Pesawat Boeing 777-300ER yang membawa kami ke Amsterdam, bisa mengangkut sekitar 450 orang dalam sekali penerbangan .....
Dari Bandara Soekarno Hatta, petugas bandara mendorong kursi rodaku ke pesawat dan anak-anakku mengikutiku. Berjalan menuju tempat duduk, pramugari menuntunku serta membantu anak-anakku untuk meletakkan koper-koper cabin di atas tempat duduk kami. Setelah memastikan aku baik-baik saja dan duduk dengan nyaman, juga anak-anakku, crue-cabin baru meminta penumpang-penumpang lain untuk masuk ke pesawat.
Pramugarinya sangat ramah, terutama untukku, mereka sigap melayaniku. SOP internasional, untuk menjaga dan merawat disabled, sepertiku. Bukan aku saja, tetapi juga kepada orang-orang tua dan anak-anak serta penumpang yang lain. Mereka siap dan sedia jika kami mengalami masalah dalam ketidakberdayaan kami, dan siap dengan dokter serta peralatan standard apabila dibutuhkan, bahkan aku baca dari referensi, jika kami mengalami masalah berat dalam kesehatan, pesawat berusaha untuk mendarat di kota atau negara dan bandara yang terdekat dengan kami untuk membawa kami ke rumah sakit terdekat.
Sebagai IPS (Insan Pasca Stroke), bukan aku mau dimanja, tetapi aku memang membutuhkan 'ruang' yang nyaman untuk tenang. Dengan ketinggian ribuan kaki dari permukaan bumi di pesawat ini, sebenarnya bagi IPS sangat riskan!
Ketika dalam persiapan liburan ini, aku harus mendatangi  semua dokterku untuk minta pendapat dengan hasil pemeriksaan yang sesungguhnya adalah "prima". Tetapi dengan otak kiri yang sudah cacat, dimungkinkan akan mendapatkan masalah di pesawat.
Penting untuk IPS atau penderita sakit apa pun:
Sehingga, semua dokter yang merawatku, dokter syaraf, dokter jantung, dokter mata, dokter THT serta dokter pribadiku yang benar-benar merawatku detail, membuat surat rekomendasi bagi semua orang yang mungkin bisa menolongku, "To Whom May Concern". Juga dengan detail diagnosaku selama ini. Sehingga, jika memang aku ada masalah dengan kesehatanku, di dompetku bukan hanya uang saja, melainkan beberapa surat dalam bahasa Inggris yang menerangkan diagnosaku. Dan aku akan langsung dirawat dan diobati.
***
Awalnya, aku memang agak kawatir dengan kepalaku, khususnya otakku. Laahhh.... di Jakarta saja dalam suasana normal saja, kepalaku sering bergoyang akibat stroke, apalagi jika terlalu stress dan capai. Bagaimana jika aku terbang ribuan kaki dalam pesawat? Orang sehat saja sering menderita sakit kepala atau tidak nyaman di ketinggian ribuan kaki, bagaimana dengan aku?
Tetapi, ketika aku menyerahkan semua rencana ini dalam tangan Tuhan, aku merasa nyaman. Waktu itu aku hanya berpikir, jika banyak masalah dalam rencana ini, misalnya, kesehatanku terganggu, tidak dapat visa schengen atau tidak dapat tiket pesawat dan harus pending, aku akan tidak memaksakan mimpi ini. Juga jika dokter-dokterku melarang atau menasehati untuk aku tidak pergi, aku tidak akan memaksakannya.
Ketika semua rencana berjalan dengan lancar, amat sangat dan sama sekali tidak ada permasalahan (semua rencana benar-benar sesuai dengan yang ada di kepalaku dan keinginanku), aku benar-benar yakin bahwa Tuhan mengijinkannya.