh tempo. Ajku tidak kaget karena 1 tahun belakangan ini, aku sering tidak menerima tagihan yang biasanya dikirim lewat kurir. Aku menjadi nasabah kartu kredit di bank ini, sudah lebih dari 10 tahun. Tidak pernah bermasalah sama sekali dan aku selalu membayar lunas tagihanku di bulan berikutnya.

Tetapi sekitar 1 tahun belakangan ini menjadi bermasalah, tetapi aku masih tifak mikir apa2. Jika ditelpon, aku selalu langsung membayarnya. Tidak ada pikiran2 aneh. Sampai semalam ketika yang ngakunya dari bank tersebut, ngoto dan marah2 karena aku belum bayar tagihan, padahal karena tidak ada surat penagihan dan baru jatuh tempo 1 hari saja!

Setahuku, debt collector akan menjalankan tugasnya setelah 3 bulan jika kita 'ngeyel' dan membangkang tidak mau membayar. Lah, ini baru 1 hari dan bukan karena tidak mau membayar!

Serta merta aku ganti 'menginvestigasinya! Berdasarkan pengalamanku temtang pengiriman tagihan, aku berani balik memarahinya!

Tapi laki2 yang mengaku pegawai bank tersebut, tidak mau menyebutkan namanya, bahkan memarahiku serta memotong semua perkataanku, seakan aku adakah terdakwa dengan tidak bayarnya tagihan kartu kredit. Sampai sekian menit, kata2ku selalu dipotong, aku menjadi sangat marah!

#Hmmmmm ...... belum tahu dia, betapa pemarahnya aku sebelum sakit, sebagai 'preman proyek', dan betapa aku sekarang bisa lebih kasar jika aku tidak bisa mengedalikan otakku yang memang sudah cacat karena stroke! Coba saja!

Dan aku semakin marah ( belum keras apalagi kasar ), ketika dia terus tidak mau menyebutkan nama. Sampai aku mengancam akan menuntut bank itu serta membeberkan cerita ini di media masaa, lebih2 ke media sosial di internet! Setelah itu, dia baru menyebutkan namanya : Aditya. Dan aku langsung menutup telponnya.

Karena semalam aku sedang meeting, aku belum langsung menelpon bank tersebut. Baru lebih jam 10 malam kemarin, aku menelpon dan bicara dengan salah satu customernya. Aku dibantu untuk melapor dan solusinya, tagihanku bulan2 berikutnya, dikirim lewat email, bukan lewat pengantar surat. Karena hasil investigasinya sesaat setelah itu mereka menelpon aku.

Ternyata memang 1 tahun ini, tagihanku 'macet', karena kurir lagi! Modusnya, sedikit berbeda. Sebenarnya, sama saja, kurir yang mengantar tagihan ke rumahku, malas atau mungkin di rumah tidak ada yang membukakan pintu, sehingga si kurir menandatangani asal2an dan tagihanku dibuang!

Dan masalahnya, tanda terimanya ditanda tangani oleh pembantuku yang sudah tidak bekerja lagi dirumahku setelah Lebaran tahun lalu! Begonya, kurir itu menuliskan nama pembantuku, sehingga dengan mudah 'membacam modus operandinya!

Ini yang ke-3 kali nya aku bermasalah dengan kurir pengantar surat! Kurang ajar! Dan dari kurir, berbuntut menjadi ke instansinya. Sudah 3 bank yang mengeluarkan kartu kredit, aku 'black-list' dan aku tidak mau berhubungan lagi dengan bank2 tersebut.

Jika bank nasional pertama yang 'legowo' menerima kesalahannya dan meminta maaf serta bersilahturahmi kepadaku, bank asing yang kedua justru membual aku ill-fill. Pongahnya luar biasa dan mereka tidak meminta maaf sama sekali walau aku sudah membeberkan nama bank tersebut di media massa, dengan KTP ku sebagai penanggung jawab jika terjadi apa2.

Dan bank nasional ketiga ini, samam saja. Customer service nya memang meminta maaf lewat telpon, untuk pekerjaan kuririnya tetapi tidak meminta maaf tentang yang mengaku dari bank tersebut, yang memarahiku! Ya sudahlah! Solusinya memang lebih baik, tagihannya dikirim lewat email. Semoga tidak ada masalah baru .....

***

Ya, masalah kurir pengantar surat, menjadi momok untukku. Tetapi kurir pengantar barang, aku angkat jempol!

Ketika aku melakukan bisnis kecil2an untuk jual beli kain2 tenun dari swluruh Indonesia, kurir2 pengantar barang tersebut akan tetap mengirimkan ke rumahku dan kostumerku, walau lebih dari jam 10 malam!

Pernah ada kurir menelponku karena dia sudah berada di depn pintu rumahkku untuk mengantar paket dari Kupang kam 10.30 malam! Begitu aku turun untuk membukakan pintu dan menerima paketku, aku bertanya,

"Koq malam sekali? Kan gpp kalau besok pagi?"

Dia menjawab, "Soalnya kostumer sudah membayar denag paket 'hari ini sampai', dan sudah membayar mahal termasuk asuransinya. Dan kami sudah sepakat untuk saling bekerjasama" .....

Aku salut dengan komitmen kerjanya! Terima kasih ya ......

Tetapi tidak dengan kurir pengantar surat lokal. Dari tahun 1994 sampai 2014 ini, sudah 20 tahun sepertinya tidak ( semoga : belum ) berubah! Komitmen kurir tidak sesuai dengan etos kerjanya, bahwa surat harus diantar sesuai dengan alamatnya!

Aku tidak tahu, bagaimana training dan etos kerja mereka. Sebenarnya saja kan, sebagai jasa pengantar ( kurir ), baik kurir surat atau kurir paket barang? Entahlah .....

Ada yang mempunyai pengalaman seperti aku? Mari berbagi ......

Selamat Hari Bumi ......

13096071791943036955
13096071791943036955

Profil | Tulisan Lainnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun